Di pagi yang tenang, udara di pegunungan terasa lebih berat dari biasanya. Langit tampak suram, seolah alam pun tahu bahwa sesuatu yang besar akan segera terjadi. Shen Wei berdiri di atas tebing, mengenakan jubah hitam dengan rambut panjangnya yang berkibar diterpa angin. Pandangannya tajam, menatap ke kejauhan di mana ancaman yang ia rasakan semakin mendekat.
Di belakangnya, murid-muridnya berdiri dengan penuh hormat. Mei Er, Lin Xia, Yu Lan, dan Chen Guang menunggu instruksi dari senior mereka. Wajah mereka mencerminkan kegelisahan, tetapi juga tekad yang kuat.
"Senior, kau mengatakan bahwa perang akan segera datang," Mei Er akhirnya memecah keheningan. "Siapa yang menjadi musuh kita?"
Shen Wei menatap murid-muridnya satu per satu sebelum menjawab. "Sekte Kegelapan dan pasukan iblis dari utara. Mereka telah bergerak, dan aku yakin tujuan mereka adalah menguasai dunia ini."
Chen Guang mengepalkan tinjunya. "Lalu, apa yang harus kita lakukan, Senior?"
Shen Wei menatap langit, lalu berkata dengan suara tenang namun penuh wibawa, "Kita harus bersiap. Mulai sekarang, pelatihan kalian tidak lagi hanya sekadar latihan biasa. Kita akan bersiap untuk perang."
Hari itu juga, latihan mereka berubah drastis. Shen Wei tidak lagi menahan diri dalam melatih murid-muridnya. Mereka harus siap menghadapi musuh yang lebih kuat dari sebelumnya.
"Lin Xia, kau harus memperkuat seranganmu. Cepat dan tajam!" Shen Wei mengawasi Lin Xia yang tengah berlatih dengan pedangnya. Lin Xia mengayunkan pedangnya dengan kecepatan tinggi, menciptakan bayangan pedang di udara.
"Yu Lan, fokus pada pertahanan dan kecepatan. Kau harus bisa menghindari serangan sebelum mereka mengenainya!" Yu Lan mengangguk dan mulai berlatih mengelak dari serangan bayangan yang diciptakan Shen Wei.
"Chen Guang, kau memiliki kekuatan fisik yang luar biasa, tetapi itu belum cukup. Kau harus mengontrol energimu dengan lebih baik!"
Chen Guang mengayunkan tombaknya dengan penuh tenaga, menyebabkan ledakan energi yang menghancurkan batu-batu di sekitarnya.
Sementara itu, Mei Er berlatih sendirian, mengendalikan energi spiritualnya dengan lebih presisi. Dia tahu bahwa dia harus lebih kuat jika ingin bertarung di sisi Shen Wei.
Saat matahari mulai tenggelam, latihan mereka baru selesai. Semua murid terlihat lelah, tetapi mereka juga merasa lebih kuat dari sebelumnya.
Di malam hari, saat murid-muridnya beristirahat, Shen Wei duduk di dekat api unggun, menatap langit berbintang.
Mei Er perlahan mendekat, membawa teh panas di tangannya. "Senior, kau terlihat gelisah," katanya lembut.
Shen Wei menerima cangkir teh itu dan menghela napas. "Aku hanya berpikir... apakah aku telah membuat keputusan yang benar?"
Mei Er duduk di sampingnya. "Senior selalu membuat keputusan terbaik untuk kami semua."
Shen Wei tersenyum tipis. "Aku hanya tidak ingin kehilangan kalian."
Mei Er menundukkan kepalanya, wajahnya memerah sedikit. "Kami juga tidak ingin kehilangan Senior."
Keheningan menyelimuti mereka sesaat sebelum Shen Wei berbicara lagi. "Mei Er, jika sesuatu terjadi padaku, jaga yang lain."
Mei Er segera menatapnya dengan cemas. "Jangan katakan itu, Senior! Tidak ada yang bisa mengalahkanmu!"
Shen Wei tersenyum, tetapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa perang ini tidak akan mudah.
Di kejauhan, awan hitam mulai berkumpul, pertanda bahwa badai akan segera datang.
"Besok... kita akan mulai perjalanan menuju medan perang," Shen Wei berkata dalam hati.
(Bersambung ke Bab 34...)