Wang Liu bangun pagi itu dengan suasana hati yang tenang. Di luar, matahari mulai memancarkan sinarnya, menghangatkan kota Beijing yang perlahan-lahan hidup kembali dari malam yang dingin. Wang Liu meregangkan tubuhnya sejenak sebelum melangkah keluar kamar, mengenakan seragam barunya. Hari ini adalah hari besar baginya.
Di ruang makan, aroma makanan memenuhi udara. Ayahnya, seorang pria dengan wajah tegas namun penuh kehangatan, duduk membaca koran sambil sesekali menyeruput teh. Ibunya sibuk di dapur, menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga.
"Selamat pagi, Liu," sapa ibunya sambil meletakkan sepiring nasi goreng di meja. "Hari pertama di Akademi Elite, ya? Jangan gugup."
Wang Liu tersenyum kecil. "Aku tidak gugup, Bu," jawabnya santai, lalu mulai makan.
Ayahnya menurunkan korannya dan menatap Wang Liu dengan penuh perhatian. "Ingat, Nak. Akademi itu bukan sekolah biasa. Para siswa di sana adalah yang terbaik dari seluruh negeri. Tapi kau harus tetap rendah hati, dan…," ia berhenti sejenak, menatap tajam. "Jangan biarkan siapa pun mengetahui kekuatan aslimu."
Wang Liu mengangguk. Ia sudah tahu konsekuensi dari membuka identitasnya. Meski ia lahir dengan kekuatan spiritual dan supernatural yang luar biasa, ia memahami pentingnya menyembunyikan kekuatan itu. Dunia bisa menjadi tempat yang berbahaya bagi mereka yang terlalu menonjol.
"Tenang saja, Ayah. Aku tahu apa yang harus kulakukan," jawabnya yakin.
Setelah sarapan, Wang Liu pamit dan berangkat ke Akademi Elite China, sebuah sekolah bergengsi yang hanya menerima siswa-siswi berbakat. Bangunan sekolahnya megah, berdiri dengan elegan di tengah kota, dan memiliki reputasi sebagai tempat yang melahirkan pemimpin masa depan.
Ketika Wang Liu melangkah memasuki gerbang sekolah, tatapan para siswa langsung tertuju padanya. Bisik-bisik mulai terdengar.
"Itu siswa baru, kan?"
"Dia kelihatannya biasa saja. Kenapa dia bisa diterima di sini?"
"Seragamnya sih bagus, tapi apa dia punya bakat seperti kita?"
Wang Liu mengabaikan komentar-komentar itu. Baginya, tidak ada gunanya menjawab atau membalas. Ia hanya ingin menjalani hari pertamanya dengan tenang.
Di aula utama, seluruh siswa baru berkumpul untuk menjalani ritual wajib: pengecekan kekuatan spiritual. Setiap siswa harus menunjukkan level Qi mereka, sebuah ukuran dasar kekuatan spiritual. Di akademi ini, semakin tinggi level Qi seseorang, semakin besar penghormatan yang mereka dapatkan.
Saat giliran pertama tiba, seorang siswi bernama Yue maju ke depan. Ia adalah gadis berambut panjang dengan wajah lembut dan senyum yang memikat. Begitu namanya disebut, seluruh aula dipenuhi sorak-sorai.
"Yue! Yue! Yue!"
Ia adalah siswi paling populer di akademi ini, bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena bakatnya. Yue menempatkan tangannya di atas bola kristal yang digunakan untuk mengukur level Qi. Bola itu mulai bersinar lembut, lalu angka 500 muncul di atasnya.
"Qi Rendah, 500!" umumkan salah satu guru.
Semua siswa bersorak. Meski level Qi-nya masih tergolong rendah dibandingkan standar para senior di akademi, Yue tetap dipuja karena pesonanya yang luar biasa.
"Seperti yang kuduga dari Yue! Dia memang luar biasa!"
"Dia akan menjadi salah satu murid terbaik tahun ini!"
Yue tersenyum sopan, lalu kembali ke tempatnya. Wang Liu yang berdiri di barisan belakang memperhatikan dengan tenang. Ia tidak terpengaruh oleh sorakan itu.
Giliran demi giliran berlalu hingga akhirnya nama Wang Liu dipanggil. Ia maju ke depan dengan langkah santai. Suasana aula tiba-tiba berubah hening. Semua mata tertuju padanya.
"Itu siswa baru yang tadi," bisik salah satu murid.
"Apa dia punya kekuatan spiritual yang layak?"
Wang Liu meletakkan tangannya di atas bola kristal. Bola itu mulai bergetar pelan, lalu memancarkan cahaya lemah. Angka 40 muncul di atasnya.
"Qi Awal, 40!" seru guru tersebut.
Hening sejenak, lalu suara tawa mulai terdengar dari seluruh aula.
"Hahaha! Qi Awal 40? Itu bahkan lebih rendah dari anak-anak biasa!"
"Bagaimana dia bisa diterima di sini? Akademi Elite seharusnya tidak menerima orang lemah seperti dia!"
"Ejekan seperti itu berlebihan," pikir Wang Liu dalam hati, tapi ia hanya tersenyum kecil. Ia sudah menduga reaksi ini. Qi rendah yang terdeteksi hanyalah manipulasi yang ia lakukan. Ia sengaja menutupi kekuatan aslinya agar tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan.
Namun, di tengah kerumunan yang mengejek, Yue melangkah maju. Ia menatap Wang Liu dengan senyum lembut.
"Hei," sapanya pelan. "Kau siswa baru, kan? Namamu siapa?"
Wang Liu menoleh, sedikit terkejut. "Aku Wang Liu," jawabnya singkat.
"Senang bertemu denganmu, Wang Liu," kata Yue, menjulurkan tangannya.
Wang Liu menjabat tangan Yue. Ia bisa merasakan ketulusan dalam tatapannya, sesuatu yang jarang ia temui di antara orang-orang yang hanya menilai seseorang berdasarkan kekuatan.
"Terima kasih," kata Wang Liu singkat, lalu kembali ke tempatnya. Yue tersenyum, lalu mengikuti.
Di belakang aula, beberapa murid senior yang diam-diam memperhatikan Wang Liu saling bertukar pandang.
"Dia menutupi sesuatu," ujar salah satu dari mereka dengan nada serius.
"Ya. Aura spiritualnya terasa aneh. Qi 40 itu pasti palsu," tambah yang lain.
Namun, mereka tidak mengatakan apa-apa lebih lanjut. Bagi mereka, Wang Liu hanyalah anak baru yang harus diawasi.
Sementara itu, Wang Liu duduk di kursinya, mengamati sekeliling. Hari pertama di akademi ini baru dimulai, tetapi ia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi.
"Semua ini hanya permulaan," pikir Wang Liu, menatap bola kristal yang sekarang kembali diam.
Ia tahu, suatu saat nanti, kebenaran tentang dirinya akan terungkap. Namun untuk saat ini, ia puas menjadi seorang siswa yang tampak biasa.