"Sentuhlah, maka kau akan lihat seperti ada luka disana.
Jika kau tahu aku sudah lama menunggumu"
.
.
.
.
.
Di jalan Clarcona Ocoee, Florida. Tepatnya pukul setengah sebelas malam. Aku mengendarai mobil peugeot 107 milikku sambil sesekali meneguk starbucks caramel macchiato. Alunan lagu Habits dari Tove Lo mengalun dari radio mobilku.
'Spend my days locked in a haze trying to forget you bae, I fall ba.. c.. kk.. w.. kressek.. brrsss.. ssshh.. ssst..'
Tiba tiba radioku mulai bergemerisik, kehilangan gelombang. Aku menekan tombol di sekitar untuk mencari gelombang lain. Ketika aku menatap ke jalan, seorang laki laki berpakaian serba hitam melintas di depan mobilku, dengan cepat aku menginjak rem dan membanting setir ke kanan lalu ke kiri, mobilku menjadi sangat sulit untuk dikendalikan.
Segalanya terlambat, mobilku terjun bebas ke jurang dalam yang amat gelap.
Aku berteriak kesakitan, namun tak terdengar suaraku. Mobilku sudah terbolak balik, tergulung oleh curamnya tebing. Kaca mobilku pecah berkeping-keping dan saling berhamburan menyayat kulitku. Kepalaku terbentur begitu keras, rusukku patah. Aku hampir kehilangan kesadaranku, lalu semuanya menjadi hitam.
Di sisa-sisa kesadaranku, aku mendengar suara seperti bisikan yang begitu menyentuh telingaku, hingga jantungku berdebar hebat di dalam rongganya.
'Sentuhlah, maka kau akan lihat seperti ada luka disana. Jika kau tahu aku sudah lama menunggumu'
Lalu segalanya menjadi gelap gulita, anehnya di dalam gelap aku melihat seorang pria terbakar dengan api yang begitu besar, pria bermata hazel itu menghamburkan dirinya kearahku, ia menabrak tubuhku ; aku ikut terbakar.
Aku berlari panik dan mencoba mengenyahkan api itu dari tubuhku, dan terbangun di ranjangku dengan tubuh bersimbah peluh.
Mimpi aneh itu lagi.
Selalu tentang kecelakaan mobil itu. Dan selalu ada sosok lelaki di dalam mimpiku. Lelaki bermata hazel. Sudah tidak terhitung berapa malam yang kulewati bersama mimpi itu. Mimpi aneh yang terasa sangat nyata. Mimpi yang selalu menyisakan rasa takut dan ngeri di dadaku meskipun aku sudah terlatih menghadapi mimpi yang sama ratusan kali.
'knock knock'
"Letta, kau tak apa sweetheart?" Terdengar suara Luke di balik pintu kamarku.
Jam dinding menunjukkan pukul 01.30 pagi. Aku menyibak selimutku lalu berjalan membuka pintu.
"I'm just—I'm fine, Luke." Aku segera meralat jawabanku, seraya menggaruk tengkukku yang tak gatal.
Aku hanya tinggal berdua dengan kakak laki - lakiku, kedua orang tuaku meninggal dua belas tahun yang lalu ketika umurku masih 8 tahun, dan Luke 13 tahun.
"Aku sering mendengarmu berteriak tengah malam, kukira kau hanya mendapat mimpi buruk biasa, tapi teriakanmu terdengar semakin histeris setiap harinya." Jelas Luke membuat tenggorokanku tercekat, aku terkejut mendengar penjelasannya, tak kusangka jika mimpi burukku bisa terlihat separah itu di dunia nyata.
Aku mulai mengalami mimpi ini sejak enam bulan yang lalu, tepatnya sebelum aku mulai masuk kuliah. Siklusnya selalu sama, aku sedang mengendarai mobil - lalu seorang laki-laki melintas di depan mobilku - aku mencoba menghindarinya namun mobilku terperosok ke dalam jurang – dan kalimat itu mengudara di kepalaku. 'Sentuhlah, maka kau akan lihat seperti ada luka disana, jika kau tahu aku sudah lama menunggumu'.
Mimpi ini sangat aneh, saat kuceritakan kepada Anna, dia bilang ini bukan mimpi biasa, ini adalah pertanda, tapi aku tidak tahu apa itu.
Luke menghembuskan nafas berat. "Apa kita perlu pergi ke psikolog?"
"Luke, aku baik-baik saja. Itu hanya mimpi biasa. Aku hanya.. merindukan papa dan mama." Ucapku tertegun.
Luke terdiam mendengar jawabanku, tatapannya berubah nanar. "Aku juga sangat merindukan mereka. Itu sudah lama sekali, kau harus belajar melupakan mereka." ia mengusap kepalaku lembut. Bias di wajahnya berubah seperti sedang menahan ngilu, aku tahu dia juga sama rindunya seperti aku.
***
#revisi