Song Chapter : Jacob Whitesides - Focus
WARNING !
Sebelum mulai membaca alangkah baiknya mendownload lagu diatas. Bisa dibilang itu kaya OST-nyalah. Jadi pas baca sambil dengerin lagunya, biar tambah berasa feelnya.
.
.
.
.
.
Chapter 1
"Takkan kuucapkan barang sepatah kata.
Sampai kapanpun sikapku padamu akan seperti; 'Aku tak membutuhkanmu,
kau bukan siapa-siapa dihidupku.'
Kenyataannya; 'aku sangat menginginkanmu.'"
.
.
.
.
.
Sepanjang semester 1 hingga liburan semester hampir habis aku terus di hantui mimpi buruk itu. Memasuki kuliah semester 2 ini aku sudah tak pernah memimpikannya lagi, benar benar ajaib mimpi itu hilang begitu saja. Aku tidak merepotkan Luke lagi, membuatnya terbangun tengah malam karena teriakanku. Kebetulan Luke juga baru memberitahuku bahwa ia akan memulai kerja tambahannya, jadi dia akan sering lembur dan pergi ke luar kota, ia akan pulang malam, bahkan menjelang pagi.
Aku berjalan menuju cafeteria kampus University of Central Florida, disana Anna sudah menungguku. Hari ini mata kuliah pertamaku kosong, seharusnya Mr.Coltsman akan memberikan kuis hari ini, tapi dia berhalangan hadir. Dari kejauhan Anna McGrath sudah melambaikan tangannya mengisyaratkan padaku untuk duduk di kursi kosong di sebelahnya. Anna adalah teman baik yang kudapat sejak kuliah perkenalan.
"Dimana Sean?" tanyaku.
"Itu dia." Anna menunjuk dengan dagu ke arah belakangku, aku segera menoleh. Sosok itu berjalan diikuti pandangan para gadis yang mengekor padanya.
Sean adalah teman dekatku sama seperti Anna. Dia jangkung, berambut kecoklatan, matanya berwarna hazel, dan anehnya dia punya bulu mata yang lebih indah dari punyaku. Dia terdaftar di club basketball kampus dan selalu masuk dalam tim inti untuk turnamen.
Tidak ada gadis yang tidak terpesona dengan kharismanya, apalagi saat melihatnya shirtless dan berkeringat di lapangan basket. Meski begitu dia adalah sosok yang humble dan sopan kepada semua orang. Ada sesuatu pada dirinya yang tak dimiliki siapapun di kampus, itu membuatnya benar-benar limited edition. Takkan sulit mencari sosoknya meski diantara ribuan orang sekalipun, dia sangat mencolok diantara manusia-manusia biasa, seolah dia yang paling bersinar.
"Hey Anna," sapa Sean saat tiba. Tatapannya beralih padaku, menatapku sesaat, selalu dengan tatapan teduhnya.
"Morning Letta." Ucapnya padaku, lalu tersenyum hangat. Aku tersenyum sekilas lalu mengalihkan pandanganku. Kadang senyuman mautnya itu membuat dadaku sedikit berdesir.
Aku menggeleng pelan, ia memang murah senyum, kepada siapapun, bukan hanya padaku saja. Sean mengambil alih tempat duduk disebelah Anna, berhadapan denganku.
Kami bertiga sudah seperti squad, meskipun sering bersama dengan Sean yang terkenal, aku bersyukur namaku tak se-tenar Sean. Meskipun begitu, ada saja beberapa gadis yang membenciku hanya karena aku selalu bisa berdekatan dengan Sean. Ya Tuhan, squad ini bukan hanya aku dan Sean saja, ada Anna juga, tapi kenapa gadis-gadis itu hanya iri kepadaku. Tidak jarang fanatic Sean yang mencelakaiku, dan entah bagaimana Sean selalu menyelamatkanku, dia seperti pelindungku.
"Aku lapar sekali." Ujar Sean, dia benar benar sudah terbiasa dengan tatapan gadis-gadis padanya.
*phonering*
Sontak aku, Sean dan Anna bersama-sama merogoh saku celana dan tas kami untuk mencari tahu ponsel siapa yang berdering. Kami bertiga punya kesepakatan untuk memakai ringtone yang sama di ponsel kami. Jadi jika salah satu ponsel kami berdering, maka kami semua secara bersamaan meng-check ponsel.
"Uhm, ponselku." Sean menunjukkan ponselnya, layarnya berkedip sesaat sebelum ia menerima panggilan itu.
"Hello...... ok..... aku segera kesana."
Panggilan berakhir. Sean menatap ke arahku dan Anna secara bergantian. Aku paham arti tatapannya.
"Aku harus latihan basket untuk turnamen. Right, see ya!" ia beranjak pergi.
Sudah kuduga. Dia menjadi andalan di tim-nya, wajar saja dia sibuk sekali.
"See ya." balas aku dan Anna, membeku ditempat seraya memandangi punggung Sean yang mulai menjauh.
Tak lama setelah Sean pergi, terdengar beberapa keributan di dalam cafeteria, suara langkah kaki yang ramai-ramai, dan tawa yang keras dari segerombolan laki-laki.
Aku dan Anna menoleh ke arah sumber suara, The Boys berjalan bak malaikat maut membuat nyaris seisi cafeteria berubah pucat.
Dan disana yang berjalan di barisan paling depan, Alex. Dia adalah ketua dari super geng The Boys, siapa yang tidak tahu The Boys yang beranggotakan orang-orang tampan dan badboy, juga kaya.
The Boys adalah genk motor paling keren se-antreo kota Orlando. Mereka sering mengintimidasi mahasiswa lemah, kutu buku, dan mahasiswa baru. Itu membuat mereka ditakuti di kalangan kami, bahkan senior juga tak ada yang berani mengusik mereka. Satu saja anggota The Boys terlukai, maka seluruh anggota The Boys akan mengintimidasi dan membully si pelaku hingga pelaku itu keluar atau mengundurkan diri dari kampus. Mengerikan.
Kenapa mereka tidak dikeluarkan dari kampus?
Mereka semua anak-anak orang kaya, sebagian besar keluarga mereka adalah penanam modal di universitas ini.
Dan disanalah, aku melihat sepasang mata biru safir itu menancap tajam ke arahku. Dia berjalan bersama rombongan The Boys, tapi wajahnya asing. Yang benar saja, mungkin aku salah lihat. Kualihkan pandanganku dari pemilik mata biru safir itu saat terjadi kebisingan, supergeng itu mengusir paksa beberapa mahasiswa dari meja, agar mereka bisa menempati meja itu. Lihat? Mereka begitu brutal.
Lagi.
Sepasang mata biru safir itu menangkap bola mata hitamku. Siapa lelaki itu? Aku mengalihkan pandanganku kearah Anna, namun dia tengah menatap kearah The Boys.
"Itu Bradley." bisik Anna seakan bisa membaca pertanyaanku.
"What-who?" aku terkejut tiba-tiba Anna menyebutkan nama 'Bradley'.
"Dia anggota baru The Boys, mahasiswa baru, pindahan dari Canada." Jawab Anna tatapan matanya menancap, aku mengikuti arah pandangnya, menuju lelaki pemilik mata biru safir itu.
Aku mendengus pelan seraya membuang tatapanku dari lelaki bernama Bradley itu.
"Kau sudah tahu namanya?" kedua alisku terangkat tinggi.
"Kau lupa siapa aku?" Dia balik bertanya dengan pertanyaan sombong itu, lalu terkekeh geli.
"Mrs-always-uptodate." aku memutar bola mataku, lupa jika dia adalah orang ter-update yang pernah kukenal. Aku lupa jika memiliki teman se-update Anna. Dia tahu segala berita terbaru seputar kampus, ia sosok yang mudah bergaul, temannya ada dimana-mana tersebar di seantreo kampus, sebab itu dia mudah mendapatkan informasi apapun.
***