Langit mulai memerah saat matahari perlahan tenggelam di ufuk barat. Wang Liu berjalan pulang dari Akademi Huaxia dengan langkah santai. Jalanan kota Beijing mulai dipenuhi orang-orang yang bersiap untuk malam, dan aroma makanan jalanan memenuhi udara.
Namun, sebelum sampai di rumah, Wang Liu memutuskan untuk singgah di sebuah toko kecil favoritnya. Di sana, ia membeli susu kesukaannya dan beberapa permen. Setelah membayar di kasir, ia berjalan keluar dengan senyum tipis.
"Aku tidak sabar menikmati susu ini," gumam Wang Liu sambil membuka kemasan botol susu.
Namun, suasana yang awalnya tenang mendadak berubah. Dari arah timur kota, suara bergemuruh mengguncang bumi, membuat orang-orang berhenti dan melihat ke arah sumber suara.
"Apa itu?" seorang pria berteriak sambil menunjuk ke langit.
Langit di timur tampak gelap, dan di tengah kegelapan itu, sesosok makhluk besar terbang rendah. Sayap raksasanya mengibas dengan kekuatan dahsyat, menciptakan badai angin yang menghancurkan bangunan di bawahnya. Makhluk itu adalah seekor naga—raksasa, hitam, dengan sisik yang berkilauan seperti baja dan mata merah menyala.
Warga kota mulai panik. Suara jeritan dan langkah kaki terdengar di mana-mana. Orang-orang berlarian mencari perlindungan, meninggalkan kendaraan mereka di tengah jalan.
"Lari! Itu naga!" teriak seseorang.
Namun, di tengah kekacauan itu, Wang Liu tetap tenang. Ia memandang ke arah naga itu, matanya tajam seperti elang yang mengamati mangsanya. Ia meneguk susu di tangannya dengan santai, lalu meletakkan botol kosongnya di tepi jalan.
"Aku baru saja ingin menikmati hari yang tenang," katanya pelan, berjalan menuju sumber kegaduhan.
Wang Liu melangkah dengan tenang ke arah naga itu, sementara orang-orang di sekitarnya terus berlarian. Saat ia tiba di sebuah lapangan terbuka, naga itu turun dan mendarat dengan gemuruh yang membuat tanah bergetar. Ukuran naga itu sangat besar, dengan panjang lebih dari lima puluh meter dan cakar yang tajam seperti pedang.
Naga itu mengaum, menghembuskan nafas api ke arah gedung-gedung di sekitarnya, menghancurkan semuanya dalam sekejap. Namun, ketika matanya yang menyala-nyala melihat Wang Liu, naga itu berhenti sejenak, seolah merasakan sesuatu yang berbeda dari pemuda ini.
Wang Liu berdiri di sana, diam dan tak gentar. Ia mengangkat tangannya perlahan, dan seketika, aura Jin Guang—cahaya emas yang terang dan hangat—mulai mengelilingi tubuhnya. Cahaya itu begitu kuat sehingga membuat naga itu mundur beberapa langkah, menggeram dengan ketakutan yang jarang dirasakannya.
"Aku tidak ingin membuat keributan, tapi kau memaksaku," kata Wang Liu dengan tenang.
Dengan satu gerakan tangan, Wang Liu mengarahkan auranya ke naga itu. Dalam sekejap, tubuh raksasa naga itu terangkat ke udara, melayang tanpa bisa melawan kekuatan spiritual yang begitu besar. Naga itu mengamuk, mengibaskan ekor dan sayapnya, tetapi semua usahanya sia-sia.
Wang Liu mengangkat tangan lainnya, menciptakan lingkaran cahaya emas di udara. Lingkaran itu berputar dengan cepat, membuka portal menuju dimensi lain. Portal itu bersinar dengan cahaya biru tua, dan di dalamnya terlihat dunia yang asing, penuh kabut dan pegunungan yang menyeramkan.
"Tempat ini lebih cocok untukmu," kata Wang Liu sambil memutar tangannya.
Dengan gerakan sederhana, ia melemparkan naga itu ke dalam portal. Tubuh raksasa naga itu menghilang di balik lingkaran cahaya, dan portal itu menutup dalam sekejap, meninggalkan keheningan di tempat itu.
Orang-orang yang menyaksikan kejadian ini dari kejauhan tampak terkejut dan kagum. Mereka mulai berlari mendekat ke Wang Liu, ingin mengetahui siapa pemuda yang baru saja menyelamatkan kota dari kehancuran.
"Siapa dia?"
"Apakah dia seorang pahlawan?"
Tak lama kemudian, beberapa wartawan yang kebetulan berada di dekat lokasi langsung menghampiri Wang Liu. Mereka membawa kamera dan mikrofon, siap merekam setiap kata yang keluar dari mulut pemuda itu.
"Maaf, bolehkah kami mewawancarai Anda?" tanya seorang wartawan wanita dengan nada penuh antusias.
Wang Liu menoleh dan tersenyum kecil. Ia tahu bahwa menghindari mereka hanya akan menimbulkan lebih banyak kecurigaan.
"Boleh," jawabnya singkat.
"Siapa nama Anda, dan bagaimana Anda bisa memiliki kekuatan sebesar itu?" tanya wartawan itu.
"Nama saya Wang Liu," jawabnya dengan tenang. "Saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan untuk melindungi kota ini."
"Apa Anda seorang ahli spiritual atau murid dari seseorang yang hebat?"
Wang Liu menggeleng. "Saya hanyalah siswa biasa di Akademi Huaxia. Tidak ada yang istimewa."
Jawabannya yang singkat namun penuh misteri membuat para wartawan semakin penasaran, tetapi sebelum mereka sempat bertanya lebih banyak, Wang Liu memberikan anggukan kecil. "Maaf, saya harus pergi. Selamat malam."
Wang Liu berjalan meninggalkan kerumunan, sementara para wartawan dan orang-orang di sekitarnya hanya bisa menatapnya dengan penuh rasa kagum.
---
Ketika Wang Liu akhirnya tiba di rumah, langit sudah gelap. Ia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah dengan tenang.
"Aku pulang," katanya.
Ibunya muncul dari dapur, tersenyum lembut seperti biasa. "Selamat datang, Liu. Kau terlambat hari ini. Apa semuanya baik-baik saja?"
"Semua baik, Bu," jawab Wang Liu sambil tersenyum tipis.
Ayahnya, yang duduk di ruang makan, menatap Wang Liu dengan pandangan penuh arti. "Liu, ada sesuatu yang terjadi di kota tadi. Apa kau tahu sesuatu?"
Wang Liu menggeleng. "Hanya sedikit kekacauan, tapi sekarang sudah terkendali