Chereads / Dr. Rama The Bacterial Hero / Chapter 27 - Sebuah Kehangatan Yang Baru

Chapter 27 - Sebuah Kehangatan Yang Baru

Di sebuah tempat, Dr rama dan kakaknya Widya terlihat sedang membersihkan laboratoriumnya yang kini sudah rapi dan bisa di gunakan lagi, dulu laboratorium ini sempat terhenti setelah difitnah oleh Hermawan melalui media, laboratorium itu sempat disegel pemerintah, membuat semua penelitian dan proyeknya terhenti. Namun, kini ia telah menemukan cara untuk menghidupkan kembali tempat itu, secara diam-diam, di bawah tanah.

Dengan bantuan kekuatannya, Dr. Rama memerintahkan pasukan Ninja Kristal Bakteri dan bakteri Thermobactora untuk membangun ruangan bawah tanah yang luas dan aman. Pasukan itu bekerja tanpa henti, memahat tanah dan bebatuan menjadi dinding kokoh dengan struktur kristal yang bersinar redup. Udara di dalam ruangan terasa hangat karena energi yang dipancarkan Thermobactora, yang membantu mempercepat proses pembangunan.

Dr. Rama berdiri di tengah ruangan yang setengah selesai, memantau setiap detail. Ia ingin memastikan tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai laboratorium, tetapi juga sebagai markas yang dapat melindungi dirinya dan orang-orang terdekatnya dari ancaman yang mungkin datang.

"Kita butuh ventilasi di bagian barat," ujar Dr. Rama kepada salah satu kloning Ninja Kristalnya. "Pastikan udara bersirkulasi dengan baik, atau tempat ini akan terasa pengap."

Pasukan itu mengangguk serempak, lalu mulai menggali dan membentuk saluran udara seperti yang diperintahkan.

Di sudut ruangan, sebuah meja kerja sederhana telah didirikan. Di atasnya terdapat tumpukan dokumen lama, beberapa perangkat laboratorium, dan layar komputer yang menampilkan diagram struktur genetik Ciliobacter Aurum. Dr. Rama menatap layar itu dengan ekspresi serius. Meski tempat ini belum selesai, ia tak bisa menahan keinginan untuk kembali bekerja. Ada terlalu banyak hal yang harus ia selesaikan.

Sebuah suara lembut memecah kesunyian. "Rama, kau terlalu keras pada dirimu sendiri."

Dr. Rama menoleh dan melihat kakaknya, Widya, berdiri di ambang pintu dengan senyum hangat. Ia membawa nampan kecil berisi cangkir teh yang mengepul. Kehadiran Widya membawa kedamaian yang telah lama hilang dari hidupnya.

"Widya," ucap Dr. Rama dengan nada lembut. "Kau tak perlu repot-repot membawakan teh untukku."

"Kalau bukan aku, siapa lagi?" balas Widya sambil mendekat. Ia meletakkan nampan itu di meja kerja Rama. "Kau sudah bekerja terlalu keras sejak pagi. Setidaknya, istirahatlah sebentar."

Dr. Rama tersenyum tipis dan mengambil salah satu cangkir teh. Ia meniup permukaannya sebelum menyeruput perlahan. Kehangatan teh itu mengalir di tubuhnya, memberikan rasa nyaman yang jarang ia rasakan akhir-akhir ini.

"Kamu terlihat lebih segar hari ini," kata Dr. Rama sambil menatap kakaknya. "Apa ada kabar baik?"

Widya mengangguk, matanya berbinar. "Aku akhirnya bisa kembali mengajar."

Dr. Rama terkejut, tapi rasa bahagia segera menggantikan keterkejutannya. "Itu kabar yang luar biasa, Widya. Aku tahu betapa kau merindukan pekerjaan itu."

Widya tersenyum, meski ada sedikit bayangan kesedihan di wajahnya. "Memang. Tapi butuh waktu lama untuk membersihkan namaku. Fitnah Hermawan waktu itu tidak hanya menghancurkanmu, Rama. Aku juga terkena imbasnya. Banyak orang yang percaya aku terlibat dalam semua kekacauan itu karena aku saudaramu."

Dr. Rama terdiam, rasa bersalah melingkupinya. Ia tahu betapa berat beban yang harus ditanggung Widya saat itu akibat perbuatannya sendiri, meski itu semua terjadi karena ia difitnah.

"Aku minta maaf, Widya," ujar Dr. Rama dengan suara pelan. "Kalau saja aku bisa mencegah semua itu terjadi…"

Widya menggeleng, menghentikan kata-kata Rama. "Jangan minta maaf, Rama. Kau tidak bersalah. Aku tahu apa yang kau lakukan selama ini adalah untuk kebaikan. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mendukungmu, apa pun yang terjadi."

Dr. Rama tersenyum kecil, tapi matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Widya. Kau selalu menjadi kakak yang kuat. Aku beruntung memilikimu."

Widya duduk di kursi kecil di dekat meja kerja Rama, memandangi ruangan yang sedang dibangun oleh pasukan kristal itu. "Tempat ini… mengingatkanku pada laboratorium lamamu. Tapi ada sesuatu yang berbeda. Rasanya lebih hidup."

"Sekarang tempat ini bukan hanya laboratorium," kata Dr. Rama. "Ini akan menjadi tempat tinggal baru kita. Tempat di mana aku bisa melindungi orang-orang yang kucintai, termasuk kamu kak."

Widya terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada serius, "Kau yakin ini cukup, Rama? Dunia di luar sana semakin berbahaya. Kau sudah melihat sendiri apa yang Hermawan dan orang-orang sepertinya bisa lakukan. Apa yang akan kau lakukan jika ancaman yang lebih besar datang?"

Dr. Rama menatap kakaknya dengan tegas. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, Widya. Tapi aku akan terus berjuang. Selama aku masih memiliki kekuatan ini, aku akan melindungi dunia, tidak peduli seberapa berat tantangan yang harus kuhadapi."

Widya tersenyum tipis. "Kalau begitu, aku akan berdoa agar kau selalu diberi kekuatan."

Mereka berbicara selama beberapa saat lagi, membahas masa lalu dan rencana masa depan. Widya menceritakan tentang murid-murid barunya, sementara Dr. Rama menjelaskan visinya untuk laboratorium ini. Meski perbincangan itu sederhana, ada kehangatan yang menenangkan di antara mereka, seperti sebuah pengingat bahwa keluarga adalah tempat di mana mereka selalu bisa kembali.

Setelah beberapa saat, Widya pamit untuk kembali ke rumah. "Jangan lupa makan malam, Rama. Dan jangan terlalu memaksakan diri," katanya sebelum pergi.

Dr. Rama mengangguk. "Aku akan mengingatnya. Terima kasih untuk tehnya, Widya."

Ketika Widya menghilang di balik pintu, Dr. Rama kembali menatap ruang bawah tanah yang hampir selesai. Ia merasa optimis untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Tempat ini bukan hanya simbol dari kebangkitan dirinya, tetapi juga harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Namun, jauh di dalam pikirannya, ada rasa gelisah yang sulit ia abaikan. Dunia di luar sana masih penuh dengan misteri dan bahaya. Dan meskipun ia telah berhasil membangun kembali fondasi kehidupannya, ia tahu bahwa perjuangannya belum selesai.

Dr. Rama menarik napas panjang, lalu kembali ke layar komputernya. Diagram genetik Ciliobacter Aurum yang terpampang di sana mengingatkannya bahwa masih ada banyak hal yang harus ia pelajari dan kuasai. Dengan tekad yang kuat, ia bersiap menghadapi apa pun yang mungkin datang.

Ruangan itu dipenuhi suara gemerincing dari pasukan kristal yang terus bekerja. Mereka adalah perpanjangan tangan dari tekad Dr. Rama, sebuah bukti bahwa ia tidak pernah menyerah.

Di luar sana, dunia mungkin belum tahu bahwa pahlawan mereka telah kembali. Tapi di dalam ruangan ini, semuanya dimulai kembali, satu langkah kecil menuju masa depan yang lebih besar.

Suasana di laboratorium bawah tanah Dr. Rama terasa sibuk dan penuh aktivitas. Pasukan Ninja Kristal Bakteri dan Thermobactora terus bekerja, membangun dan menata ruangan yang semakin meluas. Dinding kristal yang bersinar redup semakin terbentuk, memberikan aura yang kuat dan misterius di setiap sudut ruangan.

Dr. Rama duduk di meja kerjanya, memandangi layar komputer yang menampilkan grafik penelitian terbaru. Namun, pikirannya tak sepenuhnya fokus pada pekerjaan. Sesekali, ia memikirkan percakapan hangat dengan Widya yang masih terngiang di kepalanya.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki cepat menghampiri dari arah pintu. Dr. Rama menoleh, dan senyum mengembang di wajahnya saat melihat sosok yang familiar muncul di ambang pintu.

"Cindy!" serunya dengan ceria.

Cindy, sepupu Dr. Rama, berlari masuk ke dalam ruangan dengan semangat yang tak bisa disembunyikan. Rambutnya yang panjang berkibar mengikuti gerakan tubuhnya yang cepat. Wajahnya yang cerah dan energik langsung membawa kegembiraan di ruangan itu.

Pasukan Ninja Kristal Bakteri, yang sedang bekerja di sudut ruangan, langsung berhenti sejenak dan menatap ke arah Cindy dengan penuh perhatian. Seperti sudah menunggu kedatangannya.

"Halo, tuan putri Cindy!" salah satu pimpinan Ninja Kristal Bakteri, yang terlihat lebih besar dan lebih dewasa dibandingkan kloning lainnya, berkata dengan polosnya. "Apakah ada daging cincang goreng, sate tusuk, dan bakso?

Cindy tertawa, mendengar pertanyaan yang langsung mengingatkannya pada masa lalu. "Aduh, kalian memang ini benar-benar ya," jawabnya sambil tersenyum lebar. "Tapi kali ini, aku bawa sesuatu yang lebih baik dari itu!"

Dr. Rama ikut tertawa kecil, mengenang masa-masa mereka di Kalimantan beberapa waktu lalu. Saat itu, Cindy sering kali menyajikan daging cincang goreng, sate tusuk, dan bakso untuk mereka, Makanan-makanan itu menjadi penghibur di tengah kesulitan, dan pasukan Ninja Kristal Bakteri selalu menantikan hidangan tersebut, karena mereka sangat menyukainya.

"Kalian memang tak pernah bisa serius, ya?" ujar Dr. Rama sambil tersenyum. "Mereka memang selalu suka mengganggu. Bahkan di saat kedaan genting pun, mereka selalu membuatku tertawa dengan keusilan mereka."

Cindy ikut tertawa. "Mereka memang punya cara tersendiri untuk menghiburmu kak, Rama. Aku tahu itu."

Pasukan Ninja Kristal Bakteri, yang mendengar percakapan itu, langsung berbicara serempak, "Tuan.. kami ingin bertemu lagi dengan tuan putri Siska, kami ingin bermain lagi dengan yoga dan yogi !" Ucap mereka dengan kegirangan, menciptakan suasana yang canggung bagi Dr. Rama.

Dr. Rama tersenyum malu, merasakan mata mereka yang penuh kelucuan menatapnya. Sejak pertama kali bertemu dengan Siska, Dr. Rama memang merasa ada yang berbeda dari mereka. semua yang spesial bagi rama, mereka juga merasakannya dan menganggap itu bagian penting dari mereka.

Meski sering membuat Dr. Rama kesal, dan geleng-geleng kepala dengan perbuatan mereka, tapi Dr. Rama merasa bahwa kehadiran mereka selalu membawa kehangatan dan semangat bagi orang di sekitarnya.

"Aduh, kalian ini!" Dr. Rama memegangi kepalanya, merasakan gelagat mereka yang tak pernah bisa serius. "Jangan buat aku malu begini."

Cindy tertawa lebih keras lagi dari sebelumnya, menikmati keusilan dari pasukan tersebut. "Kalian benar-benar usil banget ya ke kak Rama,? Tapi aku suka dengan momen seperti ini."

Dr. Rama mengangguk. Ia tahu bahwa meskipun pasukan Ninja Kristal Bakteri itu sering usil, akan tetapi mereka adalah bagian dari dirinya yang selalu setia mendampinginya dalam segala hal, meski mereka tidak tahu kapan saatnya untuk serius dan kapan saatnya untuk menghibur.

saat ia merasa tertekan, pasukan itu selalu ada untuk membangkitkan semangatnya.

"Baiklah, baiklah," kata Dr. Rama sambil tersenyum lebar. "Tapi kalau kalian terus seperti ini, aku tidak akan memperbolehkan Cindy lagi untuk membawa makanan kesukaan kalian itu.

Mendengar ancaman ringan Dr. Rama, seketika pasukan Ninja Kristal Bakteri langsung berhenti melompat-lompat dan memulai pekerjaan mereka lagi dengan serius, sembari memastikan makanan favorit mereka tidak di habiskan Oleh Cindy dan Dr. Rama.

Dr. Rama menggelengkan kepalanya, namun senyuman di wajahnya semakin lebar. "Kalian memang tidak bisa diajak serius. Tapi aku tak bisa marah pada kalian."

Cindy, yang melihat kebahagiaan yang ada di antara Dr. Rama dan pasukannya, merasa semakin nyaman berada di tempat itu. Meski suasana di sekitar penuh dengan aktivitas yang serius, kebersamaan dan kelucuan pasukan Ninja Kristal Bakteri telah membawa kehangatan tersendiri baginya.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita lanjutkan pekerjaannya lebih cepat lagi?" tanya Cindy. "Aku yakin makanan ini sebentar lagi akan habis." Ujar Cindy sambil bercanda, membuat pasukan ninja kristal bakteri langsung panik dan melakukan pekerjaannya dengan sangat cepat, dan juga dengan sangat hati-hati.

Dr. Rama mengangguk dan berdiri dari tempat duduknya. "Kau benar, Cindy. Sepertinya aku sangat lapar sekarang." Ujar Rama sambil senyum-senyum kecil.

Seketika suara riuh di ruangan, dikarenakan pekerjaan pasukan kristal yang cepat dan berisik.

Dan Cindy dan Dr. Rama pun tertawa puas dengan kejahilan mereka tersebut.

Dan seketika Dr. Rama mengatakan, "Santai saja, kami hanya bercanda, makanan buat kalian masih banyak disini."

Dan pasukan ninja kristal pun terlihat menunduk lesu setelah tahu bahwa mereka telah di jahili oleh tuannya, yaitu Dr. Rama dan Cindy.

Tak lama kemudian, Dr. Rama melangkah menuju meja kerjanya. "Tapi sebelum itu, mari kita lihat makanan apa yang kau bawakan untukku. Aku rasa aku butuh energi tambahan."

Cindy tersenyum lebar. "Aku pasti punya sesuatu yang spesial untuk kalian."

Pasukan Ninja Kristal Bakteri kembali melompat kegirangan. "Ayo, ayo! Daging cincang goreng! Sate tusuk! Bakso!" mereka bersorak serempak.

Dr. Rama menggelengkan kepala lagi, namun senyum di wajahnya semakin lebar. Di tengah kesulitan yang sedang dialaminya, ada kebahagiaan sederhana seperti ini yang memberinya kekuatan untuk terus berjuang.

"Baiklah," kata Dr. Rama. "Kita makan dulu sebelum kembali bekerja."

Dengan itu, suasana di laboratorium bawah tanah yang penuh dengan kesibukan dan tawa pun berlangsung dengan hangat. Dalam kesederhanaan dan kebersamaan, Dr. Rama merasakan kekuatan yang lebih besar, yaitu kekuatan yang datang dari semua yang ada di sekitarnya.