Chereads / Immortal Cultivation: Beyond Revenge - For Love and Eternity / Chapter 4 - Bab 3: Pedang Spiritual dan Janji yang Tak Pernah Pudar

Chapter 4 - Bab 3: Pedang Spiritual dan Janji yang Tak Pernah Pudar

Waktu terus berlalu. Seiring pergantian musim dan tahun, Yan Ling semakin tenggelam dalam dunia kultivasinya. Tahun demi tahun, ia menghabiskan hidupnya dalam kesendirian, jauh dari dunia luar. Gua terpencil yang ia pilih menjadi tempat untuk melatih diri seakan menjadi rumahnya yang baru. Hari-hari dilalui dengan penuh latihan keras, berlatih untuk menguasai Qi dalam tubuhnya, mengasah teknik kultivasi yang ia pelajari dengan tekun. Keputusasaan yang pernah ia rasakan di masa lalu telah lenyap, digantikan oleh tekad yang semakin menguat.

Di tengah kesunyian gua, Yan Ling merasakan perubahan dalam dirinya. Qi yang mengalir dalam tubuhnya semakin halus dan kuat. Meskipun ia tidak pernah bertemu dengan seorang guru atau bahkan seorang teman, ia mulai merasakan bahwa dirinya berkembang. Namun, semua itu tidak cukup. Yan Ling tahu, hanya dengan kekuatan yang tak terhitung, ia bisa mencapai tujuannya: membalas dendam pada pembunuh ayahnya dan pada sekte yang membuangnya begitu saja.

Di tahun ketiga dalam pengasingannya, suatu kejadian luar biasa terjadi. Pada suatu malam yang tenang, Yan Ling sedang melakukan latihan dengan tubuh bersila, memusatkan seluruh perhatiannya pada Qi yang mengalir di dalam tubuhnya. Saat itu, di tengah latihan mendalamnya, sesuatu yang asing muncul di hadapannya. Dari kegelapan gua, sebuah cahaya lembut bersinar, memancar dari dalam sebuah batu besar yang terletak di sudut gua.

Yan Ling membuka matanya, terkejut melihat cahaya itu. Ia bangkit, mendekati batu besar tersebut. Ketika ia menyentuhnya, batu itu bergerak dengan sendirinya, terbelah menjadi dua, dan di dalamnya tersembunyi sebuah pedang. Pedang itu berkilau dengan aura spiritual yang kuat, seakan hidup. Warna pedangnya adalah perak keemasan, dengan hiasan ukiran halus di sepanjang bilahnya. Ada sesuatu yang sangat istimewa dari pedang ini, dan Yan Ling merasakan energi spiritual yang begitu kuat mengalir darinya.

Pedang Spiritual, ia tahu bahwa ini bukan sembarang pedang. Dalam dunia kultivasi, senjata semacam ini hanya dimiliki oleh kultivator yang sangat kuat atau mereka yang memiliki nasib luar biasa. Pedang ini, seakan merespons sentuhan tangannya, bergetar pelan, memancarkan kilauan cahaya yang semakin terang.

Tanpa ragu, Yan Ling menggenggam pedang itu. Begitu ia menggenggamnya, sebuah visi muncul di dalam benaknya. Dalam kilasan cahaya, ia melihat dirinya terbang dengan pedang itu, melintasi langit dan mengendalikan angin dengan satu gerakan. Visi itu mengungkapkan suatu kemampuan luar biasa—pedang itu bisa digunakan untuk pedang terbang, teknik yang hanya dimiliki oleh kultivator tingkat tinggi. Namun, lebih dari itu, pedang itu juga memberinya suatu pesan: "Kekuatanmu telah mencapai Qi Purification, Tingkat 5."

Yan Ling terkejut, matanya terbuka lebar. "Qi Purification, Tingkat 5?" gumamnya dalam hati. Ia merasa cemas, tetapi juga merasa tercengang. Tiga tahun yang ia habiskan di gua ini ternyata telah membuahkan hasil. Ia telah mencapai tingkat yang cukup tinggi, meskipun tanpa bantuan siapapun.

Namun, sebuah peringatan muncul dalam pikirannya. "Pedang ini mempercepat proses kultivasi, tapi…" Ia teringat bahwa meskipun pedang ini dapat membantu mempercepat kenaikan tingkat, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan selanjutnya tetap memakan waktu setidaknya satu tahun. Pedang ini tidak bisa menyembuhkan segalanya dalam semalam.

Yan Ling menyadari bahwa meskipun pedang ini dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan kultivasinya, ia tetap harus melalui proses panjang dan penuh kesulitan untuk benar-benar mencapai puncak potensinya. Meskipun demikian, ia merasa harapan baru muncul dalam dirinya. "Ini adalah langkah pertama, bukan akhir. Aku harus terus berlatih dan mengasah kekuatan ini."

Tangan Yan Ling menggenggam pedang itu lebih erat. "Sekali lagi, aku berjanji. Aku akan lebih kuat dari yang pernah kalian bayangkan. Sekte Yuhuan… mereka akan menyesali hari ketika mereka membuangku."

Gua itu kini dipenuhi oleh aura yang kuat, energi spiritual yang mengalir seakan mengikuti gerakan Yan Ling. Ia bisa merasakan Qi-nya semakin mengalir dengan lancar, seakan pedang itu menyatu dengan dirinya. Meskipun masih jauh dari kata sempurna, Yan Ling merasa dirinya berada di jalur yang benar.

Dengan pedang spiritual yang baru ditemukannya, Yan Ling melanjutkan latihan intensifnya. Setiap hari, ia melakukan latihan dengan pedang itu, mempraktikkan teknik pedang terbang yang semakin menguasainya. Namun, meskipun ia bisa merasakan peningkatan yang cepat, ia tetap tidak merasa puas. "Ini baru permulaan," pikirnya. "Aku belum mencapai apa-apa. Aku harus lebih kuat."

Dalam latihan yang terus-menerus, waktu terus bergulir. Setiap detik, Yan Ling semakin terfokus, tidak ada lagi keraguan atau kelemahan dalam hatinya. Hanya ada satu tujuan—untuk kembali ke dunia luar dan membalas dendam. "Aku akan kembali ke desa, ibu... Aku tidak akan mengingkari janjiku," bisiknya dalam hati.

Setiap malam, ia bermeditasi dalam kesunyian, membiarkan Qi-nya mengalir dengan bebas, memanfaatkan pedang spiritual untuk mempercepat proses kultivasinya. Namun, ia tahu bahwa meskipun pedang itu membantunya, keberhasilannya tetap bergantung pada dirinya sendiri. Ia harus melewati banyak tantangan dan rintangan. Tidak ada jalan yang mudah, dan Yan Ling tidak pernah menginginkan jalan yang mudah.

Tahun kedua berlalu. Yan Ling semakin kuat, namun ia merasa ada sesuatu yang hilang. Ia merasakan ada kekosongan dalam dirinya yang belum bisa ia penuhi. "Apakah aku cukup kuat? Akankah aku benar-benar bisa membalas dendam pada mereka?" gumamnya pada suatu malam.

Namun, ia segera mengusir pikiran itu. "Tidak ada gunanya meragukan diri sendiri. Aku hanya perlu lebih kuat."

Pedang Spiritual yang ia temukan ternyata lebih dari sekadar senjata. Ia adalah simbol tekad, simbol dari janjinya pada ibunya dan pada dirinya sendiri. Setiap kali ia menggenggam pedang itu, ia mengingat apa yang telah ia tinggalkan—desanya, ibunya, dan pembunuh ayahnya. Semua itu mendorongnya untuk terus maju, untuk tidak pernah berhenti, tidak peduli berapa banyak rintangan yang harus dihadapi.

Dengan satu tujuan yang jelas dalam pikirannya, Yan Ling melangkah lebih jauh dalam kultivasinya. Kekuatan yang ada dalam dirinya semakin besar, dan ia tahu bahwa waktunya untuk kembali ke dunia luar semakin dekat. Namun, ia tidak terburu-buru. "Satu langkah pada satu waktu," ia berpikir. "Aku akan melangkah lebih jauh, hingga tidak ada yang bisa menghentikanku."