Song Chapter : Jacob Whitesides - Focus
.
.
.
.
.
Tawa The Boys masih ramai dan memenuhi cafeteria namun terhenti seketika saat teman sekelasku Cloey tak sengaja menumpahkan milkshake-nya di salah satu meja The Boys dan mengenai baju lelaki bernama Bradley itu.
"Maaf--maaf. Aku tidak sengaja." Ucap Cloey berusaha membersihkan kemeja Bradley yang terkena tumpahan milkshake-nya.
The Boys bersorak riuh, aku tahu sorakan itu, itu sorakan yang menandai jika seseorang akan diintimidasi dan di permalukan. Damn it. Cloey terancam.
Dia adalah teman sekelasku, meskipun kita tidak dekat tapi aku tak bisa melihat temanku diintimidasi seperti itu.
Aku menegang di tempatku. Alex si ketua geng berdiri dari tempatnya, ia menatap Bradley, anggota barunya itu.
"Perhatikan aku bagaimana memenangkan peradaban di kampus ini." ujar Alex, lelaki dengan lipring itu. The Boys berteriak ricuh.
Dengan seringai diwajahnya, Alex berdiri dari kursi, pentolan The Boys itu meraih segelas minuman lalu ditumpahkan diatas kepala Cloey, gadis itu gemetar kedinginan. Tawa anggota The Boys membahana ke seluruh cafeteria. Itu bahkan tidak lucu sama sekali.
"Minta maaf padanya." Alex menunjuk ke arah Bradley.
Anggota baru itu duduk di tempatnya, tidak terpaku, namun dengan seringai yang mematikan, aku tidak suka melihat seringai itu.
"M-maafkan aku Bradley." Cloey tergagap. Bahkan Cloey gadis nerd itu sudah tahu namanya.
"Say it louder!" Alex mencengkram pipi Cloey.
"Maaf." Ucap Cloey seraya meringis kesakitan.
"Kneee!" teriak salah seorang anggota The Boys, disambut teriakan dari anggota lainnya.
"Knee! Knee! Knee!" The Boys berteriak serempak seraya memukul meja, menciptakan suara seperti genderang perang, mengerikan. Mereka akan memaksa Cloey berlutut di hadapan mereka.
"Cloey sedang sial." gumam Anna.
Seisi cafeteria menonton kejadian itu. Dan kurasa Cloey memang sedang sial, karena aku tak pernah melihat The Boys mengintimidasi perempuan sebelumnya, sasaran mereka selalu laki-laki. Cloey bertekuk lutut di hadapan Bradley, disaksikan seisi cafeteria. Aku menatap kejadian itu seraya merapatkan rahangku, tanpa sadar tanganku turut mengepal, mereka keterlaluan. Aku berjalan ke arah kerumunan itu.
"Letta kau mau kemana? Letta!" seru Anna, namun aku tak menghiraukannya. Aku berjalan lurus ke arah kerumunan itu.
"Berhenti!" Teriakku, aku menarik tangan Cloey agar gadis itu berdiri.
"Apa yang kau lakukan Letta?" bisik Cloey.
"Pergi Cloey." Perintahku padanya, gadis itu menurut, dan segera melangkah menjauh.
Sorakan The Boys terhenti, keadaan menjadi begitu hening, kini hanya tersisa aku seorang diri di dalam lingkar The Boys. Seluruh pasang mata menujuku. Aku bahkan bisa mendengar deru nafas The Boys yang berat. Mereka semua pasti terkejut dengan tindakanku.
"Kalian tidak dengar dia sudah meminta maaf?" ucapku berusaha menahan lututku yang lemas, aku takut tapi disisi lain aku juga merasakan adrenalin keberanian.
Alex berdiri lalu berjalan menghampiriku, ia menatapku sangat dekat, dan intens.
"Wow. Sangat berani." Ucapnya di depan wajahku, lalu menjauh beberapa langkah.
"You're not a Man, cause that's not the way a man treat woman." Ucapku menancapkan tatapanku pada seluruh anggota The Boys yang berjumlah 13.
"Apa kalian dengar itu? Dia mengatakan kita bukan lelaki!" Ucap Alex disambut sorak-sorak anggota lainnya yang bersahutan memenuhi cafeteria.
Aku bergeming, menelan ludahku.
"Apa perlu kami semua membuktikannya padamu? Bahwa kami ini benar lelaki." Alex mendengus keras, menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Diikuti tatapan The Boys lainnya yang seolah turut menelanjangiku.
"Boo!" desis Alex di depan wajahku. Aku sedikit terkejut dan reflek melompat ke belakang. Detik itu juga cafeteria terisi dengan gelak tawa The Boys. Aku mundur selangkah dari laki-laki itu.
"Bukan penampilan yang membuat seorang laki-laki menjadi laki-laki, tapi sikap dan tata kramanya. Dan kalian tidak punya itu." Aku baru saja mengucapkan kalimat dari film kesukaanku 'Kingsman', sekaligus mengucapkan kalimat perang pada seluruh anggota The Boys.
Suaraku hampir bergetar saat mengucapkannya, aku tanpa sadar baru saja melakukan hal bodoh ; menantang The Boys. Bodoh. Aku menelan ludahku yang terasa menyangkut di pangkal tenggorokan, lebih baik aku segera pergi dari sini sebelum aku menyulut kemarahan mereka, tapi tampaknya aku baru saja melakukan itu. Damn. Apa yang baru saja kulakukan.
Aku berbalik dan meninggalkan mereka namun Bradley lebih dulu berdiri dari kursi dan menahan tanganku. Aku berbalik dan menatap lelaki itu dengan tajam.
"Get off my way." Ucapku tegas. Belum sempat aku menyingkirkan tangannya, ia lebih dulu buru-buru melepaskan tangannya dari tanganku. Cepat sekali. Seolah ada sesuatu yang terjadi saat ia menyentuhku.
Semua mata yang ada di cafeteria menonton kejadian ini dengan seksama, aku bisa merasakan betapa heningnya ruangan ini sekarang, bahkan pelayan cafeteria turut menghentikan aktivitas memasak dan mencuci piring.
Bradley menatapku tajam tepat di manik mata selama beberapa detik sebelum aku memilih melengos pergi, itu sungguh tatapan yang buas dan mengerikan. Tatapan semua orang mengekor padaku.
Ya ampun apa yang baru saja kulakukan. Bodoh sekali.
Aku mengambil langkah lebar menjauh dari cafeteria itu, menuju kamar mandi di ujung koridor. Kubasuh wajahku berkali-kali, dan menatap pantulan wajahku di cermin.
"Kau tidak apa-apa? Apa mereka melukaimu?" Aku terkejut dan segera berbalik, hampir saja aku berteriak histeris jika itu bukan Anna. Aku jadi parno karna The Boys.
"Yeah, aku tidak apa-apa." Aku berdiri tegap berusaha terlihat baik-baik saja.
"Apa kau melihatnya?" Tanya Anna.
"Iya aku melihatnya, mereka pengecut." jawabku menghela nafas.
"Bukan itu. Maksudku tatapan mahasiswa baru itu padamu." Ujar Anna membuatku mengerutkan alisku.
"Maksudmu Bradley?" Aku mengerutkan alisku.
"Entahlah, dia terlihat.. sedikit berambisius padamu." Ujar Anna, matanya menyorotkan ke-tidakmengerti-an yang sama sepertiku.
Aku termangu menatapnya melalui cermin. Bradley terlihat berambisius? aku rasa Anna berlebihan tentang itu. Kemungkinan bukan hanya Brad yang berambisi padaku, tapi juga semua anggota The Boys, berambisi untuk menghabisiku karena berani melawan mereka.
"Kurasa dia dan seluruh anggota The Boys akan mengingatmu karena tindakanmu tadi. Kau sangat keren Letta." Ujar Anna tampak terpukau, ia mengacungkan dua ibu jarinya kearahku.
Keren? tadi itu sangat menyeramkan. Selanjutnya aku bisa jadi bulan-bulanan The Boys. Aku memutuskan untuk tidak menghadiri mata kuliah Mrs Sharon, dan menyegarkan fikiranku dengan buku bacaan seni di perpustakaan. Aku menitip absen dengan Anna, sama seperti yang di lakukan Sean, dia sangat sibuk dengan Tim basketnya yang sebentar lagi akan bertanding.
***