"Through the static, is it clear enough?
I'll sing louder so you hear my love
Tunnel vision, is it clear enough?
I'll scream louder so you hear my love
Can you hear my love?"
(Jacob Whitesides - Focus)
.
.
.
.
.
Aku keluar dari toilet itu dan mendapati gadis-gadis ramai mengantri di depan pintu, mereka semua menatapku aneh. Ada yang tampak menahan kencing, ada yang menatapku penasaran, ada yang menatap sinis.
"Apa Brad di dalam berduaan dengan gadis itu?"
"Ya Tuhan, Brad menahan kami diluar sini, agar tidak masuk ke dalam hanya karena gadis biasa saja itu?"
"Beruntung sekali dia bisa berduaan dengan Brad di kamar mandi."
"Apa mereka melakukan hal romantic di dalam sana?"
"Berduaan dengan Bradley? Siapa yang tidak mau. Aku rela melakukan apapun untuk bisa mendapatkan itu."
Suara gadis-gadis yang mengantri diluar itu terus bersahutan. Membuatku risih, aku berjalan cepat meninggalkan mereka di belakang. Menuju tempat dimana Anna masih berdiri menonton pertandingan basket.
Pertandingan baru setengah jalan. Ada waktu istirahat selama lima menit, mataku mencari paras Sean. Tak lama untuk menemukan sosoknya di lapangan itu, ia sudah dikerumuni para gadis, mereka menyodorkan air minum dan handuk. Aku melihat Sean menerima semua handuk dan minum itu, ia memang selalu menghargai pemberian orang lain.
"Kenapa lama sekali?" Tanya Anna saat aku tiba.
"Brad menahanku disana." Jawabku
Anna menoleh terkejut ke arahku.
"Mahasiswa baru yang sedang tenar itu? Anggota baru The Boys?" tanyanya tidak percaya, aku mengangguk sebagai jawaban.
"Apa yang dia lakukan padamu?" Anna menatapku dari ujung rambut hingga ujung kakiku.
Aku menarik tangannya, membawa ia keluar dari kerumunan penonton. Tiba di koridor yang sepi aku menceritakan padanya bagaimana Brad mengajakku untuk berteman.
"Kau benar-benar beruntung Letta. Jika aku adalah dirimu, aku akan segera menerima ajakannya untuk berteman tanpa perlu pikir panjang."
"Ah." Aku berdecak kesal seraya memutar kedua bola mataku.
"Ayo temani aku ke perpustakakaan, aku ingin meminjam beberapa buku." Ujarku, tampaknya Anna sama terpesonanya dengan gadis-gadis lain.
"Tapi latihan Sean belum selesai--"
"Itu cuma latihan, yang terpenting kita tidak melewatkan pertandingan sebenarnya besok." Ucapku mencoba memberi pengertian. Alasan sebenarnya adalah aku hanya ingin mencari tempat lain, menjauhi Brad.
Baru beberapa langkah kami berjalan, ponsel berdering, aku dan Anna sontak merogoh saku kami secara bersamaan. Ternyata ponsel Anna, ia memandangi layar ponselnya sesaat, beralih menatapku dengan tatapan bersalah.
"Ada apa?" tanyaku
"Uhm, Letta maaf sepertinya aku tidak bisa menemanimu ke perpustakaan hari ini, aku harus segera pulang. Mom memberitahuku jika sepupuku datang. Kau tidak apa-apa kan pergi sendirian? I am sooo sorryyyyy."
"Oh tidak apa-apa, lagipula tidak ada yang akan menculikku disini. Sudah sana." Balasku menyunggingkan senyum.
"Sebagai gantinya, besok aku akan mentraktirmu." Ujar Anna seraya berlalu dan melambaikan tangannya. Aku balas melambaikan tangan.
Berjalan menuju lokerku sendirian. Anna pulang lebih dulu, mamanya mengirim pesan bahwa sepupunya dari Wichita Fall, Texas berkunjung. Jadilah aku yang sendirian kemana-mana ini. Aku tidak punya banyak teman dekat, seperti mereka yang berteman dan membentuk geng. Temanku hanya Anna, dan Sean mereka saja cukup bagiku. Lagipula untuk apa punya ribuan teman jika tak ada yang mengerti dirimu, lebih baik punya satu teman yang saling mengerti.
Kubuka lokerku dan mengambil beberapa buku untuk di kembalikan ke perpustakaan, lalu kututup pintu loker.
"Kau mau ke perpustakaan kan?"
Suara itu.
Aku menoleh terkejut ketika mendapati seseorang berada disebelahku. Brad tengah bersandar di loker tepat disebelahku, berdiri seraya mengunyah permen karet dengan wajah dinginnya.
Aku menghembuskan nafasku yang terdengar putus asa. Dia lagi! Apa yang dia lakukan disini dan bagaimana dia tahu jika aku akan pergi ke perpustakaan.
"Ayo pergi ke perpustakaan." dia beranjak seraya mengamit tanganku, aku menarik kembali tanganku dari genggamannya, namun sia-sia, genggamannya terlalu kuat, dan tarikanku terlalu menye-menye. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang menatap ke arah kami,
"Bisakah kau berhenti mengikutiku?" desisku tajam.
Brad mendengus keras, ia melepaskan tanganku.
"Aku tidak mengikutimu, asal kau tahu saja. Waktu yang mempertemukan kita. Kau tahu ini berarti ada kemungkinan kita berjodoh." Ucapnya datar.
Beberapa orang menoleh terkejut kearah kami, beberapa lainnya berdiri tak jauh dari tempatku berdiri untuk menonton apa yang akan dilakukan Brad padaku. Sial. Lelaki itu membuatku jadi pusat perhatian. Aku menutup lokerku, berlalu berjalan melewatinya. Brad mengekor tepat di belakangku.
Ah! Aku berdecak kesal. Apa selain kemampuan intimidasi dia juga punya kemampuan memaksa. Sangat memaksa. Aku teringat bagaimana hampir seluruh gadis di Universitas terpesona oleh parasnya. Sesaat aku sempat ragu apakah lelaki gila ini yang semua gadis idolakan. Akhirnya aku menyerah, aku terpaksa membiarkanya pergi ke perpustakaan bersamaku, aku sudah lelah melawannya dan berusaha meloloskan diri darinya.
Kami melewati banyak koridor yang mulai ramai, tiap-tiap pasang mata di semua koridor yang kami lewati tak pernah lepas dariku dan Brad tentunya. Aku mengerti, laki-laki tampan idola para gadis di University of Central Florida berjalan bersama seorang gadis biasa saja sepertiku. Lagipula aku tidak merasakan perasaan exited atau apapun ketika berjalan bersama murid baru itu.
University of Central Florida di Kota Orlando ini merupakan universitas terbaik nomor satu di kota Orlando dan terbaik nomor dua di Florida. Kampusnya sangat luas, terkadang aku perlu menaiki kendaraan yang telah disediakan pihak kampus hanya untuk mencapai sebuah tempat seperti, college bookstore, art room ataupun yang lainnya.
Aku tiba di perpustakaan dan segera berjalan menuju meja librarian. Salah satu librarian, Mrs Desy yang sudah cukup akrab denganku tersenyum ketika mendapatiku telah berada di mejanya. Dia wanita berusia sekitar 50 tahun namun masih cantik dan terawat, gayanya juga nyentrik. Semua orang di kampus tahu jika dia sosok yang sering menggodai mahasiswa tampan. Dia sering kudapati berlama-lama dalam melayani mahasiswa tampan, penanya yang tiba-tiba hilang, atau buku catatannya yang terselip entah dimana, ataupun alasan seperti kacamatanya yang jatuh dan dia tak bisa melihat dengan jelas.
Aku menyodorkan bukuku kepadanya, ia meng-check daftar buku pinjamanku lalu menandai yang sudah dikembalikan.
"Ada yang lain lagi?" Tanya Mrs Desy tersenyum lalu senyumnya itu menghilang seketika. Digantikan kedua matanya yang melebar.
"Hello Tampan..." Ujar Mrs Desy menatap ke sebuah arah, belakangku.
Aku menoleh dan seketika itu juga mataku membulat lebar mendapati Brad berdiri di belakangku, lengkap dengan wajah dinginnya yang mengunyah permen karet itu. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, seperti dugaanku, Brad membuatku menjadi pusat perhatian seluruh penghuni perpustakaan. Bahkan sebagian besar pengunjung perpustakaan yang tak lain merupakan para kutu buku yang tengah menunduk membaca buku namun sesekali melirik ke arahku dan Brad. Aku tersenyum kaku kepada Mrs Desy sebelum akhirnya berjalan cepat menuju rak buku yang berada di pojok paling belakang perpustakaan.
***