Kael melangkah keluar dari ruang peristirahatan, akhirnya tiba di pintu masuk lantai kedua. Udara yang lebih segar menyambutnya, jauh lebih baik dibanding lorong beracun yang baru saja ia lewati selama sepuluh hari.
Namun, sebelum ia sempat bersantai, dua orang sudah menunggunya di depan pintu masuk lantai kedua.
Seorang gadis muda dan seorang pemuda.
Gadis itu tampak berusia sekitar 15 tahun.
Ia memiliki rambut panjang keemasan yang diikat setengah, mata tajam seperti pedang, dan mengenakan jubah bertanda Klan Pedang Matahari, salah satu klan pedang terkenal di menara. Meskipun masih muda, ada aura percaya diri dan keberanian dalam sikapnya.
Di sampingnya, seorang pemuda berusia sekitar 17 tahun berdiri dengan postur tegap. Wajahnya tampan, khas bangsawan, dengan sorot mata tajam yang penuh kewaspadaan. Pakaian yang ia kenakan juga memiliki lambang Klan Pedang Matahari, menandakan bahwa mereka berdua berasal dari tempat yang sama.
Namun, reaksi mereka ketika melihat Kael sangat mengejutkan.
"Kau… keluar dari jalur beracun?" suara gadis itu bergetar sedikit, campuran antara keterkejutan dan rasa tidak percaya.
Kael mengangkat alis. Apa yang begitu mengejutkan?
Pemuda di samping gadis itu menatapnya tajam. "Tidak mungkin… Jalur itu hampir tidak pernah dipilih orang. Dalam sejarah Menara, hanya 1.799 orang yang berhasil keluar dari jalur itu dengan selamat."
Kael sedikit terkejut mendengar angka itu.
'Jadi hanya sedikit yang berhasil melewatinya? Tidak heran jalur itu terasa sepi…'
Tapi, yang lebih menarik perhatiannya adalah reaksi keduanya—mereka tidak hanya terkejut, tetapi juga tampak sedikit curiga.
Gadis itu maju selangkah, matanya menyipit. "Bagaimana kau bisa selamat? Jangan bilang kau mencuri sumber daya dari orang lain untuk bertahan di dalamnya?"
Kael langsung menghela napas panjang. Salah paham.
Pemuda di sampingnya menambahkan dengan nada tajam, "Jalur itu membutuhkan persiapan bertahun-tahun dan biaya yang sangat besar. Bahkan para bangsawan enggan melewatinya karena hadiah yang diberikan tidak sebanding."
Kael mengerti sekarang.
Alasan orang jarang memilih jalur itu bukan hanya karena bahaya, tetapi juga karena butuh banyak emas dan persiapan yang matang.
Tapi bagi Kael, jalur itu adalah pilihan terbaik karena keahliannya sebagai tabib dan pemahamannya tentang racun.
Kael hanya diam, berpikir bagaimana cara menjelaskannya. Lagipula, bagaimana ia bisa menjelaskan bahwa ia bertahan hidup hanya dengan kemampuan tabib dan sedikit keberuntungan?
Namun, diamnya Kael justru memperburuk keadaan.
Kedua orang di hadapannya mulai salah paham.
Pemuda itu, yang bernama Rodrik, merasa Kael sengaja menyembunyikan sesuatu. Harga dirinya sebagai seorang bangsawan sedikit tersinggung karena orang asing ini tidak mau menjelaskan caranya selamat dari jalur beracun.
"Hmph, lupakan saja," Rodrik mendengus dingin. "Aku tidak peduli bagaimana caramu bertahan, tapi aku juga tidak tertarik berbicara dengan orang yang tidak mau menjelaskan dirinya sendiri."
Ia menoleh ke gadis di sampingnya. "Lira, ayo pergi."
Lira menatap Kael sejenak, masih sedikit penasaran, tetapi karena Rodrik sudah pergi lebih dulu, ia hanya mendesah pelan dan mengikuti pemuda itu tanpa berkata apa-apa lagi.
Kael masih berdiri di tempatnya, sedikit bingung.
'Aku bahkan belum mengatakan apa-apa…'
Tanpa ia sadari, pertarungan pertamanya dengan Klan Pedang Matahari telah dimulai—bukan dengan pedang, tetapi dengan kesalahpahaman.