Hujan deras mengguyur Jakarta malam itu, seolah memberi isyarat akan bahaya yang tengah mengintai kota ini. Di sebuah ruang operasi militer yang tersembunyi di bawah gedung tua, Pak Jayadi, pemimpin militer yang terkenal tenang dan penuh strategi, berdiri di depan peta besar Jakarta. Ia mengamati laporan yang baru saja diterimanya dari agen andalannya, Arman.
"Genesis Syndicate memiliki markas utama di sebuah gedung perkantoran tua di utara Jakarta," ujar Arman sambil menunjuk lokasi pada peta. "Selama dua minggu penyamaran saya, mereka sedang mempersiapkan serangan besar-besaran ke tiga target utama: Istana Negara, gedung DPR, dan pusat data nasional. Jika berhasil, mereka akan melumpuhkan negara ini."
Pak Hartono, bawahan Jayadi yang lebih emosional, menatap laporan itu dengan wajah memerah. "Kita tidak bisa membiarkan mereka bergerak lebih jauh. Mereka harus dihancurkan sekarang juga!"
Jayadi menenangkan Hartono dengan tatapan tajam. "Serangan langsung hanya akan membuat kita kehilangan banyak nyawa. Teknologi mereka jauh lebih maju dari milik kita. Kita butuh strategi, bukan emosi."
Hartono mendengus, tapi akhirnya mengangguk. "Jadi, apa rencanamu, Pak?"
Jayadi berpaling ke Arman. "Ada seseorang yang bisa membantu kita. Dia sudah berhadapan dengan ancaman besar sebelumnya. Namanya Dr. Rama."
Hartono mengerutkan kening. "Dr. Rama? Maksud Anda, pria yang pernah difitnah sebagai pahlawan bakteri perusak fasilitas umum?"
Jayadi mengangguk. "Ya. Aku yang membebaskannya dari penjara, karena aku tahu dia bukan pelakunya. Dia orang yang tepat untuk menghadapi Genesis Syndicate."
Arman, yang memahami kepercayaan Jayadi pada Rama, mengangguk. "Saya akan segera menemuinya, Pak."
Di rumah sederhana milik Dr. Rama di Jakarta, malam itu terasa damai. Widya, kakak Rama, sedang berbincang dengan Cindy dan Bu Dewi di ruang tamu. Rama sendiri berada di ruang kerjanya, memeriksa beberapa dokumen tentang penelitian baru yang sedang ia kembangkan.
Namun, ketukan di pintu depan mengusik ketenangan malam itu. Widya bergegas membukakan pintu, mendapati seorang pria berpakaian rapi berdiri di depan rumah.
"Maaf mengganggu malam Anda," sapa pria itu. "Saya Arman, utusan dari Pak Jayadi, seorang jendral militer yang pernah membebaskan Dr. Rama dari penjara waktu itu. Saya ingin berbicara dengan Dr. Rama."
Widya mengangguk dan mempersilakan Arman masuk. Rama yang mendengar percakapan itu segera keluar dari ruang kerjanya.
"Ada apa, Pak Arman?" tanya Rama dengan nada serius.
Arman tidak membuang waktu. "Dr. Rama, negara ini dalam bahaya. Genesis Syndicate sedang merencanakan serangan besar-besaran, dan kami membutuhkan bantuan Anda."
Rama mengerutkan kening. Nama Genesis Syndicate tidak asing baginya. Ia pernah mendengar tentang organisasi ini sebelumnya tapi tidak tahu itu organisasi apa.
"Kenapa kalian datang padaku?" tanya Rama. "Bukankah militer memiliki cukup kekuatan untuk menangani mereka?"
Arman menjawab dengan tenang, "Mereka memiliki teknologi yang jauh melampaui apa yang kami miliki saat ini. Senjata konvensional tidak akan cukup. Kami butuh seseorang dengan kemampuan seperti Anda untuk menghentikan mereka."
Rama terdiam sejenak, memikirkan permintaan itu. Ia tahu, jika ia menolak, dampak dari organisasi tersebut mungkin saja bisa menghancurkan semua orang yang ia cintai.
"Baik," kata Rama akhirnya. "Aku akan membantu. Tapi aku punya satu syarat: semua yang kulakukan harus berjalan sesuai rencanaku."
Arman mengangguk dengan penuh keyakinan. "Kami akan mengikuti arahan Anda, Dr. Rama."
Malam itu, Rama meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Ia mengunci diri di ruang kerjanya dan mulai bekerja dengan kekuatan bakteri supernya, menciptakan teknologi baru yang bisa membantunya melawan Genesis Syndicate.
Dengan bantuan Thermobactera, ia memperkuat kostum Ninja Kristal Bakterinya, membuatnya lebih tahan terhadap serangan energi dan senjata berat. Ia juga mengembangkan sistem kloning yang lebih efisien, memungkinkan pasukan Ninja Kristalnya bergerak lebih cepat dan lebih terorganisir.
Sementara itu, di rumah lain di Jakarta, Siska sedang duduk di ruang tamu bersama kedua orang tuanya, Pak Rido dan Bu Sari. Pikiran Siska terus melayang pada Rama. Setelah semua kejadian yang mereka lalui, ia tahu bahwa Rama memikul beban besar untuk melindungi dunia ini.
Namun, lamunannya terhenti ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Rama masuk.
"Aku harus pergi untuk sebuah misi penting. Doakan aku."
Siska membaca pesan itu dengan hati yang berat. Ia tahu, meski Rama tidak mengatakan detailnya, misi itu pasti sangat berbahaya.
Keesokan harinya, Rama bertemu dengan Jayadi, Hartono, dan Arman di markas militer. Mereka membahas rencana penyusupan ke markas Genesis Syndicate.
"Mereka memiliki sistem keamanan yang sangat canggih," jelas Arman sambil menunjukkan data pada monitor. "Jika kita menyerang langsung, kita hanya akan membuang nyawa."
Rama mengamati data itu dengan saksama. "Kita tidak bisa menghancurkan mereka dari luar. Satu-satunya cara adalah menyusup ke dalam, menghancurkan inti sistem mereka, dan melumpuhkan semua operasi mereka."
Hartono, meski masih terlihat skeptis, mengangguk setuju. "Tapi bagaimana caranya menyusup tanpa ketahuan?"
Rama tersenyum tipis. "Aku punya caranya."
Dengan bantuan kekuatan bakteri yang ia kembangkan, Rama merancang sebuah strategi penyusupan menggunakan kloning Ninja Kristalnya untuk melumpuhkan penjagaan diluar, sesudah itu menyergap semua yang ada disana dan menyelinap ke markas utama.
Jayadi memandang Rama dengan penuh harapan. "Kami percaya pada Anda, Dr. Rama. Kota ini ada di tangan Anda."
Dr. Rama yang memulai persiapan terakhirnya untuk menghadapi Genesis Syndicate, membawa harapan terakhir untuk melindungi Jakarta dari kehancuran.
Dr. Rama berdiri di sebuah atap bangunan tua, mengawasi markas besar Genesis Syndicate dari kejauhan. Di bawah sinar bulan yang terang, matanya memindai setiap sudut markas yang dikelilingi oleh penjaga bersenjata lengkap dan berbagai perangkat pengamanan canggih. Di belakangnya, pasukan robot ninja kristal bakterinya menunggu instruksi dengan tenang. Meski mereka tampak serius, Rama tahu bahwa tingkah mereka seringkali tidak terduga.
"Pasukan, siap?" tanya Rama sambil menoleh ke belakang.
Pemimpin pasukannya, robot ninja kristal yang selalu setia, memberi salut dengan gaya lucu—dua jari telunjuk dan tengah membentuk tanda 'V' sambil memamerkan ekspresi konyol. Rama hanya menggelengkan kepala sambil menahan senyum.
"Kalian benar-benar tidak tahu kapan waktunya bercanda," gumamnya.
Namun, di balik kekonyolan itu, Rama selalu yakin pada kemampuan pasukannya. Mereka adalah manifestasi dari kerja keras dan pengorbanannya, dan misi ini adalah ujian yang harus mereka menangkan.
Rama memberi isyarat dengan tangannya, dan pasukan robot ninja kristal mulai bergerak. Tubuh mereka yang dapat memecah menjadi partikel kecil memungkinkan mereka menyelinap melewati penjaga dengan sangat mudah. Mereka merayap seperti kabut tipis di lantai, menyusup di bawah bayang-bayang. Setiap penjaga yang berada di jalur mereka dilumpuhkan dengan senyap. Sebuah senjata kimia ringan dari partikel kristal membuat penjaga-penjaga itu kehilangan kesadaran tanpa ada suara yang mencurigakan.
Setelah semua penjaga di area luar dilumpuhkan, pasukan robot ninja kristal kembali ke wujud semula. Mereka berkumpul di depan pintu besar yang tampak kokoh, dilengkapi dengan sistem keamanan biometrik.
"Kodenya!" perintah Rama.
Pemimpin pasukan robot ninja kristal bakteri mengangguk, lalu bergerak dengan sigap. Dia mengeluarkan bekteri di ujung tangannya dan memasukkannya ke dalam panel keamanan. Suara 'klik' terdengar, dan pintu besar itu mulai terbuka perlahan. Sebelum memasuki ruangan, pemimpin robot ninja kristal kembali memberi isyarat konyol kepada Rama kali ini menirukan gaya berjalan ninja yang berlebihan. Rama hanya menghela napas panjang sambil tersenyum tipis.
"Kalian ini benar-benar," ujarnya pelan, meski dalam hatinya dia merasa lega dengan keberhasilan mereka sejauh ini.
Mereka tidak menaiki lift, justu menyebar menjadi bakteri kecil untuk sampai ke lantai 12 ruangan bawah tanah.
Setelah memasuki celah pintu besar, disana tampak koridor panjang yang dipenuhi dengan aktivitas para ilmuwan dan teknisi Genesis Syndicate. Rama memberi perintah untuk tetap dalam mode senyap. Tubuh mereka yang terurai menjadi partikel kecil, menyatu dengan dinding dan lantai seperti aliran bakteri yang bergerak tanpa suara.
Dari sudut-sudut koridor, Rama mengamati dengan cermat. Laboratorium-laboratorium di sepanjang jalan itu penuh dengan kesibukan ilmuwan yang sedang mengerjakan sesuatu, beberapa di antaranya tampak sangat berbahaya. Para ilmuwan di sana sibuk dengan berbagai kegiatan, tampaknya tidak menyadari ancaman yang mendekat.
Ketika Rama memberi isyarat, pasukannya meluncur seperti bayangan. Dalam hitungan detik, para ilmuwan, penjaga dan teknisi yang ada di koridor itu berhasil dilumpuhkan. Mereka dijaga agar tetap hidup, sesuai prinsip Rama yang tidak ingin menghilangkan nyawa tanpa alasan yang benar-benar mendesak.
Namun, situasi mulai berubah ketika salah satu teknisi yang berhasil bangkit kembali memencet tombol alarm di dinding. Suara sirine menggema di seluruh ruangan, lampu merah berkedip-kedip, menandakan status darurat.
"Pasukan, bersiap! Kita harus mempercepat gerakan!" seru Rama.
Di tengah kekacauan itu, di sebuah ruangan rahasia yang terjaga ketat, seorang pria paruh baya dengan raut wajah geram berdiri. Dia adalah Pak Wijaya, salah satu pemimpin tertinggi Genesis Syndicate. Di sebelahnya berdiri Arga, tangan kanannya yang terkenal karena kecerdikan dan keganasannya di medan pertempuran.
"Mereka sudah sampai di sini," ujar Pak Wijaya dengan nada rendah namun penuh amarah. "Kita tidak bisa membiarkan mereka merusak rencana kita. Aktifkan protokol pertahanan."
Arga mengangguk dan berjalan menuju konsol. Dengan beberapa ketukan di layar, sebuah dinding di ruangan itu terbuka, menampilkan dua robot canggih yang selama ini dirahasiakan oleh Genesis Syndicate.
Pak Wijaya melangkah mendekati robot besar berwarna hitam dengan desain futuristik yang dilengkapi dengan berbagai senjata mematikan yang memiliki tinggi 80 meter. Ia memasuki kokpit robot itu, tubuhnya terhubung dengan sistem kendali.
Sementara itu, Arga memilih robot yang lebih kecil namun lebih cepat yang meiliki tinggi 20 meter. Tubuh robot ini dilapisi dengan medan listrik yang terus berdenyut, dan setiap gerakannya memancarkan tebasan angin yang tajam, membentuk lingkaran pelindung di sekelilingnya.
"Dr. Rama dan pasukannya akan menyesal telah datang ke sini," ujar Pak Wijaya dengan nada dingin. "Mari kita tunjukkan padanya kekuatan dari Genesis Syndicate."
Di koridor utama, Rama dan pasukannya mulai bergerak lebih cepat, menyadari bahwa waktu mereka semakin terbatas. Namun, sebelum mereka bisa mencapai ruang utama, sebuah pintu besar terbuka di depan mereka. Dari balik pintu itu, dua robot raksasa muncul, memenuhi ruangan dengan kehadiran yang mengintimidasi.
Rama berhenti di tempatnya, memandangi robot-robot itu dengan tatapan serius. Sistem analisis visual di helmnya mulai memindai kedua robot tersebut, mengidentifikasi kemampuan mereka.
"Pasukan, ini akan menjadi pertempuran yang sulit," ujar Rama melalui saluran komunikasi. "Tetap tenang dan ikuti strategi."
Pemimpin robot ninja kristal mengangkat tangan, memberi tanda kepada pasukan lainnya untuk bersiap. Meski suasana di ruangan itu tegang, pemimpin pasukan sempat melontarkan lelucon kecil melalui gerakan tangan, seolah berkata, 'Siap-siap dihajar ya, tapi jangan lupa gaya dulu!'
Rama menatapnya dengan wajah datar. "Seriuslah sedikit, kita sedang menghadapi robot pembunuh."
Pemimpin robot ninja kristal bakteri hanya mengangkat bahu, lalu bersiap bersama yang lainnya. Mereka tahu bahwa pertempuran ini akan menjadi ujian besar bagi mereka semua.