Chereads / Dr. Rama The Bacterial Hero / Chapter 23 - Robot Yang Nakal

Chapter 23 - Robot Yang Nakal

Setelah semua kekacauan mereda dan keamanan mulai terjamin, Rama mengusulkan kepada Siska dan keluarganya untuk segera kembali ke Kalimantan. Ia merasa situasi Jakarta yang masih penuh dengan kerusakan dan trauma tidak aman bagi mereka. Namun, sebelum keputusan diambil, robot kristal bakteri milik Rama berinisiatif menawarkan sesuatu yang tak biasa.

"Tuanku, izinkan kami yang membawa kalian pulang," ucap salah satu dari mereka dengan suara besar namun penuh antusias.

Rama mengerutkan kening. "Maksudmu, kami naik kalian?" tanyanya.

Robot itu mengangguk sambil membusungkan dadanya. "Kami bisa menjaga kalian dengan lebih aman dan cepat sampai tujuan. Lagipula, perjalanan ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan!"

Rama awalnya ragu. Ia tahu tubuh robot-robot itu selalu basah karena aliran air yang terus-menerus digunakan untuk mempertahankan kelembapan kristalnya. "Tidak, kalian terlalu basah. Aku tidak ingin keluargaku seperti mandi air terjun selama perjalanan."

Namun, robot-robot itu tidak menyerah. Mereka segera mengambil kain besar dari sisa-sisa bangunan yang hancur dan mulai mengelap tubuh mereka dengan cepat, bahkan berlomba siapa yang paling kering.

"Lihat, Tuan! Kami sudah kering!" teriak mereka dengan penuh semangat.

Rama memeriksa mereka dengan skeptis, tetapi hanya bisa menghela napas panjang saat robot-robot itu memandangnya dengan tatapan penuh harap. Akhirnya, ia mengalah. "Baiklah, tapi aku akan membuat lapisan pelindung kecil agar kalian tidak membasahi kami sepanjang perjalanan."

Robot-robot itu bersorak, melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil yang baru mendapat mainan baru. Siska hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah mereka, sementara Yoga dan Yogi, adik-adik Siska, melonjak senang.

Saat Rama, Siska, dan keluarganya naik ke tangan salah satu robot besar, mereka merasa seperti menaiki panggung raksasa. Robot kristal itu mengangkat mereka dengan hati-hati, tetapi tiba-tiba ia mulai melompat-lompat.

"Kami siap berangkat! Lompatan pertama menuju Kalimantan!" serunya sambil melonjak-lonjak.

Namun, lompatan itu begitu kuat hingga membuat tanah bergetar, seperti gempa kecil. Rama segera berteriak. "Berhenti lompat! Kau membuat orang-orang ketakutan!"

Robot itu berhenti dengan canggung, lalu menggaruk-garuk kepalanya meskipun tidak ada yang gatal. "Maaf, Tuan. Kami terlalu senang."

"Cukup berjalan biasa," perintah Rama.

Setelah beberapa langkah, robot itu berkata, "Kalau berjalan saja terlalu lambat, kami akan terbang."

Sebelum Rama bisa menolak, robot itu mengepakkan sayap kristal di punggungnya. Dengan dorongan angin yang kuat, mereka melesat ke udara.

Yoga dan Yogi terlihat sangat menikmati perjalanan itu. Mata mereka berbinar-binar melihat pemandangan kota dan pegunungan dari atas langit. Mereka bahkan melompat-lompat kecil di atas tangan robot kristal sambil tertawa.

"Wow! Ini seperti naik wahana paling seru!" seru Yoga.

"Aku mau jadi pilot robot ini kalau besar nanti!" tambah Yogi.

Robot kristal itu tertawa besar mendengar pujian mereka. "Kalian mau belajar? Aku bisa jadi guru kalian nanti!"

Siska tertawa melihat adik-adiknya yang ceria, tetapi ia tetap memegang mereka erat-erat agar tidak terlalu dekat dengan tepi. Sementara itu, Rama hanya bisa mengawasi sambil menggelengkan kepala.

Namun, di tengah perjalanan, salah satu robot mulai menunjukkan tingkah konyolnya. Ia terbang dengan gaya berputar seperti menari di udara, sementara yang lain pura-pura membentuk formasi seperti pesawat tempur.

"Kami adalah pasukan pelindung udara! Semua bersiap untuk formasi serangan!" teriak salah satu robot sambil berpura-pura menembak awan.

Rama berteriak dari kejauhan. "Hei! Fokus pada perjalanan, bukan bermain-main!"

Namun, mereka hanya tertawa dan berkata, "Kami sedang memamerkan gaya, Tuan!"

Di sela-sela perjalanan, Siska mendekat ke Rama yang terlihat masih lelah. Ia duduk di sebelahnya dan menggenggam tangannya.

"Terima kasih sudah melindungi kami," ucap Siska dengan lembut.

Rama tersenyum kecil. "Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Yang penting kalian selamat."

Siska menatapnya dengan penuh rasa syukur. "Aku senang akhirnya kau berani mengungkapkan perasaanmu. Aku juga mencintaimu, Rama."

Rama terdiam sejenak, merasa dadanya hangat mendengar kata-kata itu. Ia tidak menyangka momen kecil di tengah perjalanan yang kacau ini justru menjadi saat yang paling berarti baginya.

Di sisi lain, robot-robot kristal itu dengan sengaja membuat simbol hati besar di udara menggunakan uap air. "Lihat, Tuan! Ini untuk kalian!" teriak mereka.

Rama memijat pelipisnya sambil tersenyum lelah. "Kalian benar-benar tidak tahu kapan harus serius, ya?"

Ketika mereka mendekati Kalimantan, pemandangan desa tampak semakin jelas. Warga desa yang melihat robot-robot besar itu mendekat langsung berseru ketakutan.

"Apa itu? Serangan lagi?" tanya salah satu warga.

Namun, tidak lama kemudian, mereka mengenali Rama dan keluarganya yang berada di tangan robot tersebut. Sorak-sorai kegembiraan menggema di seluruh desa.

"Rama kembali! Dia membawa keluarganya!"

Robot kristal itu mendarat dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang terluka. Setelah menurunkan Rama, Siska, dan keluarganya, mereka membungkuk dalam-dalam kepada para warga, seolah-olah sedang meminta izin untuk menjadi bagian dari komunitas tersebut.

Cindy, yang sudah menunggu sejak lama, langsung berlari menghampiri Rama dan memeluknya. "Kak Rama! Aku sudah memasak makanan kesukaanmu!"

Rama tersenyum hangat, sementara robot-robot kristal itu langsung bersorak. "Daging cincang goreng! Sate tusuk! Bakso! Kami ingin makan juga!"

Warga desa hanya bisa tertawa melihat tingkah robot-robot besar yang sebenarnya mengintimidasi, tetapi ternyata sangat ramah dan ceria

Hari itu ditutup dengan pesta kecil di desa untuk merayakan kembalinya Rama dan keluarganya. Robot-robot kristal membantu memasak dengan keterampilan baru yang mereka pelajari dari Cindy, membuat suasana semakin meriah.

Rama duduk di dekat Siska, memandang keluarganya yang tersenyum bahagia. Ia merasa lega bahwa perjuangannya tidak sia-sia. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa ini mungkin belum akhir dari petualangan mereka.

Malam yang tenang menyelimuti desa Kalimantan. Rama merasa lega setelah pertempuran besar dan kekacauan yang menimpa hidupnya. Robot-robot kristal raksasa yang telah menjadi simbol kekuatan dan pelindung kini beralih kembali ke bentuk bakteri-bakteri kecil sesuai perintahnya. Kehidupan desa pun kembali normal, bahkan lebih baik karena lingkungan sekitar terasa lebih subur dan hijau berkat kehadiran bakteri-bakteri tersebut.

Namun, seperti biasa, ketenangan itu tidak bertahan lama.

Di pagi hari, suara dentuman besar membangunkan Rama dari tidurnya. Ia langsung berlari keluar rumah dengan perasaan campur aduk antara bingung dan khawatir. Ketika ia melongok ke arah hutan, matanya membelalak melihat salah satu robot kristalnya berlari-lari dengan langkah besar, menimbulkan goncangan di tanah.

Robot itu kemudian berhenti, berjongkok, dan menutup matanya dengan kedua tangan seolah-olah sedang bermain petak umpet.

Rama segera memanggilnya dengan nada kesal. "Hei! Apa yang kau lakukan? Bukankah aku sudah memintamu tetap dalam bentuk bakteri?"

Robot itu menoleh dengan wajah malu-malu. Ia mendekati Rama dengan langkah pelan, menundukkan kepalanya seperti anak kecil yang ketahuan berbuat nakal. "Maaf, Tuan. Ini semua karena anak-anak desa..."

"Apa maksudmu?" tanya Rama sambil melipat tangannya.

Robot kristal itu mulai menjelaskan dengan nada penuh rasa bersalah. "Pagi-pagi sekali, anak-anak desa, terutama Yoga dan Yogi, datang ke salah satu ninja kristal dan mengajaknya bermain petak umpet. Awalnya semuanya berjalan baik, tetapi mereka mulai bosan karena ninja kristal kami selalu menang."

Rama mengerutkan kening. "Ya jelas saja, kalian itu ninja. Petak umpet jelas bukan tandingan kalian."

Robot itu mengangguk pelan. "Betul, Tuan. Tapi karena anak-anak merasa bosan, mereka meminta kami berubah menjadi robot besar supaya permainan lebih seru. Kami menolak awalnya, tetapi mereka terlihat sangat sedih. Kami panik, jadi kami setuju dengan syarat mereka tidak memberitahu Tuan tentang ini."

"Dan sekarang kau malah ketahuan," kata Rama sambil menghela napas panjang. "Lalu kenapa kau menutup mata seperti itu tadi?"

"Tuan, anak-anak itu menyuruhku menjadi yang jaga saat bermain petak umpet. Tapi aku selalu kalah karena tubuhku besar dan gampang ditemukan," jawab robot itu sambil menggaruk kepalanya dengan tangan besar.

Rama menahan tawa yang hampir keluar. Melihat robot sebesar itu dipermainkan oleh anak-anak kecil membuatnya sulit untuk marah. Ia akhirnya hanya bisa memijat pelipisnya. "Baiklah, kau boleh bermain. Tapi setelah ini, kembali ke bentuk aslimu, mengerti?"

Robot itu melompat-lompat senang. "Baik, Tuan! Terima kasih banyak!"

Rama memutuskan untuk menyaksikan permainan mereka dari jauh. Ia duduk di bawah pohon bersama Siska, sementara anak-anak desa berlari-lari mengelilingi robot besar yang mencoba bermain petak umpet dengan mereka. Yoga, Yogi, dan teman-temannya tertawa gembira setiap kali berhasil menemukan tempat persembunyian robot kristal yang sebenarnya terlalu mencolok untuk disembunyikan.

"Lihat, Rama," ujar Siska sambil tersenyum. "Mereka benar-benar menikmati ini. Anak-anak itu pasti akan mengingat hari ini sebagai salah satu kenangan terbaik mereka."

Rama mengangguk, meskipun ia mencoba menutupi senyumnya. "Ya, tapi mereka juga membuat robot-robotku melanggar perintah. Setelah ini, aku harus memberikan mereka pelajaran."

Siska tertawa kecil. "Mereka hanya ingin membuat anak-anak bahagia. Jangan terlalu keras pada mereka."

Di tengah permainan, salah satu robot mencoba bersembunyi di balik pohon besar, tetapi tubuhnya terlalu besar sehingga hanya kepalanya saja masih sangat kelihatan. Anak-anak langsung menemukannya dan berteriak, "Ketemu!"

Robot itu panik dan berkata, "Tidak mungkin! Aku sudah memilih tempat yang sempurna!"

Tingkah konyol mereka membuat warga desa, termasuk Pak Surya, kepala desa, tidak berhenti tertawa. Suasana desa yang biasanya tenang kini dipenuhi keceriaan dan gelak tawa.

Di sela-sela permainan, Rama menyadari sesuatu yang menarik. Sejak para robot kristal itu menyebar menjadi bakteri, lingkungan desa menjadi lebih hijau dan subur. Pohon-pohon tumbuh lebih cepat, tanaman menghasilkan buah lebih banyak, dan udara terasa lebih segar.

Pak Surya mendekati Rama dan berkata, "Rama, kehadiranmu dan robot-robot ini membawa berkah bagi desa kami. Kami semua sangat berterima kasih."

Rama tersenyum kecil. "Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan, Pak Surya. Tapi mohon maaf kalau mereka terkadang membuat kekacauan."

Pak Surya tertawa. "Ah, tidak masalah. Kekacauan mereka malah membuat desa ini lebih hidup. Anak-anak jadi lebih ceria, dan kami para orang tua pun senang melihat mereka bahagia."

Ketika malam tiba, Rama memanggil robot besar itu untuk memberikan perintah terakhir. "Terima kasih telah membuat hari ini menjadi istimewa bagi semua orang. Tapi ingat, mulai sekarang jangan berubah menjadi bentuk besar lagi tanpa izin."

Robot itu menunduk hormat. "Baik, Tuan. Kami akan mematuhi perintahmu."

Setelah itu, robot kristal besar kembali menjadi bakteri kecil dan menyebar ke seluruh desa. Anak-anak desa yang melihatnya sedikit sedih, tetapi Rama menjelaskan bahwa itu demi kebaikan mereka semua.

"Kalian masih bisa bermain dengan ninja kristal, Dan mereka tidak akan di boleh menggunakan kekuatannya, agar adil. Mereka tetap akan menjadi teman kalian," kata Rama kepada Yoga, Yogi, dan teman-temannya.

Malam itu, desa kembali tenang. Rama duduk di teras rumah bersama Siska, menikmati udara segar dan suara alam yang damai. Dalam hati, ia merasa bersyukur atas kedamaian yang akhirnya tercipta setelah semua pertempuran yang mereka lalui.