"selamat pagi Glenn"
Ibuku menyambutku saat melihat aku turun dari tangga.
"Selamat pagi ibu, ayah" jawabku kepada ibuku dan juga ayahku yang sudah duduk di meja makan.
"Cuci mukamu dan kemudian makan sarapan bersama" kata ibuku.
"Baik Bu" jawabku pelan.
Lalu aku pergi kebelakang, mengambil ember dan membuangnya kedalam sumur.
Setelah ember itu tenggelam aku lalu menarik tali yang mengikat embernya.
Perlahan aku tarik keatas.
Itu tidak mudah mengingat umurku yang masih sepuluh tahun.
Apalagi aku baru saja bangun tidur, tapi karena aku sudah terbiasa. Aku tidak terlalu merasa sulit.
Menaruh tanganku kedalam ember yang sekarang telah terisi oleh air.
Suhu airnya dingin sekali, tubuhku menjadi menggigil saat tanganku masuk kedalam air.
Tapi aku menahannya, aku mencuci muka ku dengan cepat, jika tidak aku akan lebih kedinginan.
Setelah aku merasa mukaku sudah aku cuci dengan bersih, aku kembali keruang makan.
Makanan sudah siap di atas meja, dan ibuku juga telah selesai memasak dan juga menungguku dengan duduk dikursi ditepi meja makan.
Aku berjalan ke meja makan.
"Selamat makan" setelah kami siap kami mengatakan itu secara bersamaan.
Hari kami dimulai dengan bahagia.
Waktu makan berlalu dengan cepat.
Saat ibuku membereskan piring dan peralatan makan yang kotor, aku berbicara dengan ayahku tentang apa yang telah aku pelajari tadi malam.
"Bagaimana, kamu sudah melihat levelmu, level berapa kamu sekarang ?" tanya ayahku dengan penuh perhatian.
"ugh, aku masih level 0 ", jawabku pelan dengan sedikit keraguan sebelum menjawabnya.
"eh, kenapa masih level 0, bukankah kamu sudah membunuh cukup banyak slime kemarin?" tanya ayahku dengan nada yang sedikit bingung dengan jawabanku.
"Um" aku mengangguk pelan lalu terus menjawab .
"tapi aku tidak mendapatkan pengalaman dari membunuh slime slime itu".
"kamu tidak mendapatkan pengalaman?!". Ayahku bereaksi dengan terkejut dan tanpa sadar meninggikan suaranya.
Ibuku juga terlihat menoleh kearah kami setelah mendengar suara keras yang dikeluarkan oleh ayahku.
"Iya, sepertinya itu karena pekerjaan yang aku bangkitkan" jawabku dengan tenang.
"Bagaimana dengan itu?" tanya ayahku dengan penasaran.
"dalam penjelasan pekerjaanku, aku akan mendapatkan sesuatu yang disebut nilai pembangunan jika aku membunuh monster, atau seperti itu" jawabku atas pertanyaan ayahku.
"jadi kamu tidak akan mendapatkan pengalaman dan sebagai gantinya kamu akan mendapatkan nilai pembangunan itu?" ayah menjawab perkataan ku dengan tanda tanya di kepalanya.
"iya, jadi aku tidak bisa meningkatkan levelku" jawabku.
"Jadi, apa gunanya nilai pembangunan itu?" tanya ayahku lagi.
"Aku juga tidak tahu, tidak ada penjelasan tentang itu pada papan informasiku" jawabku pelan tanpa perasaan apapun.
"tapi, aku rasa aku perlu mengumpulkan cukup banyak nilai pembangunan untuk tahu apa kegunaan dari nilai pembangunan itu", lanjutku sesuai dengan dugaan yang aku miliki tadi malam.
" tapi itu hanya dugaan ku, dan aku tidak tahu sampai aku mengumpulkan cukup banyak nilai itu" lanjutku lagi.
"huh, maaf ayah tidak bisa membantu tentang itu" ayahku mendesah pelan seakan menyalahkan dirinya karena tidak bisa membantu.
Yah, mungkin aku tahu apa yang ia khawatirkan.
Tidak bisa meningkatkan level adalah perkara yang buruk, dimana di dunia ini meningkatkan level adalah hal yang wajar dan penting.
Selain untuk meningkatkan kekuatan itu juga akan meningkatkan kemampuan dari pekerjaan yang dibangkitkan.
Tanpa peningkatan level, semua itu tidak dapat diperoleh.
Jika dikatan secara kasar adalah aku itu adalah orang yang tidak berguna dan tidak memiliki masa depan.
"jangan khawatir ayah, dan juga jangan merasa bersalah. Bahkan tuan yang memimpin penilaian kemarin tidak tahu apa-apa tentang pekerjaanku, apalagi ayah, jadi jangan khawatir dan menyalahkan diri ayah" , aku menghiburnya dengan pelan agar ayahku tidak menyalakan dirinya.
Ayahku adalah ayah yang baik, dari kecil sampai sekarang di umurku yang sepuluh tahun, dia selalu baik padaku.
"Baiklah ayah, jangan terlalu dipikirkan, aku akan pergi dulu untuk melanjutkan berburu slime nya".
" ayah, ibu aku berangkat ".
Membawa pedang pendek kemarin, aku keluar rumah dengan pakaian biasa. Dan melambaikan tangan saat meninggalkan pintu rumah.
Tanpa menunggu reaksi mereka aku berlari menuju keluar desa.
Nama desaku adalah desa Seed.
Itu adalah desa yang kecil yang mungkin hanya memiliki puluhan rumah tangga dan ratusan jiwa sebagai penduduknya.
Yang tinggal hanyalah orang tua dan anak-anak, orang dewasa yang masih memiliki fisik yang kuat pergi ke kota untuk menjadi petualang, hanya sedikit yang tinggal di desa karena pekerjaan mereka tidak cocok untuk menjadi seorang petualang.
Kebanyakan orang memiliki cita-cita sebagai seorang petualang.
Di dunia ini petualang adalah hal yang umum, bahkan anak-anak perempuan juga begitu.
Tapi aku tidak termasuk, sebagai jiwa yang telah dewasa, aku sudah memiliki kepribadian yang tetap dan sulit untuk merubahnya meski hidup di dunia yang berbeda ini selama sepuluh tahun.
Kedamaian adalah hal yang baik dan sulit untuk dicari.
Aku tidak ingin mempertaruhkan hidupku hanya untuk sesuatu seperti petualangan yang mendebarkan dan juga sesuatu seperti menjadi kaya mendadak dalam petualangan mencari harta karun.
Lupakan tentang itu, aku sampai di tempat kemarin. Mencoba mencari mangsa untuk aku bunuh.
Mendengar kata bunuh itu membuatku tidak nyaman.
Bukanya aku belum membunuh hewan sebelumnya saat di dunia sebelumnya.
Tapi entah kenapa aku tetap merasa tidak nyaman. Dunia ini penuh dengan pertarungan, dan hal seperti bunuh dan membunuh adalah hal yang umum.
Lagipula manusia harus bertarung dengan monster, jika kita tidak membunuh mereka, mereka akan membunuh kita.
Mungkin aku hanya belum menyatu dengan kehidupan dunia ini, dan dalam perasaan terdalamku aku masih menolak dunia ini.
Itu hanya perasaan sesat. Dan kemudian aku tidak peduli lagi.
Mencari di daerah kemarin aku memburu slime. Aku tak menemukan satupun dari mereka sekarang.
Biasanya mereka ada banyak, itulah yang dikatakan oleh ayahku yang sering keluar desa untuk pergi ke gunung untuk berburu mangsa.
Tapi saat ini aku tidak melihat satupun dari mereka.
Melihat langit, matahari sudah cukup tinggi. Mungkin anak-anak lain yang membangkitkan pekerjaan berkaitan dengan pertempuran yang membunuhnya sebelum aku datang.
Ini serasa melihat cerita novel tentang permainan realitas virtual dari negara tirai bambu saat pembukaan permainan.
Para pemain berebut monster bahkan saling bertarung hanya untuk membunuh monster.
Menggelengkan kepalaku, aku mencari slime ke tempat yang lain, atau lebih tepatnya lebih jauh dari desa.
Mungkin di daerah lahan pertanian masih ada slime yang tersisa, jadi aku berangkat kesana.