Chereads / kristal Heksagon : Warisan 6 elemen / Chapter 8 - BAB 8 : MISI ARKA DAN MENTOR BARU

Chapter 8 - BAB 8 : MISI ARKA DAN MENTOR BARU

---

Langit malam menyelimuti Eclipsara Arka dengan keheningan yang mencekam. Di dalam, suasana tidak kalah tegangnya. Raiden berdiri di depan meja panjang, memandang peta besar yang menunjukkan lokasi sarang musuh. Arka, yang telah bersiap untuk misinya, tampak tenang meskipun dia tahu risiko besar yang menantinya.

"Sudah waktunya," Raiden membuka percakapan, suaranya terdengar berat. "Kau harus segera berangkat, Arka. Informasi yang akan kau kumpulkan bisa menentukan nasib kita semua."

Arka mengangguk tanpa ragu. "Aku mengerti. Ini adalah tanggung jawabku, dan aku siap menjalankannya."

Raiden menatapnya dengan sorot serius. "Namun, pelatihan murid-murid tak boleh terganggu. Aku sudah mengatur seseorang untuk menggantikanmu sementara."

"Siapa yang akan menggantikan aku?" tanya Arka dengan sedikit rasa ingin tahu.

"Aruna," jawab Raiden dengan tegas. "Dia mungkin tidak sepopuler para mentor lainnya, tapi aku bisa jamin dia lebih dari mampu. Kekuatan sihirnya memungkinkan dia untuk menyalin kekuatan lawan dan menggunakan mereka dengan sangat efektif."

Hahahah, pilihan yang tepat ucap arka

Arka pun menitip anak -anak muridnya. "Kalau begitu, aku serahkan mereka padanya."

---

Keesokan harinya, di lapangan latihan, Riko, Lila, Reno, Kael, Mira, Dimas, dan Shoko berkumpul dalam suasana hati yang campur aduk. Mereka masih belum tahu apa yang menunggu mereka setelah kepergian Arka, mentor yang mereka hormati.

"Jadi siapa pengganti Arka?" tanya Reno, mencoba memecah kesunyian.

"Aku dengar namanya Aruna," jawab Kael sambil memanipulasi waktu di sekelilingnya, memperlambat gerakan sehelai daun yang jatuh dari pohon. "Tapi aku tak tahu banyak tentang dia."

"Kalau dia bisa menggantikan Arka, pasti dia kuat," ucap Lila, sambil merubah bentuk menjadi wujud kucing kecil sebentar sebelum kembali ke wujud manusia.

"Aku tidak pernah mendengar kekuatan itu dan seperti nya latihan kali ini akan menarik," ucap shoko

"Semoga dia sebaik Arka," tambah Mira, melihat ke arah Dimas yang tampak agak gugup.

Dimas menatap tanah di depannya, mencoba menenangkan pikirannya. Dia tahu betapa beratnya pelatihan yang mereka hadapi, apalagi dia baru menguasai dua elemen—air dan angin—sementara Kristal Hexagon yang ada padanya berpotensi jauh lebih kuat. Tekanan untuk membuktikan diri terus menghantuinya, namun, teman-teman barunya telah mulai menunjukkan rasa hormat dan kepercayaan. Itu sedikit membantu mengurangi keraguan yang meliputinya.

Tak lama kemudian, seorang wanita dengan rambut hitam panjang muncul di ujung lapangan. Dia berjalan dengan langkah lincah dan tenang, tubuhnya bergerak seolah menari di atas angin. Aruna, dengan aura misterius yang terpancar dari setiap gerakannya, mendekati mereka.

"Selamat pagi," katanya dengan suara lembut namun tegas. "Aku Aruna, dan mulai hari ini, untuk sementara aku akan menggantikan Arka untuk melatih kalian."

Para murid memperhatikan dengan seksama. Riko, dengan rasa ingin tahunya yang tinggi, melangkah maju. "Apa kekuatanmu, Mentor?"

Aruna tersenyum tipis. "Kekuatanku berbasis sihir. Aku bisa menyalin kekuatan lawanku dan menggunakannya seolah-olah itu milikku sendiri."

Mendengar itu, mata Riko berbinar kagum. "Hebat sekali! Jadi kau bisa pakai kekuatan kita semua?"

"Betul," jawab Aruna, "tapi kekuatan bukan segalanya. Dalam pertempuran, kalian harus belajar lebih dari sekadar menggunakan kekuatan kalian. Aku akan mengajarkan kalian bagaimana berpikir cepat dan memanfaatkan kelemahan lawan."

Reno mengangguk, sementara Kael berkomentar, "Kalau begitu, ini akan menjadi latihan yang menarik."

Mira tersenyum, "Aku penasaran bagaimana rasanya kalau kekuatanku dipakai oleh orang lain."

Dimas, yang masih berada di belakang, mulai merasa sedikit lega mendengar candaan teman-temannya. Mereka tampak lebih santai sekarang, dan persahabatan mereka membuatnya merasa diterima.

---

Latihan dimulai dengan tantangan langsung dari Aruna. "Serang aku dengan kekuatan kalian," perintahnya sambil berdiri di tengah lapangan, tangan terlipat di depan dada.

Reno langsung bergerak, memanggil anomali listrik yang menggetarkan udara di sekitarnya. "Lihat ini, Mentor!" Dia melepaskan ledakan listrik ke arah Aruna. Namun, sebelum serangan itu mencapai sasarannya, Aruna bergerak cepat, menyalin kekuatannya dan melepaskan ledakan listrik yang lebih kuat ke arah Reno. Reno tersentak mundur, terkejut dan kagum. "Wow, cepat sekali kau bisa pakai kekuatanku!"

Aruna tersenyum. "Kunci dari menyalin kekuatan adalah memahami inti dari kekuatan itu sendiri. Listrikmu kuat, tapi kontrol adalah segalanya."

Lila kemudian berubah wujud menjadi seekor serigala besar, menyerang dari sisi lain. Giginya menyeringai ganas saat dia melesat menuju Aruna. Namun, Aruna kembali menyalin kemampuan Lila, berubah menjadi serigala yang lebih besar dan lebih cepat, menangkis serangan Lila dengan mudah. "Kecepatan dan ketepatan adalah kuncinya," ujar Aruna setelah kembali ke wujud aslinya, sementara Lila mengangguk, merasa terkesan.

Riko tak mau kalah, dia menciptakan ilusi kabut tebal di sekitar lapangan, membuatnya sulit dilihat. "Coba kalahkan ini!" serunya penuh semangat. Namun, dengan mudah, Aruna menyalin ilusi itu dan menggandakan kabut, membuat Riko kebingungan di antara ilusi yang ia ciptakan sendiri.

"Hebat! Aku bahkan tidak tahu mana yang ilusi asli," kata Riko sambil tertawa kagum.

Kael, yang selalu tak banyak bicara, mencoba pendekatan berbeda. Dia memperlambat waktu di sekeliling Aruna, berharap dapat membatasi gerakannya. Tapi, dengan kelincahannya yang luar biasa, Aruna bergerak lebih cepat dari efek perlambatan waktu, membuat Kael tertegun. "Bagaimana bisa...?"

Aruna tersenyum tipis. "Kekuatan sihirku memungkinkan aku untuk merasakan aliran waktu dan menyesuaikan diri dengan cepat."

Mira, dengan kekuatan flora, mencoba jebakan tanaman yang merambat dari tanah, menjalar cepat untuk mengikat Aruna. Namun, sekali lagi, Aruna meniru kekuatan itu dan tanaman yang ia kendalikan justru melawan Mira. "Tanamanmu terlalu lambat untukku," kata Aruna sambil tertawa kecil.

Shoko pun tidak mau kalah, dia bergerak cepat menyerang nya, tapi hasilnya nihil

Dimas berdiri diam, memerhatikan teman-temannya berusaha menyerang mentor baru mereka. Dia merasakan gelombang kecil rasa percaya diri di dalam dirinya, walaupun hanya sedikit. Melihat mereka mulai menghormati Aruna dan berlatih dengan semangat, Dimas tahu bahwa ini adalah bagian dari ujian terberatnya.

"Dimas!" panggil Aruna, suaranya tajam namun penuh pengertian. "Tunjukkan padaku apa yang bisa kau lakukan."

Dimas mengangguk, lalu membangkitkan kekuatan air dan angin dari Kristal Hexagon di dadanya. Angin bertiup kencang, memutar-mutar di sekelilingnya, sementara arus air muncul di tangan kanannya. Dia mengarahkan kekuatan angin untuk menyerang Aruna, berharap bisa mengimbanginya.

Namun, Aruna menyalin kekuatan angin Dimas dengan mudah, melawan angin itu dengan lebih kuat. Namun, bukannya kecewa, Dimas malah merasa sedikit bangga bahwa ia bisa mengeluarkan kekuatannya dengan lebih baik. Dia bahkan melihat secercah penghargaan dari teman-temannya.

"Kekuatanmu sangat menjanjikan, Dimas," kata Aruna, menatapnya tajam. "Namun, ingatlah, kontrol lebih penting daripada sekadar kekuatan. Kuatkan kendalimu, dan kau akan melihat potensi sebenarnya dari Kristal Hexagon itu."

Setelah pertarungan berakhir, suasana menjadi lebih santai. Semua murid berkumpul di tengah lapangan, mendiskusikan latihan yang baru saja mereka jalani. Riko dan Reno tampak sangat bersemangat."Dia benar-benar hebat! Aku tidak percaya betapa cepatnya dia bisa menyalin kekuatan kami," kata Riko, masih dengan wajah bersinar.

"Ya, dan tidak hanya itu. Dia juga sangat cepat dalam berpikir," tambah Reno, merapikan rambutnya yang berantakan setelah latihan.

"Aku merasa seperti kita semua harus meningkatkan kemampuan kita agar bisa menyainginya."Shoko, yang berdiri di samping Dimas, ikut bergabung dalam percakapan.

"Tapi aku merasa kita juga bisa belajar banyak dari Aruna. Dia mengajarkan kita untuk tidak hanya bergantung pada kekuatan, tapi juga strategi.

"Dimas mengangguk setuju, meskipun masih sedikit ragu. "Kita semua bisa belajar dari cara dia menggunakan kemampuan kita sendiri melawan kita. Aku rasa itu pelajaran penting untuk diingat saat kita bertarung.

"Shoko menatap Dimas, senyumnya memberi semangat. "Kau melakukannya dengan baik, Dimas. Aku melihat bagaimana kau mencoba mengendalikan air dan angin. Itu bukan hal yang mudah.

"Dimas tersenyum kecil. "Terima kasih, Shoko. Kadang aku merasa ragu. Melihat kalian semua bisa menguasai kekuatan dengan mudah membuatku merasa... tidak cukup.

"Jangan merendahkan dirimu," seru Kael, yang sebelumnya tampak tenang. "Setiap orang punya perjalanan sendiri. Lihat saja kita sekarang, pelatihan kita baru saja dimulai. Kita semua akan berkembang bersama.

"Mira setuju. "Dan ingat, meskipun Aruna sangat kuat, kita tidak harus membandingkan diri kita dengannya. Dia sudah berpengalaman. Kita punya waktu untuk belajar dan tumbuh."Dimas merasakan kehangatan dari kata-kata teman-temannya. "Ya, aku ingin menjadi lebih baik. Terutama jika kita harus menghadapi musuh di luar sana.

"Riko tersenyum lebar, "Nah, itulah semangat yang kita butuhkan! Jika kita bersatu dan saling mendukung, tidak ada yang bisa menghalangi kita."Bahkan jika kita menghadapi tantangan berat," Shoko menambahkan dengan semangat, "kita bisa saling mengandalkan satu sama lain. Kekuatan kita tidak hanya berasal dari kekuatan individu, tapi juga dari persahabatan kita.

"Aku setuju", ucap lila.