Setelah berhasil menggagalkan rencana para ninja pembunuh yang mengincar Yue, Wang Liu merasa lega. Meski ia hanya menggunakan sebagian kecil kekuatannya, hasilnya cukup untuk memastikan keamanan Yue dan teman-temannya. Namun, di balik kemenangan kecil itu, ia merasakan adanya ancaman yang lebih besar yang perlahan mendekat.
Saat bel sekolah berbunyi, menandakan akhir dari jam pelajaran hari itu, Wang Liu berjalan keluar kelas elite dengan langkah tenang. Yue, Xing, dan Ming menghampirinya di pintu.
"Wang Liu, terima kasih untuk hari ini," kata Yue sambil tersenyum.
"Tidak perlu berterima kasih," jawab Wang Liu singkat. "Aku hanya melakukan apa yang perlu."
Xing melirik Yue dan berkata dengan nada bercanda, "Kau sangat beruntung, Yue. Wang Liu benar-benar seperti penjaga pribadimu."
Yue tersenyum malu, sementara Wang Liu hanya menggeleng pelan. "Aku pulang dulu," katanya sebelum berpamitan dan berjalan menuju gerbang sekolah.
---
Saat perjalanan pulang, suasana kota tampak tenang. Matahari sore yang hangat menerangi jalan-jalan, memberikan kesan damai. Namun, di dalam hati Wang Liu, firasat buruk terus menghantuinya.
"Ancaman ini tidak biasa," pikir Wang Liu dalam hati. Ia teringat kata-kata Jian Shen pagi tadi, tentang kelompok pembunuh yang mengincar Yue. Jika kelompok kecil ninja saja bisa masuk ke lingkungan sekolah, maka ada kemungkinan pihak yang lebih kuat sedang mengintai dari bayangan.
Ketika Wang Liu sampai di rumah, ibunya sudah menunggunya di depan pintu dengan senyuman lembut.
"Aku pulang," kata Wang Liu sambil menanggalkan sepatunya.
"Selamat datang. Bagaimana harimu di sekolah?" tanya ibunya.
"Baik, Bu," jawab Wang Liu sambil memasuki ruang makan. Ia duduk bersama keluarganya untuk menikmati makan malam yang telah disiapkan.
---
Setelah makan malam, Wang Liu pergi ke kamarnya untuk merenung. Ia membuka jendela dan melihat langit malam yang cerah bertabur bintang. Jian Shen muncul di hadapannya dalam wujud spiritualnya.
"Guru," kata Jian Shen, "kemenanganmu hari ini adalah langkah kecil, tetapi lawanmu yang sebenarnya masih berada di luar sana."
Wang Liu menatap Jian Shen dengan tenang. "Aku tahu. Tapi aku tidak akan membiarkan siapa pun mengganggu kedamaian dunia ini."
Jian Shen melanjutkan, "Kelompok pembunuh yang mengincar Yue bukanlah ancaman utama. Mereka hanyalah pion. Ada sesuatu yang lebih besar di balik ini semua."
Wang Liu mengangguk. "Aku sudah menduga. Tapi aku akan menghadapi apa pun yang datang. Yue, keluargaku, teman-temanku, dan dunia ini—aku akan melindungi semuanya."
Jian Shen menatap Wang Liu dengan penuh keyakinan. "Kalau begitu, aku akan terus mendampingimu, Guru."
---
Keesokan paginya, Wang Liu bangun lebih awal dari biasanya. Setelah mandi dan berpakaian, ia menuju ruang makan. Ayahnya sudah duduk di meja, membaca koran seperti biasa.
"Ada berita menarik hari ini," kata ayahnya sambil menyerahkan koran kepada Wang Liu.
Wang Liu membaca headline di koran itu: "Serangan Ninja di Sekolah Huaxia? Siapa Pahlawan yang Menghentikan Mereka?"
Wang Liu hanya tersenyum tipis. Ia tahu bahwa media tidak akan menemukan jawaban sebenarnya.
"Apa itu tentangmu, Wang Liu?" tanya ibunya dengan nada curiga, tetapi penuh perhatian.
"Tidak, Bu," jawab Wang Liu dengan santai. "Hanya kebetulan saja."
Setelah sarapan, Wang Liu berpamitan kepada keluarganya dan berjalan menuju sekolah. Di perjalanan, ia kembali merasakan firasat buruk. Namun, ia memilih untuk tidak terlalu memikirkannya untuk saat ini.
---
Sesampainya di sekolah, suasana tampak lebih ramai dari biasanya. Murid-murid berbicara dengan antusias tentang berita ninja yang menyerang sekolah mereka.
"Apakah itu benar-benar terjadi?" tanya salah satu siswa.
"Aku mendengar ada seseorang yang menghentikan mereka. Tapi siapa?" jawab siswa lain.
Yue, Xing, dan Ming sudah menunggu Wang Liu di depan gerbang.
"Wang Liu, kau sudah lihat berita itu?" tanya Yue.
Wang Liu mengangguk. "Ya, aku melihatnya tadi pagi."
Xing tertawa kecil. "Aku yakin kalau kau yang menghentikan mereka, Wang Liu. Kau selalu tenang, tapi aku tahu kau punya rahasia besar."
Wang Liu tidak merespons, hanya tersenyum samar. Mereka berempat berjalan menuju kelas elite.
---
Saat pelajaran dimulai, guru mereka memberikan pengumuman penting.
"Perhatian, semua murid kelas elite," kata sang guru. "Dalam beberapa hari ke depan, akan ada latihan tingkat lanjut yang melibatkan misi luar sekolah. Kalian akan dibagi ke dalam tim untuk menghadapi simulasi ancaman nyata. Bersiaplah."
Para siswa tampak bersemangat, tetapi Wang Liu tetap tenang. Ia tahu bahwa latihan ini mungkin akan menjadi awal dari sesuatu yang lebih besar.
Ketika bel sekolah berbunyi, menandakan akhir pelajaran, Yue mendekati Wang Liu.
"Wang Liu, bisakah aku berbicara denganmu sebentar?" tanyanya.
"Ya, tentu," jawab Wang Liu.
Mereka berjalan ke taman sekolah, di mana Yue berbicara dengan suara pelan.
"Wang Liu, aku ingin mengucapkan terima kasih. Aku tidak tahu apa yang terjadi kemarin, tapi aku merasa kau telah melakukan sesuatu untuk melindungiku," kata Yue sambil menunduk malu.
Wang Liu tersenyum tipis. "Kau tidak perlu berterima kasih, Yue. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan."
Yue mengangguk. "Tapi aku merasa... ada bahaya besar yang sedang mengintai kita."
Wang Liu menatap Yue dengan serius. "Kau benar. Dan aku akan memastikan bahwa tidak ada yang akan menyakitimu."
Saat Yue tersenyum lega, Wang Liu merasa lebih yakin dengan keputusannya. Ancaman mungkin semakin besar, tetapi ia sudah bersiap menghadapi apa pun yang akan datang. Dunia ini, Yue, dan semua yang ia pedulikan akan ia lindungi, tak peduli seberapa kuat lawannya.