Disaat tongkat arka melesat yg di penuhi cahaya terlihat oleh para murid serta latihan yang semakin di perkotaan mengherankan para murid dan mereka bertanya" , mereka berkumpul di aula pelatihan untuk menanyakan kepada para mentor.
Aula latihan dipenuhi oleh para murid dari berbagai tingkatan kekuatan dan kemampuan, semua berkumpul dengan ekspresi gelisah dan penasaran. Selain kelompok inti Dimas, Shoko, Riko, Mira, Reno, Lila, dan Kael, puluhan murid lainnya turut hadir, masing-masing dengan kemampuan unik dan potensi besar. Bisik-bisik di antara murid mulai terdengar semakin keras, memenuhi ruangan yang biasanya tenang dengan ketegangan yang sulit ditepis. Mereka saling bertanya-tanya tentang tongkat arka yg melesat di penuhi cahaya dan alasan di balik latihan ekstra yang kini digalakkan oleh para mentor, seolah ada ancaman yang mengintai.
Seorang murid di dekat Lila, dengan rambut cokelat dan mata penuh kekhawatiran, bertanya pelan namun terdengar jelas, "Apakah kalian merasa akhir akhir ini arka tak kunjung kembali? Kenapa para mentor terlihat begitu tegang?"
Lila mengangguk, merasa dirinya juga diliputi kecemasan yang sama. "Aku merasakan hal yang aneh, seolah ada sesuatu yang sengaja disembunyikan dari kita," gumamnya.
Di sisi lain ruangan, sekelompok murid yang biasanya tenang mulai berbicara lebih keras, mengungkapkan kekhawatiran yang selama ini hanya mereka simpan. "Kalau kita tidak tahu apa yang sedang terjadi, bagaimana kita bisa siap menghadapi apa pun itu?" suara seorang murid bergema, menambah kecemasan murid-murid lain di sekitarnya.
Kata-kata itu segera menyebar, membuat suasana aula semakin riuh. Murid-murid mulai memandang para mentor mereka โ Galen, Aruna, Liora, dan Darian โ yang berdiri di depan aula dengan ekspresi serius. Mereka tampak saling bertukar pandang, seakan mencoba mencari cara terbaik untuk meredam ketegangan di antara para murid tanpa mengungkapkan terlalu banyak informasi.
Galen, dengan sikap tenang namun penuh wibawa, maju ke depan aula dan memandang seluruh murid. "Kami tahu kalian memiliki banyak pertanyaan dan kekhawatiran. Tapi yang perlu kalian lakukan sekarang adalah fokus pada pelatihan dan meningkatkan kekuatan masing-masing. Tidak semua hal perlu kalian ketahui saat ini," katanya dengan suara tegas.
Namun, ketegangan tak mudah mereda. Di antara barisan murid, seorang pria dengan sikap berani berseru, "Bagaimana kami bisa merasa aman jika para mentor menyembunyikan hal-hal penting dari kami? Kami layak tahu apa yang sedang terjadi!"
Aruna, yang memperhatikan ketidakpuasan mulai menyebar, mencoba menenangkan murid-murid dengan pendekatan lebih lembut. "Kami memahami kegelisahan kalian. Namun, ada alasan mengapa kami harus menjaga beberapa hal dari pengetahuan kalian saat ini. Semua yang kami lakukan adalah demi keselamatan kalian. Ada hal-hal yang bisa mengganggu fokus kalian jika terlalu cepat diketahui."
Kegelisahan itu, meski sedikit mereda, masih menyisakan keraguan di hati para murid. Beberapa murid di barisan belakang masih terlihat tidak puas, dengan gumaman-gumaman kecil yang saling bersahut-sahutan. Beberapa bahkan terlihat saling bertukar pandang, seakan mencari teman sependapat untuk berbagi kekhawatiran.
Di tengah suasana itu, Reno dan Riko yang berdiri bersebelahan memperhatikan perubahan ekspresi di wajah teman-teman mereka. Reno, yang selama ini dikenal dengan sikap tenangnya, terlihat lebih serius dari biasanya. "Apa kau merasa ini hanya soal latihan biasa, Riko?" bisiknya.
Riko menggelengkan kepala, matanya menatap ke depan dengan tajam. "Tidak, Reno. Aku merasa ada yang lebih besar di balik semua ini. Para mentor jelas menyembunyikan sesuatu."
Di sudut lain aula, Dimas, Shoko, Mira, dan Kael juga memperhatikan gelagat dari kelompok lain. Beberapa murid terlihat mulai berbisik-bisik dalam kelompok kecil, seolah-olah mereka sedang merencanakan sesuatu. Dimas menoleh ke Shoko dan berkata, "Sepertinya bukan hanya kita yang penasaran. Lihat saja mereka, semua seperti sedang merasakan hal yang sama."
Shoko mengangguk, "Aku juga merasakan sesuatu yang berbeda. Aura para mentor juga terlihat lebih tegang dari biasanya."
Tidak lama kemudian, Darian melangkah maju untuk menenangkan situasi dengan cara yang lebih bersahabat. "Kami mengerti bahwa kalian semua ingin tahu lebih banyak. Itu wajar. Tapi percayalah, setiap latihan yang kalian jalani saat ini adalah bagian dari persiapan untuk sesuatu yang lebih besar. Kami hanya meminta agar kalian fokus pada latihan dan meningkatkan kekuatan kalian masing-masing."
Beberapa murid mulai merasa sedikit tenang setelah mendengar ucapan Darian. Namun, beberapa lainnya tetap merasa bahwa masih ada yang disembunyikan. Murid-murid yang biasanya diam kini terlihat semakin berani menyuarakan pendapat mereka.
"Bagaimana kita bisa tahu apa yang kita hadapi jika kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi?" tanya seorang murid yang berdiri di tengah aula dengan suara lantang. Kata-katanya mengundang persetujuan dari beberapa murid lain yang berdiri di sekitarnya.
Liora, yang selama ini diam mendengarkan, maju dan berbicara dengan lembut namun tegas. "Setiap latihan yang kami berikan adalah untuk membentuk kalian menjadi lebih kuat. Kami yakin kalian akan memahami tujuannya di waktu yang tepat. Tapi sekarang, percayalah pada kami."
Meskipun sebagian besar murid mulai mereda, beberapa tetap mempertahankan aura keraguan. Seorang murid perempuan yang berdiri di barisan depan, dengan tatapan penuh ketegasan, bertanya dengan nada bergetar, "Apakah benar ini demi kebaikan kami, atau ada sesuatu yang lebih besar yang sedang kalian sembunyikan dari kami?"
Keheningan sejenak memenuhi aula setelah pertanyaan itu dilontarkan. Para mentor saling berpandangan, tampak ragu apakah mereka harus memberi tahu lebih banyak atau tetap mempertahankan rahasia.
Galen akhirnya memberikan sinyal kepada Aruna untuk maju. Aruna mengambil napas panjang dan menatap para murid dengan tatapan serius. "Ada hal-hal yang kami tidak bisa ungkapkan karena keselamatan kalian sendiri. Tapi satu hal yang bisa kami pastikan, kalian semua dilatih di sini untuk menghadapi sesuatu yang mungkin mengancam keberlangsungan Eclipsara. Oleh karena itu, fokuslah pada pelatihan, dan percayalah pada kami."
Kata-kata itu cukup untuk meredam sebagian besar murid, namun tidak semua. Beberapa murid di barisan belakang terlihat masih saling bertukar pandang, membicarakan hal-hal yang hanya bisa didengar dalam bisikan.
Dimas memandang teman-temannya, merasa sedikit lega namun tetap penasaran. "Sepertinya ada sesuatu yang lebih besar. Mereka benar-benar menjaga rahasia ini rapat-rapat."
Kael mengangguk setuju. "Benar. Mungkin kita harus terus memperhatikan keadaan sekitar dan bersiap-siap untuk segala kemungkinan."
Shoko, yang selalu berpikir dengan hati-hati, berkata, "Apa pun itu, yang penting kita harus tetap solid sebagai tim. Ini mungkin saatnya kita benar-benar memahami kekuatan kita sendiri dan bagaimana bekerja sama dengan lebih baik."
Dengan suasana aula yang masih penuh ketegangan, para murid perlahan-lahan kembali ke posisi latihan masing-masing, berusaha memfokuskan pikiran meskipun banyak pertanyaan yang belum terjawab. Sementara itu, para mentor tampak berdiskusi dalam kelompok kecil, membicarakan sesuatu dengan suara pelan namun terlihat serius. Mereka semua sadar bahwa persiapan ini bukan sekadar pelatihan biasa โ ada ancaman yang lebih besar yang mungkin datang, dan mereka harus menjaga keamanan para murid dengan segala cara.
Dimas yang masi merasa cemas. " mengapa hanya tongkat arka yang kembali, dimana arka.
Sambil melihat langit yang di penuhi awan