Hari demi hari, Zane semakin terbiasa dengan latihan yang diajarkan oleh Aera. Setiap gerakan dan teknik yang dulunya terasa asing kini mulai menjadi bagian dari dirinya. Kepercayaan dirinya semakin tumbuh, meskipun ia tahu masih banyak yang harus dipelajari. Seiring berjalannya waktu, Aera mulai mengajarkan Zane lebih banyak hal, termasuk cara mengendalikan Spirit Qi yang ada dalam tubuh mereka, dan bagaimana meningkatkan kekuatan kultivasi secara efektif.
Namun, di balik semua latihan itu, Zane tidak bisa mengabaikan rasa gelisah yang semakin tumbuh di dalam dirinya. Ia mulai merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar latihan yang harus dihadapi. Dalam setiap langkahnya, selalu ada perasaan bahwa dunia ini lebih gelap dan lebih rumit dari yang ia bayangkan.
Suatu hari, setelah selesai berlatih, Aera memberitahukan Zane bahwa ia harus mengikuti ujian yang akan menentukan langkah berikutnya dalam kultivasi. "Kamu harus mengikuti ujian kekuatan yang diadakan oleh Sekte Darma," kata Aera sambil mengamati Zane dengan serius.
Zane terkejut. "Ujian kekuatan? Apa itu?" tanya Zane dengan bingung.
Aera menjelaskan dengan tenang. "Ujian itu adalah tes untuk mengukur sejauh mana kemajuanmu dalam mengendalikan energi. Mereka akan menguji teknik, kekuatan fisik, dan kematangan kultivasimu. Setiap kultivator yang ingin bergabung dengan sekte harus lulus ujian ini."
Zane merasa sedikit cemas. Meskipun ia telah merasakan peningkatan, ia tahu bahwa ia masih jauh dari sempurna. "Bagaimana jika saya gagal?" tanyanya dengan ragu.
Aera hanya tersenyum tipis. "Tidak ada pilihan selain berhasil. Jika kamu ingin bertumbuh lebih kuat, kamu harus menghadapi ujian ini. Sekte Darma tidak menerima kultivator yang lemah."
Keesokan harinya, Zane mengikuti Aera menuju tempat ujian yang terletak di puncak sebuah bukit yang tinggi. Ujian itu diadakan di sebuah arena yang luas, dipenuhi oleh kultivator dari berbagai tingkatan. Beberapa di antaranya tampak sangat berpengalaman, mengenakan jubah berwarna putih dengan simbol sekte yang terukir di punggung mereka.
Saat Zane tiba di arena, ia merasa cemas. Lingkungan yang dipenuhi oleh para kultivator kuat membuatnya merasa kecil dan tidak berarti. Namun, ia berusaha menahan ketakutannya dan melangkah maju dengan tekad yang kuat.
Pemandu ujian, seorang pria bertubuh besar dengan wajah tegas, memanggil Zane untuk maju. "Nama?" tanyanya singkat.
"Zane," jawab Zane dengan suara yang sedikit gemetar.
Pria itu menatap Zane sejenak, lalu mengangguk. "Zane, kamu akan diuji dalam tiga hal. Pertama, kendali atas energi. Kedua, kemampuan bertarung. Ketiga, kekuatan fisik. Persiapkan dirimu."
Zane merasa sedikit tertekan dengan penjelasan tersebut, namun ia berusaha untuk tetap tenang. "Saya siap," jawabnya pelan, meskipun hatinya berdebar-debar.
Ujian pertama dimulai. Zane diminta untuk mengendalikan Spirit Qi dalam tubuhnya dan mengarahkannya ke dalam bentuk energi tertentu. Meskipun Zane telah berlatih untuk ini selama beberapa minggu terakhir, ia masih merasa kesulitan mengarahkan energi dengan presisi yang diinginkan. Qi-nya berputar dengan kacau, tidak sesuai dengan arahan yang diberikan oleh instruktur ujian.
Wajah pria penguji itu menunjukkan sedikit keraguan, namun ia tidak berkata apa-apa. Zane mencoba lagi, kali ini dengan lebih hati-hati. Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya ia berhasil menstabilkan aliran energi dalam tubuhnya, meskipun itu masih belum sempurna. Wajah pria itu sedikit menunjukkan rasa hormat, namun Zane merasa masih jauh dari memuaskan.
Ujian kedua, yaitu kemampuan bertarung, lebih menguji fisik dan teknik. Zane dihadapkan dengan seorang kultivator lainnya, seorang pria muda yang tampak lebih berpengalaman dan percaya diri. Zane merasa gugup, tetapi ia tahu ini adalah kesempatan untuk menunjukkan seberapa jauh ia telah berkembang.
Pertarungan dimulai dengan cepat. Lawannya meluncurkan serangan-serangan cepat, menggunakan teknik yang jauh lebih halus dan terlatih dibandingkan dengan Zane. Zane hampir saja terjatuh dalam beberapa detik pertama, namun ia memusatkan seluruh energi dalam dirinya dan berhasil menghindar. Meskipun masih belum cukup kuat untuk mengalahkan lawannya, Zane menunjukkan kemampuan bertahan yang lebih baik dari yang diharapkan.
Akhirnya, ujian terakhir dimulai—ujian kekuatan fisik. Zane dihadapkan pada serangkaian rintangan yang harus ia lewati dengan cepat dan tanpa bantuan energi. Ia harus memanjat tebing curam, melewati rintangan tajam, dan berlari sejauh mungkin tanpa menggunakan teknik kultivasi. Tubuhnya terasa sangat lelah, tetapi tekadnya untuk tidak menyerah membuatnya terus maju. Setiap langkah terasa berat, namun ia tidak berhenti.
Setelah ujian selesai, Zane terbaring di tanah, kelelahan. Namun, ada rasa pencapaian dalam dirinya. Ia tahu bahwa meskipun tidak sempurna, ia telah melakukan yang terbaik. Kini, ia menunggu hasil ujian dengan penuh ketegangan.
Aera mendekat dan tersenyum tipis. "Kamu telah melakukan yang terbaik. Itu lebih dari cukup."