Pagi itu, Wang Liu bangun dengan perasaan segar. Hari itu adalah hari libur sekolah, sehingga ia bisa menikmati waktu bersama keluarganya di rumah. Setelah mencuci muka dan berganti pakaian, ia menuju ruang makan. Ibunya sudah menyiapkan sarapan yang luar biasa banyak untuk Wang Liu, seolah tahu bahwa anaknya sedang sangat lapar.
"Terima kasih, Ibu," ujar Wang Liu sambil duduk di meja makan. Ia mulai makan dengan lahap. Jian Shen, yang berdiri di dekat jendela, menatap Wang Liu dengan heran.
"Guru, kau makan seperti belum makan selama tiga hari," kata Jian Shen dengan nada bercanda.
Wang Liu tersenyum tipis. "Latihan dan pertarungan kemarin menguras banyak energi. Aku butuh ini."
Setelah selesai makan, Wang Liu kembali ke kamarnya untuk bersantai. Namun, baru saja ia hendak naik ke tangga, terdengar suara ketukan pintu dari arah depan rumah.
"Siapa yang datang pagi-pagi begini?" gumam Wang Liu sambil menoleh ke arah Jian Shen.
"Aku yang akan membukanya," jawab Jian Shen. Ia berjalan ke pintu, mengenakan jubah panjang putih dengan motif kuning khasnya.
Ketika pintu terbuka, terlihat Yue, Xing, dan Ming berdiri di depan rumah. Mata mereka langsung membelalak melihat sosok Jian Shen.
"Siapa dia?" tanya Yue dengan nada terkejut. "Apakah dia roh pedang milikmu, Wang Liu?"
Jian Shen tersenyum tipis, membungkukkan sedikit badannya. "Benar. Aku adalah Jian Shen, roh pedang Wang Liu. Silakan masuk."
Yue, Xing, dan Ming tampak kebingungan sekaligus kagum melihat Jian Shen. Mereka melangkah masuk, dan Wang Liu muncul dari arah tangga.
"Maafkan Jian Shen kalau dia membuat kalian kaget," kata Wang Liu sambil tersenyum kecil.
"Tidak apa-apa," jawab Yue, tetapi matanya masih terpaku pada Jian Shen yang terlihat begitu anggun dan berwibawa.
Mereka berlima menuju kamar Wang Liu. Kamar itu tampak sederhana, dengan pencahayaan redup dan meja belajar di sudut ruangan. Yue, Xing, dan Ming duduk di lantai, sementara Jian Shen berdiri di dekat jendela.
"Wang Liu," kata Yue, membuka pembicaraan, "kami ingin tahu, seberapa besar tingkat spiritualmu sekarang. Setelah latihan spiritual dan meditasi, pasti ada perkembangan, bukan?"
Wang Liu mengerutkan dahi. "Tingkat spiritual? Aku tidak pernah benar-benar memikirkannya."
Yue mengeluarkan sebuah perangkat kecil berbentuk jam tangan. "Ini adalah alat untuk mengukur tingkat spiritual seseorang. Dengan ini, kita bisa tahu sejauh mana kemampuanmu."
Xing dan Ming langsung bersemangat. "Ayo, kita coba!" seru Xing.
Yue pertama kali mencoba alat itu pada dirinya sendiri. Setelah beberapa detik, layar alat itu menunjukkan angka 500, menandakan bahwa Yue berada di tingkat Qi Rendah.
"Keren sekali, Yue!" puji Xing.
Kemudian, Xing mencoba alat tersebut. Layar menunjukkan angka 410, yang juga berada di tingkat Qi Rendah.
Giliran Ming, dan hasilnya adalah 422, juga di tingkat Qi Rendah.
"Wang Liu, sekarang giliranmu," kata Yue sambil menyerahkan alat itu.
Wang Liu memasang alat tersebut di pergelangan tangannya. Saat alat mulai bekerja, layar menunjukkan tanda eror selama beberapa detik. Semua orang memperhatikan dengan cemas.
Tiba-tiba, angka muncul di layar: 980 Qi Menengah.
Ruangan menjadi sunyi. Xing dan Ming terbelalak, sementara Yue menutup mulutnya dengan tangan karena terkejut.
"Qi Menengah?!" seru Ming dengan suara hampir berteriak. "Bagaimana mungkin?! Wang Liu, bagaimana bisa tingkat spiritualmu setinggi itu?"
Xing menambahkan, "Itu angka yang luar biasa! Bahkan praktisi spiritual berpengalaman pun butuh bertahun-tahun untuk mencapai tingkat itu!"
Wang Liu hanya tersenyum tipis, mencoba meredam perhatian mereka. Namun, dalam hati ia berbicara dengan Jian Shen.
"Jian Shen, kau memanipulasi hasil ini, bukan?"
"Guru, maafkan aku," jawab Jian Shen. "Tingkat spiritualmu sebenarnya jauh lebih tinggi dari itu. Aku hanya memanipulasinya agar tidak terlalu mencolok."
Wang Liu menghela napas dalam hati, tetapi ia tidak mengatakan apa pun kepada teman-temannya.
Xing dan Ming masih terlihat bingung dan tidak percaya. "Bagaimana bisa, Wang Liu? Bukankah kau baru mulai melatih spiritualmu beberapa bulan terakhir?" tanya Xing.
Wang Liu mengangkat bahu. "Mungkin aku hanya beruntung."
Yue, di sisi lain, terus memandang Wang Liu dengan kagum. "Liu, kau benar-benar luar biasa. Aku tidak menyangka tingkat spiritualmu setinggi ini."
Wang Liu hanya tersenyum kecil mendengar pujian Yue.
Xing, yang masih penasaran, mencoba memeriksa alat tersebut. "Apakah ini eror? Tidak mungkin Wang Liu memiliki Qi Menengah!"
Ming mengangguk setuju. "Benar. Ini seperti sesuatu yang mustahil. Mungkin alat ini rusak."
Namun Yue menggeleng. "Alat ini tidak pernah salah. Wang Liu memang luar biasa. Kita harus menerima kenyataan itu."
Setelah diskusi panjang, suasana mulai mencair. Mereka berlima mengobrol santai tentang berbagai hal. Jian Shen, meskipun biasanya pendiam, sesekali ikut menimpali pembicaraan dengan komentar bijaknya.
"Jadi, apa rencana kita selanjutnya?" tanya Yue.
"Latihan," jawab Wang Liu singkat. "Kita harus terus meningkatkan kemampuan kita, terutama setelah apa yang terjadi di pertandingan kemarin. Ancaman seperti itu mungkin akan datang lagi."
Yue mengangguk setuju. "Benar. Kita harus bersiap untuk menghadapi apa pun."
Xing dan Ming, meskipun masih merasa heran dengan kemampuan Wang Liu, juga sepakat untuk terus berlatih.
Saat sore menjelang, Yue, Xing, dan Ming pamit untuk pulang. Sebelum pergi, Yue kembali memuji Wang Liu.
"Liu, aku tahu kau selalu rendah hati, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku sangat bangga padamu," katanya dengan senyum tulus.
"Terima kasih, Yue," jawab Wang Liu dengan suara lembut.
Setelah teman-temannya pergi, Wang Liu duduk di kamarnya bersama Jian Shen. Ia menatap langit senja melalui jendela, merenungkan kejadian hari itu.
"Guru," kata Jian Shen, memecah keheningan, "kau memiliki potensi yang sangat besar. Dunia ini akan membutuhkan kekuatanmu suatu saat nanti."
Wang Liu menatap Jian Shen dan tersenyum tipis. "Kalau begitu, aku harus terus berlatih dan bersiap untuk hari itu."
Hari itu berakhir dengan Wang Liu yang lebih yakin akan tanggung jawabnya. Meskipun ia masih merahasiakan banyak hal dari teman-temannya, ia tahu bahwa kekuatannya akan menjadi pelindung bagi mereka semua.