Langit pagi menyambut Yan Ling dengan warna kebiruan yang cerah. Setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan, akhirnya ia sampai di pintu gerbang utama Sekte Yuhuan. Di hadapannya berdiri sebuah kompleks megah yang terbentang luas, dengan menara tinggi menjulang ke angkasa dan kuil-kuil besar yang dikelilingi oleh taman-taman yang tertata rapi. Tak jauh dari sana, para kultivator muda tampak bersiap untuk mengikuti ujian penerimaan sekte.
Yan Ling berdiri di depan gerbang utama, menarik napas dalam-dalam. "Ini saatnya," bisiknya, hatinya penuh dengan semangat dan sedikit kecemasan. Semua orang yang datang ke Sekte Yuhuan berharap untuk diterima, dan hanya yang paling kuat yang akan dipilih untuk bergabung. Selama bertahun-tahun, sekte ini telah dikenal sebagai tempat yang menghasilkan kultivator terkuat, yang mampu mengendalikan elemen-elemen alam dan melampaui batas manusia. Semua orang yang masuk ke sekte ini harus melalui Pengecekan Spiritual yang ketat. Tidak ada tempat bagi yang lemah.
Dengan langkah mantap, Yan Ling melangkah maju, memasuki aula ujian bersama para calon lainnya. Setiap orang yang datang memiliki niat yang sama—untuk menjadi lebih kuat. Sekte Yuhuan dikenal sangat selektif. Hanya mereka yang memiliki potensi spiritual yang tinggi yang diterima.
Di dalam aula, terdapat sebuah altar besar yang diukir dari batu putih. Di atasnya, terdapat sebuah bola kristal besar yang berkilauan dengan cahaya mistis. Di sekitar altar, beberapa orang berpakaian sekte berdiri, matanya tajam mengamati setiap calon yang datang.
Salah seorang penguji, seorang wanita dengan jubah berwarna biru laut, memanggil satu per satu nama dari daftar yang telah disiapkan. "Calon pertama, Lin Zhiyun."
Seorang pemuda tinggi dan tegap maju ke altar dengan langkah penuh percaya diri. Dia meletakkan tangannya di atas bola kristal, dan seketika itu juga, bola kristal itu bersinar terang, memancarkan cahaya yang kuat. Para penguji mengangguk puas. "Lin Zhiyun, diterima."
Setiap kali calon yang kuat berhasil, cahaya bola kristal akan bersinar lebih terang. Calon yang diterima akan diberi tanda pada dahi mereka sebagai simbol bahwa mereka telah diterima sebagai anggota Sekte Yuhuan.
Setelah beberapa calon berhasil diterima, akhirnya giliran Yan Ling. Dengan hati berdebar, ia melangkah maju, meletakkan tangannya pada bola kristal.
Namun, setelah beberapa detik, tidak ada cahaya yang muncul. Bola kristal itu tetap redup, bahkan sedikit bergetar seakan menolak energi dari tangannya. Mata para penguji mulai menyipit, dan bisikan mulai terdengar di sekitar ruangan.
"Tidak ada tanda-tanda kekuatan spiritual yang cukup... Tidak cukup kuat untuk diterima."
Yan Ling merasakan seolah dunia berhenti sejenak. Hatinya serasa dihantam batu besar. "Apa ini?" Ia berpikir, "Kenapa aku tidak bisa?"
Penguji wanita itu menatapnya dengan tatapan kecewa. "Calon berikutnya, Yan Ling. Kekuatan spiritualmu tidak memenuhi syarat. Kamu terlalu lemah untuk menjadi anggota Sekte Yuhuan."
Yan Ling merasa seolah seluruh tubuhnya kehilangan kekuatan. Dia ingin berkata sesuatu, namun kata-kata itu tertahan di tenggorokannya. Semua pengujian yang telah dia jalani, perjalanan yang telah ia tempuh, dan harapan yang telah dipendam—semuanya terasa sia-sia.
Di antara kerumunan, beberapa calon yang telah diterima menatapnya dengan kasihan, sementara beberapa yang lain hanya menganggapnya sebagai kegagalan yang wajar. Yan Ling ingin mengangkat kepalanya, tetapi beratnya kegagalan itu membuatnya terdiam.
Tiba-tiba, sebuah suara dalam hati Yan Ling bergema. "Aku telah berjanji kepada ibuku. Aku tidak boleh menyerah."
Dia teringat pada ibunya yang pernah menangis dengan penuh harapan, berharap agar dia bisa kembali dengan kekuatan yang cukup untuk membalas dendam pada pembunuh ayahnya. Yan Ling menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir jatuh. Tidak, aku tidak bisa mengingkari janjiku.
Tanpa menghiraukan tatapan kecewa yang ada di sekitarnya, Yan Ling berjalan keluar dari aula ujian dengan langkah perlahan. Dunia terasa hampa, dan keputusasaan menggelayuti pikirannya. "Aku lemah... aku benar-benar gagal," pikirnya dalam hati. "Aku tidak bisa kembali ke desa... tidak bisa memenuhi harapan ibuku."
Setelah keluar dari Sekte Yuhuan, Yan Ling mengasingkan diri. Ia menuju sebuah gua terpencil di ujung pegunungan, jauh dari peradaban dan keramaian. Di tempat itu, dia memutuskan untuk berkultivasi seorang diri. Tak ada yang tahu apa yang terjadi di balik tembok gua yang sunyi.
Malam pertama di gua itu, Yan Ling duduk bersila di atas batu keras, dengan pandangan kosong. Hanya suara angin yang berdesir melalui celah-celah batu dan bunyi gemericik air yang menenangkan hatinya. Namun di dalam hatinya, api dendam yang tidak pernah padam tetap menyala.
"Aku tidak bisa menyerah. Aku harus menjadi lebih kuat. Untuk ibuku, untuk ayah, untuk desa ini."
Malam demi malam, bulan berganti bulan, dan tahun demi tahun berlalu. Yan Ling tidak peduli dengan waktu. Yang ia tahu hanya satu—dia harus mengasah kekuatan dalam dirinya. Dalam kesendirian itu, ia belajar untuk mengendalikan Qi, mengolah energi yang ada dalam tubuhnya, dan memperkuat tubuh fisiknya. Setiap malam, ia berlatih hingga tubuhnya terluka, hingga kesakitan seakan menjadi bagian dari dirinya.
Hari demi hari, ia melupakan rasa takut dan kesedihan yang dulu menyelimutinya. Hanya ada satu tujuan yang terus membara dalam dirinya—untuk menjadi lebih kuat. Kekuatannya terus berkembang, meskipun tidak ada orang yang melihatnya. Ia menjadi sosok yang keras kepala dan tidak kenal lelah.
Tahun pertama, Yan Ling hanya bisa merasakan peningkatan kecil dalam tubuh dan kekuatannya. Namun, ia tidak berhenti. Di tahun kedua, ia mulai mengerti dasar-dasar teknik kultivasi yang lebih mendalam. Di tahun ketiga, ia berhasil menembus batas-batas tubuhnya, mencapai tingkat yang bahkan tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Yan Ling mulai mengerti bahwa kekuatan sejati bukan hanya datang dari fisik, tetapi juga dari ketekunan, keberanian, dan tekad yang tidak bisa dihentikan oleh apapun. Tahun demi tahun berlalu, dan ia terus melampaui batas-batas yang ada, semakin mendekati tujuannya.
Namun, di malam yang sunyi itu, saat angin berbisik pelan, Yan Ling tahu bahwa jalan yang ia pilih akan semakin berat. Dan ia siap untuk menanggungnya.