Perjalanan menuju kerajaan Rattas dimulai dengan langkah-langkah hati-hati, karena mereka tahu bahwa Garamon tidak akan membiarkan Vinia pergi begitu saja. Tarek dan kelompoknya menjaga Vinia dengan penuh kewaspadaan, melindunginya dari kemungkinan serangan. Namun di balik ketegangan itu, ada suatu kedamaian yang mulai tumbuh dalam diri Vinia. Ia merasakan sebuah ikatan yang mulai terjalin antara dirinya dan Tarek, meski mereka baru saja bertemu.
Tarek, dengan segala ketegasan yang dimilikinya, selalu memastikan bahwa mereka berjalan dengan cepat namun hati-hati. Setiap malam mereka beristirahat di tempat yang aman, dan selama waktu itu, mereka berbicara banyak. Tarek menceritakan sejarah kerajaan Rattas, sebuah kerajaan yang dulu makmur, namun kini terpuruk akibat peperangan yang ditimbulkan oleh Garamon. "Kerajaan Garamon telah mencaplok banyak wilayah, termasuk tanah kami," ujar Tarek, matanya penuh amarah. "Kini, rakyat kami menderita. Aku harus kembali untuk merebut takhta yang seharusnya menjadi milikku."
Vinia mendengarkan dengan seksama, merasakan setiap kata yang keluar dari mulut Tarek. Ada semangat yang luar biasa dalam dirinya, dan ia merasa kagum pada pria yang kini menemaninya dalam pelarian ini. Meskipun ia hanya seorang peramu obat, ia merasa seperti terhubung dengan perjuangan Tarek. Seiring waktu, mereka semakin sering berbicara, berbagi pemikiran tentang keadilan, harapan, dan impian.
Namun, tidak ada perjalanan yang tanpa bahaya. Suatu malam, ketika mereka sedang beristirahat di sebuah kamp sementara, suara langkah kaki terdengar di kejauhan. Para pengawal Garamon telah melacak jejak mereka dan kini mengejar mereka dengan penuh determinasi. Tarek segera memerintahkan kelompoknya untuk bersiap-siap menghadapi pertempuran. "Kita harus bertahan, sampai kita tiba di tempat yang lebih aman," katanya, matanya penuh perhitungan.
Di tengah persiapan itu, Vinia merasa hati kecilnya berdebar. Ini adalah pertarungan pertama yang ia hadapi sejak melarikan diri dari Garamon. Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa mundur. Ia harus kuat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Tarek dan rakyat Rattas yang tengah berjuang.
Ketika pasukan Garamon tiba, pertempuran pun pecah. Suara bentrokan senjata terdengar keras, namun Tarek dan kelompoknya melawan dengan gigih. Vinia, meski tidak terlatih dalam pertempuran, berusaha membantu dengan menyediakan ramuan-ramuan yang dapat menyembuhkan luka para pemberontak. Ia bekerja dengan cepat, memanfaatkan segala pengetahuan yang dimilikinya tentang ramuan yang bisa memberikan tenaga dan menyembuhkan cedera.
Di tengah kekacauan itu, Vinia merasakan kehadiran seseorang yang berbeda. Seorang pengawal Garamon yang tampaknya lebih tinggi pangkatnya, dengan pakaian yang lebih megah, muncul di hadapan Tarek. Tarek mengenali pria itu dengan cepat. "Pangeran Horsa," bisiknya dengan amarah yang terkendali.
Horsa berdiri dengan tatapan penuh kebencian, matanya tertuju pada Vinia yang kini berdiri di belakang Tarek. "Vinia, kau tidak akan pernah bebas dari tanganku," ujar Horsa dengan suara dingin. "Kau akan kembali, atau aku akan menghancurkan semuanya."
Vinia menatap Horsa dengan tatapan tajam, perasaan yang campur aduk memenuhi hatinya. "Aku tidak akan pernah menjadi milikmu, Pangeran Horsa," jawabnya dengan tegas, suaranya bergetar tetapi penuh keyakinan.
Pangeran Horsa tidak bisa menerima penolakan itu. "Kau pikir bisa melarikan diri dariku?" katanya dengan tawa yang penuh kebencian. "Aku akan membawa pasukan terbaik untuk mengejarmu hingga ke ujung dunia."
Namun, sebelum konflik itu berkembang lebih jauh, Tarek bergerak cepat. Dengan gerakan yang luar biasa cepat, ia menyerang Horsa dan para pengawalnya, memaksa mereka mundur. Pertempuran berlanjut dengan sengit, tetapi akhirnya, pasukan Garamon mundur setelah beberapa jam pertempuran yang melelahkan.
Saat akhirnya malam mulai tenang, Tarek berdiri di samping Vinia, keduanya terengah-engah karena kelelahan. "Kau baik-baik saja?" tanya Tarek dengan khawatir, meskipun ia sendiri masih merasa lelah.
Vinia mengangguk, meskipun tubuhnya terasa lelah dan luka kecil mulai muncul di kulitnya akibat pertempuran. "Saya baik-baik saja," jawabnya pelan, meskipun di dalam hatinya, ia merasa lebih kuat dari sebelumnya. "Terima kasih, Tarek."
Tarek hanya tersenyum kecil, namun di dalam hatinya, ia merasakan sebuah ikatan yang semakin dalam dengan Vinia. Ia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi kini ia merasa yakin bahwa bersama Vinia, mereka bisa menghadapi apapun yang akan datang