Setelah menjalani latihan dasar pedang roh, suasana di Akademi Huaxia mulai sepi. Siswa-siswi kelas elite satu per satu meninggalkan arena, kelelahan setelah seharian belajar dan berlatih. Wang Liu berjalan keluar dengan langkah santai, Jian Shen terselip di sarung pedangnya.
Di gerbang sekolah, Yue, Ming, dan Xing menghampirinya untuk berpamitan.
"Wang Liu, hari ini kau luar biasa," kata Yue dengan senyuman.
"Kau benar-benar membuat kami semua terkejut," tambah Ming sambil menepuk bahu Wang Liu.
Xing mengangguk setuju. "Latihan dasar tadi hanyalah permulaan. Aku penasaran seperti apa kemampuanmu saat latihan lanjutan nanti."
Wang Liu hanya tersenyum tipis. "Terima kasih. Sampai jumpa besok."
Setelah berpamitan, Wang Liu melanjutkan perjalanan pulang. Di tengah perjalanan, ia memutuskan untuk mampir ke toko kecil langganannya untuk membeli susu favorit. Suasana toko tampak tenang, hanya ada beberapa pelanggan yang sedang berbelanja. Wang Liu mengambil sebotol susu dari rak dan berjalan ke kasir.
Ketika keluar dari toko dengan susu di tangannya, suara lembut namun penuh rasa ingin tahu bergema di pikirannya.
"Guru," kata Jian Shen, "wanita yang selalu bersamamu di sekolah tadi, apakah dia pacarmu?"
Wang Liu berhenti sejenak, lalu tersenyum kecil. "Yue? Tidak. Dia hanya temanku."
"Tetapi dia tampaknya sangat peduli padamu," balas Jian Shen dengan nada menggoda.
"Hubungan kami tidak seperti itu," jawab Wang Liu sambil melanjutkan langkahnya. "Yue adalah teman yang baik, dan aku menghormatinya. Tapi aku tidak punya waktu untuk memikirkan hal-hal seperti itu sekarang."
Jian Shen tertawa kecil. "Baiklah, Guru. Aku hanya penasaran. Kau tampaknya sangat tenang dan fokus, tetapi aku bisa merasakan sesuatu yang berbeda saat kau bersamanya."
Wang Liu tidak menanggapi lebih lanjut. Ia tahu Jian Shen sedang mencoba menggoda atau mungkin menguji reaksinya, tetapi ia memilih untuk tidak terjebak dalam percakapan itu.
---
Sesampainya di rumah, Wang Liu membuka pintu dan menyapa dengan suara pelan namun tegas, "Aku pulang."
Ibunya menyambutnya dengan senyuman lembut seperti biasa. "Selamat datang, Wang Liu. Bagaimana harimu?"
"Baik," jawab Wang Liu sambil melepas sepatunya dan berjalan menuju ruang makan.
Di meja makan, makanan telah tersaji rapi. Ayahnya sudah duduk di kursinya, menunggu Wang Liu untuk bergabung.
"Makan malam sudah siap. Duduklah," kata ayahnya dengan nada penuh wibawa, tetapi hangat.
Wang Liu duduk di kursinya, mengambil mangkuk nasi, dan mulai makan bersama keluarganya. Suasana makan malam berlangsung tenang, hanya diiringi suara dentingan sumpit dan piring.
Setelah beberapa saat, ibunya memecah keheningan. "Wang Liu, aku dengar kau membuat pencapaian besar di sekolah hari ini."
Wang Liu mengangguk. "Latihan dasar pedang roh berjalan lancar. Jian Shen juga menunjukkan kekuatannya."
Ayahnya, yang mendengar nama Jian Shen, menatap Wang Liu dengan serius. "Jian Shen adalah pedang yang luar biasa. Kau harus berhati-hati menggunakannya. Pedang itu memiliki kekuatan besar, tetapi juga tanggung jawab besar."
"Aku mengerti, Ayah," jawab Wang Liu dengan penuh keyakinan.
Setelah makan malam selesai, Wang Liu membantu membersihkan meja, lalu naik ke kamarnya untuk beristirahat.
---
Di dalam kamar, Wang Liu duduk bersila di lantai dengan Jian Shen di pangkuannya. Ia menutup mata, mencoba berkomunikasi dengan roh pedangnya.
"Jian Shen," panggil Wang Liu dalam pikirannya.
"Ya, Guru?" suara Jian Shen menjawab.
"Latihan tadi hanyalah awal. Aku ingin tahu lebih banyak tentang kekuatanmu dan bagaimana cara mengendalikannya."
"Aku senang mendengar itu, Guru," kata Jian Shen. "Kekuatanku adalah bagian dari kekuatanmu. Untuk menguasainya, kau perlu memahami dirimu sendiri. Tetapi aku harus memberitahumu, kekuatanku tidak hanya berasal dari dunia ini."
Wang Liu membuka matanya dengan sedikit rasa ingin tahu. "Apa maksudmu?"
"Pedang ini—diriku—terhubung dengan dimensi lain, sebuah dunia di mana energi spiritual mengalir tanpa batas. Kau adalah orang yang terpilih untuk mengakses kekuatan itu, tetapi akses ini juga membawa risiko. Jika kau tidak berhati-hati, kekuatan ini bisa menjadi bencana."
Wang Liu mengangguk pelan, menyerap setiap kata yang diucapkan Jian Shen. Ia menyadari bahwa tanggung jawab yang ia pikul lebih besar daripada yang ia bayangkan.
"Terima kasih atas peringatanmu, Jian Shen," kata Wang Liu. "Aku akan memastikan untuk menggunakannya dengan bijak."
"Dengan sikap seperti itu, aku yakin kau akan menjadi tuan yang hebat," jawab Jian Shen dengan nada penuh hormat.
---
Malam itu, Wang Liu tidur dengan tenang, tetapi di dalam pikirannya, ia terus memikirkan tentang latihan yang akan datang dan bagaimana ia bisa menggunakan Jian Shen untuk melindungi mereka yang ia sayangi.
Di kejauhan, bulan bersinar terang, seolah menyaksikan awal perjalanan seorang pemuda yang ditakdirkan untuk menjadi legenda.