Chapter 8 - Ujian bayangan

Zane berdiri tegak, tubuhnya tegang, menatap sosok makhluk dari bayangan yang mengelilinginya. Suara bisikan yang menakutkan menggema di udara malam, dan setiap detik terasa seperti beban berat di pundaknya. Bayangan makhluk itu terus bergerak dengan gerakan yang elegan namun mematikan, seolah ia sudah hidup dan memiliki kehendak sendiri.

"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zane dengan suara sedikit gemetar, berusaha untuk menjaga ketenangannya meskipun perasaan takut menggelayuti setiap ototnya.

Makhluk itu berhenti sejenak, menatap Zane dengan mata yang berkilau seperti bintang gelap. "Aku adalah bayangan dari kekuatan yang lebih besar, yang bersembunyi di kedalaman kegelapan. Tapi, lebih penting bagimu untuk mengetahui apakah kamu cukup kuat untuk bertahan atau tidak."

Zane menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. "Apa maksudmu?"

Makhluk itu mulai bergerak lagi, kali ini lebih cepat, meluncur seperti angin yang membawa ancaman kematian. "Ujianmu adalah untuk melawan dirimu sendiri, untuk melihat apakah kamu bisa mengendalikan bayangan yang ada di dalam dirimu. Hanya dengan menghadapinya, kamu bisa melangkah lebih jauh. Kalau tidak, kamu akan terjebak dalam kegelapan."

Zane merasakan perasaan aneh menyelimuti dirinya. Ada ketegangan yang meningkat dalam tubuhnya, seperti ada dua kekuatan yang bertarung di dalam dirinya. Ia merasa seolah-olah bayangan itu mencerminkan ketakutannya sendiri. Di satu sisi, ia merasa takut untuk gagal, merasa tidak mampu mengendalikan kekuatan bayangannya. Namun, di sisi lain, ada tekad yang semakin tumbuh dalam dirinya—keinginan untuk melawan dan membuktikan bahwa ia bisa mengatasi ketakutannya.

Makhluk itu tiba-tiba menghilang dalam sekejap, menyatu dengan kegelapan. Zane berbalik cepat, berusaha mencari jejak keberadaannya, tetapi sosok itu sudah menghilang begitu saja.

Zane memusatkan perhatian dan berusaha tetap tenang. "Aku tidak akan lari dari ketakutanku," gumamnya dengan keras, berusaha menenangkan dirinya.

Tiba-tiba, bayangan gelap yang melayang di sekitar tempat itu mulai bergerak lebih cepat, membentuk bentuk yang semakin menyerupai dirinya. Zane merasa ada kekuatan yang menyusup ke dalam dirinya, seperti bayangan dirinya yang terwujud, dan itu adalah perwujudan dari rasa takut dan kebingungannya.

"Ini adalah diriku," Zane berbisik, "Aku harus menghadapinya."

Zane tahu bahwa ini adalah ujian sejati—bukan hanya tentang kekuatan fisik atau Spirit Qi, tetapi tentang seberapa besar ia bisa mengendalikan diri. Ia mulai menarik Spirit Qi-nya dengan perlahan, mencoba mengendalikan aliran energi di tubuhnya dan membentuk bayangan yang lebih padat. Namun, semakin ia mencoba, semakin besar bayangan dirinya itu menjadi, seakan ingin menelan dirinya.

Makhluk dari bayangan itu kembali muncul, kali ini dengan senyum lebar yang menyeramkan. "Kamu memang tidak mudah dikalahkan. Tapi bisa kah kamu mengalahkan dirimu sendiri?"

Zane merasakan ketegangan yang semakin kuat. Bayangan dirinya itu seolah-olah bercampur dengan rasa takut, keraguan, dan keputusasaan yang pernah dia alami. Itu adalah cerminan dari semua kelemahan dan ketakutan yang ia simpan selama ini. Semua saat-saat ia merasa tidak cukup baik, merasa rendah diri, dan merasa tidak pantas untuk menjadi lebih kuat.

Namun, di dalam hatinya, Zane tahu satu hal: ia tidak bisa membiarkan bayangannya menguasainya. "Aku tidak akan biarkan rasa takut ini mengalahkan aku," kata Zane dengan tegas, berusaha untuk menguasai dirinya.

Dengan tekad yang membara, Zane mulai berfokus pada bayangan itu, kali ini mengalirkan Spirit Qi dengan lebih mantap. "Aku adalah aku. Aku tidak akan lari lagi."

Secara perlahan, bayangan itu mulai menyusut, semakin lemah seiring dengan semakin kokohnya keyakinan Zane. Energi yang mengalir dalam tubuhnya mulai terfokus pada satu titik—di dalam dirinya sendiri. Bayangan itu, yang dulunya seolah ingin menelan dirinya, kini mulai hilang satu per satu.

Namun, itu belum selesai. Zane masih bisa merasakan ada kekuatan lain yang mencoba mengendalikan pikirannya. Itulah ujian sejatinya—untuk melawan kekuatan gelap di dalam dirinya dan tidak membiarkan ketakutannya menguasai dirinya.

Dengan satu tarikan napas dalam, Zane memusatkan segala kekuatannya untuk menstabilkan Spirit Qi di dalam tubuhnya, menciptakan keseimbangan yang lebih sempurna. Ia merasa seolah seluruh tubuhnya bersatu dengan bayangan yang ada di sekelilingnya, akhirnya mengendalikan bayangan itu sepenuhnya.

Akhirnya, bayangan yang tadinya menakutkan itu menghilang, meninggalkan Zane berdiri sendiri di tengah kegelapan malam yang kini terasa lebih tenang. Zane merasa kelelahan, namun ada perasaan yang tidak bisa ia jelaskan—perasaan kemenangan yang dalam.

Tiba-tiba, sosok makhluk dari bayangan itu kembali muncul di depan Zane, kali ini dengan ekspresi yang lebih serius namun penuh penghargaan. "Kamu telah lulus ujian ini. Namun, perjalananmu masih panjang. Jangan pernah lupakan, kekuatan yang sesungguhnya datang dari kemampuan untuk mengendalikan dirimu."

Zane terengah-engah, namun senyum tipis mulai terbentuk di bibirnya. "Aku mengerti."

Makhluk itu menghilang seiring dengan kegelapan malam yang mulai memudar, meninggalkan Zane sendirian di tempatnya, namun dengan perasaan bahwa ia telah melangkah lebih dekat menuju kekuatan yang lebih besar.