Chereads / berkultivasi untuk menjadi yang terkuat dan tidak tertandingi / Chapter 44 - Perpisahan di Persimpangan Nasib

Chapter 44 - Perpisahan di Persimpangan Nasib

Setelah pertempuran melawan Dewa Kegelapan Abadi, Xiao Shao dan Ling kembali ke Desa Baitian, tempat di mana petualangan mereka dulu dimulai. Desa itu kini damai, warganya hidup tenang tanpa ancaman. Namun, di balik kedamaian itu, kegelisahan menggerogoti hati Ling.

Suatu malam, di bawah langit berbintang, Ling duduk di tepi sungai sambil memandang air yang mengalir tenang. Xiao Shao mendekat, membawa dua cangkir teh hangat.

"Kau terlihat berat akhir-akhir ini," kata Xiao Shao, duduk di sampingnya.

Ling menghela napas. "Xiao Shao... kita sudah melalui banyak hal bersama. Tapi semakin jauh kita melangkah, semakin aku merasa... jalanku berbeda denganmu."

Xiao Shao diam, matanya menyiratkan pertanyaan.

"Kau sekarang telah mencapai Ranah Dewa Naga. Dunia membutuhkanmu untuk melawan ancaman yang lebih besar. Tapi aku..." Ling menatap telapak tangannya, "Aku merasa ada hal lain yang harus kulakukan. Aku ingin melindungi hal-hal kecil—desa, orang-orang biasa, seperti yang dulu kita lakukan. Bukan terus mengejar pertempuran antar dimensi."

Xiao Shao menunduk. Udara malam terasa lebih dingin. "Jadi kau ingin berpisah?"

"Bukan berpisah selamanya," jawab Ling, suaranya bergetar. "Tapi... jalanku sekarang menuntunku ke tempat lain. Aku harus menemukan arti kekuatanku sendiri, tanpa bayang-bayangmu."

**Kilas Balik Ikatan**

Dalam diam, ingatan mereka berdua melayang ke masa lalu:

- Saat pertama kali bertemu di tengah hutan, Ling menyelamatkan Xiao Shao dari serangan serigala mitos.

- Ketika mereka berjanji di bawah Gerbang Naga untuk menjadi partner yang tak terpisahkan.

- Saat Ling hampir kehilangan nyawa di Pertempuran Laut Merah, dan Xiao Shao mengorbankan separuh kekuatannya untuk menyelamatkannya.

Tapi kini, setelah Xiao Shao mencapai puncak kultivasi, jurang kekuatan antara mereka semakin lebar. Ling merasa seperti ranting yang tertinggal di belakang pohon raksasa.

**Keputusan yang Tak Terelakkan**

Keesokan paginya, di persimpangan jalan di ujung desa, Ling berdiri dengan tas kecil di pundak. Xiao Shao menatapnya, wajahnya tetap tenang meski hancur di dalam.

"Ke mana kau akan pergi?" tanyanya.

"Ke Timur, ke Kota Yuhan. Aku dengar ada sekelompok kultivator di sana yang fokus melindungi desa-desa dari makhluk kecil. Aku ingin belajar dari mereka," jawab Ling. "Dan kau?"

Xiao Shao memandang ke Barat, di mana langit di ujung cakrawala berwarna kemerahan. "Aku harus ke Gunung Api Terlupakan. Naga Purba memberi tahuku bahwa ada energi purba di sana yang bisa mengancam keseimbangan dimensi."

Angin berhembus membawa daun-daun kering di antara mereka.

"Kita akan bertemu lagi, bukan?" tanya Ling, mencoba tersenyum.

"Selama bintang-bintang masih ada di langit," jawab Xiao Shao, mengulang janji lama mereka.

**Perpisahan**

Ling melangkah pergi, bayangannya semakin kecil di jalan berdebu. Xiao Shao tetap berdiri sampai sosoknya hilang dari pandangan. Di sakunya, ia menggenggam liontin pemberian Ling—sebuah jimat berbentuk naga dan burung phoenix yang saling melingkari.

**Perjalanan Solo Xiao Shao**

Tanpa Ling, perjalanan terasa lebih sunyi. Xiao Shao melewati hutan belantara, mengandalkan naluri kultivasinya untuk mendeteksi bahaya. Di tengah kesendirian, ia mulai merenung:

- Apakah kekuatan tertinggi memang harus diraih dengan mengorbankan ikatan?

- Bisakah ia tetap menjadi "Xiao Shao" yang dulu, ataukah kini ia hanya sekadar "Dewa Naga" yang terpisah dari kemanusiaannya?

Suatu malam, di tengah meditasi, bayangan Naga Purba muncul.

"Kesepian adalah ujian terberat bagi mereka yang mencapai puncak," bisiknya. "Tapi ingat, kekuatan sejati bukan hanya untuk menghancurkan musuh, tapi juga untuk melindungi yang tak bisa kau pegang."

**Pertanda Ancaman Baru**

Di Gunung Api Terlupakan, Xiao Shao menemukan sesuatu yang mengerikan: sebuah altar kuno dengan prasasti bertuliskan **"Gerbang Para Leviathan"**. Di tengah altar, ada celah kecil ke dimensi lain—di dalamnya, ribuan mata merah menyala mengintip, dan suara gemuruh menggetarkan jiwa terdengar.

Tiba-tiba, seekor makhluk mirip ular raksasa dengan sisik hitam bermata seribu menyembul dari celah itu. Xiao Shao mengerahkan 10% kekuatan dewa naganya, tapi makhluk itu hanya tertawa.

"Kau kuat, Dewa Naga," desisnya, "Tapi kau takkan bisa melawan kami sendirian."

Xiao Shao menggigit bibir. Untuk pertama kalinya sejak mencapai puncak, ia merasa... takut.

**Ling di Kota Yuhan**

Sementara itu, Ling tiba di Kota Yuhan yang dikelilingi tembok tinggi. Di sana, ia bertemu **Sect Pelindung Senyap**, kelompok kultivator yang mengajari cara membentuk barrier perlindungan skala besar. Namun, di malam pertama, kota itu diserang oleh kawanan **Serigala Kegelapan**—makhluk yang seharusnya hanya muncul di dimensi lain.

"Ada yang tidak beres," bisik Ling sambil mengacungkan pedang. "Serangan ini terkait dengan ancaman yang dihadapi Xiao Shao."

Di kejauhan, langit Barat memancarkan kilatan energi keemasan—pertanda Xiao Shao sedang bertarung.

**Bab Ini Berakhir Dengan:**

Xiao Shao, yang terjepit melawan Leviathan, tiba-tiba mendengar suara Ling dari jimat liontinnya: *"Kau tidak sendirian, Xiao Shao. Aku selalu di sini."*

Kekuatan persahabatan mereka memancar dari liontin, membentuk barrier emas yang mendorong balik Leviathan. Sementara itu, di Kota Yuhan, Ling menemukan prasasti kuno yang menggambarkan naga dan phoenix—simbol bahwa jalan mereka akan bersatu lagi saat dunia benar-benar membutuhkan.