Matahari pagi baru saja muncul di balik pegunungan, sinarnya yang keemasan menerpa desa kecil Qingshan. Kabut tipis masih melayang di antara pepohonan, membawa aroma embun yang menyegarkan. Di tengah suasana yang damai itu, seorang pemuda tengah sibuk mengangkut ember kayu berisi air dari sumur desa.
Yan Ling menghela napas panjang. Keringat membasahi dahinya, tetapi dia tetap melanjutkan pekerjaannya tanpa mengeluh. Sejak kecil, kehidupannya tak pernah mudah, namun dia tak pernah menyesalinya. Baginya, membantu ibunya adalah bentuk pengorbanan kecil yang harus dia lakukan sebagai seorang anak.
Saat ia berjalan kembali ke rumah, beberapa orang desa menatapnya dengan harapan yang sulit dijelaskan. Mereka tahu, hanya Yan Ling yang cukup kuat untuk membawa perubahan bagi desa ini.
"Yan Ling, kau yakin akan pergi ke Sekte Yuhuan?" suara berat seorang pria tua, kepala desa Qingshan, menyapanya.
Yan Ling berhenti sejenak, memandang pria tua itu dengan penuh keyakinan. "Ya, Kepala Desa. Ini satu-satunya jalan."
Pria tua itu menghela napas, matanya terlihat sedikit berkabut. "Sekte Yuhuan bukan sekte sembarangan, hanya mereka yang memiliki potensi besar yang bisa diterima. Jika kau gagal… mungkin kau tak akan bisa kembali ke desa ini lagi."
Yan Ling menggenggam liontin giok kecil di lehernya—satu-satunya peninggalan ayahnya. "Aku tidak peduli seberapa sulit jalannya. Jika aku tetap di sini, aku akan selamanya menjadi orang lemah yang tidak bisa melakukan apa-apa."
Kepala desa menepuk bahunya pelan. "Kalau begitu, jadilah kuat, Nak. Kami semua percaya padamu."
—
Sesampainya di rumah, ibunya, Mei Lan, tengah duduk di depan tungku kecil, menyiapkan bubur sederhana untuk sarapan mereka. Wajahnya yang lembut tampak dipenuhi kekhawatiran, meski ia berusaha menyembunyikannya dengan senyum tipis.
"Ibu," panggil Yan Ling sambil duduk di sampingnya. "Aku akan berangkat hari ini."
Tangan ibunya yang tengah mengaduk bubur berhenti sejenak. Wajahnya berubah muram, meski ia sudah mengetahui keputusan ini sejak lama.
"Ling'er… Apa kau benar-benar harus pergi?" suaranya terdengar bergetar.
Yan Ling menggenggam tangan ibunya dengan erat. "Ibu tahu bahwa aku tidak bisa tinggal di sini selamanya. Aku harus menjadi lebih kuat. Bukan hanya untuk membalas dendam ayah, tapi juga untuk melindungi ibu… dan desa ini."
Air mata mulai menggenang di mata Mei Lan. Ia tahu putranya telah tumbuh menjadi pria yang kuat dan bertekad, tetapi baginya, Yan Ling tetaplah anak kecil yang dulu sering berlari-lari di ladang.
Tanpa menahan lagi, ia memeluk putranya erat-erat. "Aku hanya ingin kau hidup bahagia, Nak… Tidak peduli seberapa besar dendammu, ibu tidak ingin kau kehilangan dirimu sendiri."
Yan Ling membalas pelukan itu dengan lembut. "Aku tidak akan pernah melupakan siapa diriku, Bu. Aku berjanji akan kembali, lebih kuat dari sebelumnya."
Saat akhirnya mereka berpisah, Yan Ling merogoh sesuatu dari dalam sakunya. Sebuah giok kecil, sedikit retak di sisi pinggirnya, tetapi masih bercahaya lembut di bawah sinar matahari pagi.
"Ibu, ini milikku sejak kecil. Aku ingin ibu menyimpannya, agar selalu mengingatku."
Mei Lan mengambil giok itu dengan tangan gemetar. "Kau tidak perlu memberikan ini… Kau adalah anakku, aku tidak akan pernah melupakanmu."
Yan Ling tersenyum. "Tetaplah sehat, Bu. Aku akan kembali sebelum ibu menyadarinya."
Ibunya hanya bisa menangis, melihat putranya perlahan berjalan menjauh.
—
Di perbatasan desa, beberapa penduduk berkumpul untuk mengantar kepergian Yan Ling. Mereka tahu, jika pemuda itu berhasil, maka harapan mereka untuk melawan para kultivator yang selama ini menindas mereka masih ada.
"Pergilah dengan selamat, Yan Ling!"
"Jangan pernah melupakan desa ini!"
Yan Ling menoleh, menatap desa yang telah menjadi rumahnya sejak kecil. Dengan tekad yang membara di dadanya, ia berbalik dan mulai melangkah menuju masa depannya yang tak pasti.
Takdirnya baru saja dimulai.