Setelah pertarungan panjang yang melelahkan, Shen Wei berdiri di tengah reruntuhan Istana Kegelapan. Meski tubuhnya tidak terlalu kelelahan, dia bisa merasakan energi spiritualnya sedikit terkuras. Namun, yang lebih mengkhawatirkannya adalah murid-muridnya. Mereka semua tampak lelah, terutama Lin Xia, yang mengalami luka dalam pertarungan terakhir.
Mei Er sedang berlutut di samping Lin Xia, merawatnya dengan hati-hati. Di sekitar mereka, Yu Lan dan Chen Guang duduk di tanah, mencoba menstabilkan pernapasan mereka.
Shen Wei berjalan mendekat, matanya tajam namun penuh perhatian. Saat dia melihat luka Lin Xia, alisnya sedikit berkerut. Luka itu tampak dalam, meski Mei Er sudah berusaha merawatnya.
"Senior..." Mei Er menoleh ke arahnya, wajahnya dipenuhi kekhawatiran. "Luka Lin Xia cukup serius. Aku sudah mencoba menstabilkan kondisinya, tapi..."
Shen Wei berlutut di depan Lin Xia. Gadis itu menatapnya dengan mata yang sedikit lemah, namun tetap berusaha tersenyum.
"Aku baik-baik saja, Senior... Ini hanya luka kecil."
Shen Wei tidak menjawab. Dia mengangkat tangannya dan meletakkannya di atas luka Lin Xia. Dalam sekejap, cahaya keemasan yang lembut menyelimuti tubuhnya.
Energi hangat meresap ke dalam luka Lin Xia, membuatnya perlahan menutup. Gadis itu bisa merasakan rasa sakitnya menghilang dalam hitungan detik.
Yu Lan dan Chen Guang menatapnya dengan takjub. "Senior benar-benar luar biasa..." bisik Chen Guang.
Saat cahaya itu meredup, luka Lin Xia benar-benar sembuh, seolah-olah dia tidak pernah terluka. Lin Xia menatap Shen Wei dengan mata berkaca-kaca, lalu menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Terima kasih, Senior..."
Shen Wei hanya tersenyum tipis dan mengangguk. "Kau sudah berusaha keras. Sekarang, beristirahatlah."
Lin Xia menatapnya sejenak, lalu tersenyum pelan sebelum akhirnya berbaring untuk beristirahat.
Malam yang Tenang
Setelah memastikan semua muridnya dalam kondisi baik, Shen Wei berjalan ke tepi reruntuhan dan menatap langit. Malam itu tenang, bulan bersinar terang, dan udara terasa lebih damai dari sebelumnya.
Mei Er berjalan mendekatinya, berdiri di sampingnya dengan tangan yang masih sedikit gemetar.
"Senior... Apa menurutmu ini sudah berakhir?" tanyanya pelan.
Shen Wei tetap menatap langit, lalu menghela napas ringan. "Untuk saat ini, ya. Tapi aku yakin ini bukan akhir dari segalanya. Mo Xuan mungkin telah lenyap, tapi kegelapan selalu memiliki cara untuk kembali."
Mei Er menatapnya dengan tatapan dalam. "Kau selalu berpikir jauh ke depan, Senior... Tapi kau juga harus beristirahat."
Shen Wei menoleh dan menatap Mei Er. Wajah gadis itu terlihat lelah, tapi ada sesuatu dalam matanya—rasa lega dan kebahagiaan kecil karena Shen Wei tetap di sisinya.
"Aku baik-baik saja," jawab Shen Wei lembut. "Yang lebih penting adalah kalian semua. Aku tidak ingin melihat kalian terluka lagi."
Mei Er menggigit bibirnya, lalu mengalihkan pandangannya. "Kami semua ingin menjadi lebih kuat, Senior... Agar kami bisa bertarung di sisimu, bukan hanya menjadi beban."
Shen Wei tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya, menepuk kepala Mei Er dengan lembut.
"Kalian sudah jauh lebih kuat dari yang kalian pikirkan, Mei Er."
Wajah Mei Er memerah, tapi dia tidak menolaknya. Hatinya berdebar kencang, namun dia tetap berdiri di sana, menikmati kehangatan dari tangan Seniornya.
Malam itu, mereka semua beristirahat dengan damai, tanpa perlu mengkhawatirkan ancaman yang akan datang. Namun, jauh di kejauhan, di suatu tempat yang gelap, mata merah menyala perlahan terbuka...