Shen Wei duduk bersila di atas batu besar di tengah pegunungan. Udara di sekelilingnya dipenuhi energi spiritual yang berputar perlahan, mengikuti ritme napasnya. Matanya tertutup, tubuhnya diam seperti patung, namun pikirannya melayang jauh.
Dia menikmati ketenangan ini—sebuah momen langka dalam perjalanannya yang penuh dengan pertempuran dan penderitaan. Namun, jauh di dalam hatinya, dia tahu bahwa kedamaian ini hanyalah sementara.
Di kejauhan, murid-muridnya sedang berlatih dengan sungguh-sungguh. Mei Er, Lin Xia, Yu Lan, dan Chen Guang masing-masing berusaha meningkatkan kemampuan mereka. Mereka tahu bahwa bahaya belum berakhir, dan mereka harus menjadi lebih kuat jika ingin bertahan di dunia yang keras ini.
Mei Er berdiri di tengah lapangan latihan, mencoba memperkuat kontrol atas energi spiritualnya. Dia mengangkat tangannya, mengumpulkan energi di telapak tangannya, lalu melepaskannya dalam bentuk serangan berbentuk kelopak bunga yang bercahaya.
"Aku hampir menguasainya..." gumamnya, tapi kemudian serangannya melemah dan menghilang sebelum mencapai targetnya.
Yu Lan yang berdiri di dekatnya tersenyum dan menyemangatinya. "Jangan khawatir, Mei Er. Kau sudah jauh lebih baik dari sebelumnya!"
Mei Er menghela napas dan mengangguk. Dia tidak bisa mengecewakan Shen Wei.
Sementara itu, Lin Xia dan Chen Guang sedang bertarung satu sama lain dengan pedang kayu.
"Kau terlalu lambat, Chen Guang!" Lin Xia menyerang dengan cepat, membuat Chen Guang hampir kehilangan keseimbangan.
"Aku masih belajar!" protes Chen Guang sambil menangkis serangan itu dengan susah payah.
Latihan mereka berlangsung dengan penuh semangat, tapi di sudut hatinya, Mei Er tetap merasa cemas. Dia masih teringat tatapan Shen Wei tadi malam—tatapan seseorang yang tahu bahwa sesuatu yang besar akan datang.
Di puncak batu tempatnya bermeditasi, Shen Wei menarik napas dalam. Energi spiritual di sekitarnya semakin pekat. Dia membiarkan pikirannya meresapi setiap perubahan di dunia ini, mencoba merasakan setiap getaran yang bisa menjadi pertanda bahaya.
Tiba-tiba, dalam keheningan meditasinya, dia merasakan sesuatu. Sebuah getaran aneh, jauh di utara.
Mata Shen Wei terbuka. "Jadi mereka mulai bergerak..."
Sebuah bayangan hitam muncul di pikirannya—sosok yang mengerikan, penuh dengan energi kegelapan yang begitu pekat hingga bisa menelan cahaya di sekitarnya. Ini bukan sekadar ancaman biasa.
Dia berdiri perlahan, matanya berkilat tajam. Jika dia tidak bertindak cepat, dunia ini mungkin akan jatuh ke dalam kekacauan yang lebih besar.
Shen Wei menoleh ke arah murid-muridnya yang masih berlatih. Mereka tidak menyadari apa yang akan terjadi.
"Mereka masih belum siap..." pikirnya.
Namun, dia tidak ingin mereka terlibat dalam bahaya ini. Dia sudah kehilangan terlalu banyak orang di masa lalu, dan dia tidak ingin kehilangan mereka juga.
Ketika Shen Wei turun dari batu tempatnya bermeditasi, Mei Er segera menghampirinya.
"Senior, apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya dengan nada khawatir.
Shen Wei menatapnya sejenak sebelum menggeleng pelan. "Belum ada yang perlu dikhawatirkan."
Mei Er menatapnya dalam, tidak yakin apakah dia harus mempercayai kata-kata itu. "Senior, kau selalu melindungi kami. Tapi... tolong jangan pergi sendirian lagi."
Shen Wei tersenyum tipis. "Kali ini aku tidak akan pergi begitu saja. Aku ingin kalian semua bersiap."
Mei Er tampak terkejut. "Bersiap? Untuk apa?"
Shen Wei menatap langit yang mulai berubah warna. "Sebuah perang akan datang. Dan kita tidak bisa menghindarinya."
Mata Mei Er membesar. Dia tahu bahwa jika Shen Wei mengatakan sesuatu seperti ini, maka itu bukanlah ancaman biasa.
"Jika perang itu datang, aku ingin bertarung di sisimu, Senior," katanya dengan suara penuh tekad.
Shen Wei menatapnya sejenak, lalu tersenyum. "Kalau begitu, kau harus menjadi lebih kuat, Mei Er."
Mei Er mengepalkan tangannya dan mengangguk. "Aku akan berlatih lebih keras!"
Shen Wei menoleh ke arah murid-muridnya yang lain. "Mulai besok, pelatihan kita akan menjadi lebih berat. Kalian semua harus siap menghadapi apa pun yang akan datang."
Mereka semua mengangguk dengan tekad yang kuat.
Di kejauhan, angin mulai bertiup lebih kencang, seolah memberi pertanda bahwa sesuatu yang besar akan segera terjadi.
Shen Wei berdiri tegak, menatap cakrawala dengan mata tajam.
"Aku akan melindungi mereka... Tidak peduli apa pun yang terjadi."
(Bersambung ke Volume 4: Perang yang Tak Terhindarkan.)