Langit Jakarta dipenuhi suara dentuman dan ledakan. Kloningan Dr. Rama yang terbuat dari bakteri terus bergerak seperti bayangan, menyerang musuh-musuh dengan kecepatan yang mustahil diikuti mata biasa. Mereka tidak hanya menyerang; mereka juga belajar. Setiap kali salah satu dari mereka dihancurkan, bakteri-bakteri yang tersisa menyerap data dari kehancuran itu, mengirimkan informasi ke kloningan lain, lalu beradaptasi.
"Mereka terlalu cepat... dan terlalu banyak," desis Manusia Racun sambil memuntahkan gelombang cairan beracun ke arah kloningan yang mendekat. Namun, racunnya semakin kehilangan efektivitas. Setiap kali ia menghancurkan satu kloningan, yang berikutnya tampak lebih kebal.
Manusia Robot Mikroskopik, dengan senjata berbentuk bilah tajam yang menebas apa saja di jalannya, mulai kehilangan kecepatan. Setiap kali ia menebas kloningan, partikel bakteri dari tubuh kloningan yang hancur segera mengelilinginya, mengganggu sensor-sensornya dan memperlambat gerakannya.
"Mereka bukan sekadar pasukan," gumamnya dengan nada panik. "Mereka seperti organisme tunggal yang terus belajar dari kita."
Di sisi lain, Manusia Hampa, yang memiliki kekuatan memanipulasi oksigen, mulai terengah-engah. Ia menciptakan zona hampa udara yang cukup luas untuk menghancurkan puluhan kloningan sekaligus. Namun, setiap kali ia menghapus satu gelombang, gelombang lain segera mengisi celah itu.
"Tidak ada habisnya!" teriaknya sambil mundur.
Di Tengah Kekacauan, Dr. Rama mengamati semuanya dari kejauhan. Ia berdiri di atas menara yang roboh, tubuhnya tersembunyi di balik bayangan malam. Melihat bagaimana pasukannya terus berkembang, ia merasa yakin bahwa dirinya tidak perlu turun tangan langsung.
"Mereka semakin kuat. Mereka tidak hanya bertarung; mereka belajar. Ini lebih baik dari yang aku bayangkan," pikirnya sambil menyaksikan Manusia Racun terjatuh, tubuhnya tak lagi mampu melawan racun dari kloningan yang kini telah beradaptasi.
Manusia Robot Mikroskopik akhirnya tumbang setelah kloningan mengelilinginya dan memutus seluruh sambungan di tubuhnya, membuatnya menjadi tumpukan logam tak bernyawa.
Manusia Hampa, meski sempat bertahan lebih lama, akhirnya kelelahan. Kloningan Dr. Rama yang telah beradaptasi melawan zona hampa udara itu berhasil menjebaknya dalam perangkap, memaksa oksigen kembali ke tubuhnya dalam tekanan tinggi hingga tubuhnya meledak dari dalam.
Ketiga musuh itu kini tak lagi bernyawa.
"Bagus," gumam Rama. "Sekarang tinggal Hermawan."
Di ruang kontrol markasnya, Hermawan melihat layar demi layar yang menunjukkan kekalahan pasukannya. Ia menggertakkan gigi, lalu melirik ke arah mesin portal yang berdiri di sudut ruangan.
"Aku tidak bisa kalah di sini," katanya sambil mempersiapkan koordinat untuk kabur. "Rama mungkin pintar, tapi dia masih terlalu muda untuk menghadapi dunia ini."
Sebelum melangkah ke portal, Hermawan menekan tombol di tangannya. Dalam sekejap, markasnya mulai menghancurkan diri sendiri. Dinding-dinding runtuh, dan api mulai menyebar.
Saat itu, Rama muncul. Ia meluncur masuk ke ruang kontrol dengan kostum ninja kristalnya, matanya memancarkan amarah yang mendalam.
"Hermawan!" serunya dengan suara menggema.
Hermawan tersenyum licik. "Kau datang terlambat, Rama. Seperti biasa, aku selalu selangkah di depan."
Sebelum Rama bisa menghentikannya, Hermawan melangkah ke dalam portal dan menghilang dalam cahaya terang. Portal itu tertutup, meninggalkan Rama yang berdiri diam di tengah ruangan yang mulai runtuh.
"TIDAK!" Rama berteriak dengan penuh kemarahan. Ia menghantam tanah dengan tinjunya, menciptakan retakan besar.
Rama keluar dari markas yang kini menjadi puing-puing. Ia menatap langit malam, menyadari bahwa Hermawan telah lolos lagi.
Bakteri-bakterinya mencoba menghiburnya dengan memvisualisasikan gambar Hermawan yang tertangkap di masa depan, tapi Rama hanya tersenyum kecil, penuh kegetiran.
"Terima kasih atas usaha kalian," katanya kepada bakterinya. "Tapi ini belum selesai. Dia mungkin kabur, tapi aku akan menemukannya, ke mana pun dia pergi."
Di antara puing-puing, kloningan-kloningan Dr. Rama berdiri diam, menunggu perintah lebih lanjut. Rama memandang mereka, merasa bangga sekaligus hampa. Ia tahu bahwa kemenangan melawan tiga musuh itu hanyalah langkah kecil dalam perang panjang melawan Hermawan.
Ia menginstruksikan kloningannya untuk menyebar, memastikan tidak ada ancaman yang tersisa di kota. Sementara itu, ia sendiri mulai menyusun rencana baru untuk melacak Hermawan.
"Aku tidak akan berhenti sampai semuanya selesai," gumamnya.
Malam itu, Rama melangkah pergi dari reruntuhan, membawa amarah dan tekad yang tak tergoyahkan.
Berita kehancuran markas Hermawan menyebar seperti api yang tidak bisa dipadamkan. Semua stasiun televisi, portal berita daring, hingga media sosial dipenuhi oleh liputan tentang "pahlawan-pahlawan kristal ninja" yang misterius. Dalam sekejap, para kloningan Dr. Rama menjadi sensasi nasional.
"Siapa mereka? Apakah ini pahlawan baru yang melindungi Indonesia?" tanya seorang pembawa berita di televisi, menampilkan rekaman video amatir dari salah satu kloningan Dr. Rama yang sedang mengangkat reruntuhan untuk menyelamatkan seorang pekerja bangunan yang terjebak.
Di sudut lain, seorang anak kecil memegang poster gambar kostum kristal ninja dengan penuh semangat. "Aku ingin menjadi seperti mereka!" katanya kepada teman-temannya, yang juga mulai meniru gerakan kloningan dari video yang tersebar.
Komunitas wibu di seluruh negeri merayakan kejadian itu. Mereka mulai membahas desain kostum Dr. Rama yang seperti terinspirasi dari manga dan anime terkenal. Meme dan fanart pahlawan kristal ninja pun membanjiri media sosial.
Namun, tidak semua orang melihat ini sebagai hal yang positif. Beberapa pihak mulai berspekulasi tentang bahaya dari kehadiran mereka. "Bagaimana jika mereka bukan pahlawan? Bagaimana jika mereka hanya senjata baru yang berbahaya?" kata seorang pengamat di salah satu talk show.
Di lokasi bekas markas Hermawan, tim kepolisian dan forensik sibuk menyisir puing-puing. Bau menyengat dari limbah beracun memenuhi udara, membuat banyak orang harus memakai masker khusus untuk bertahan di sana.
"Apa ini?" tanya salah satu penyelidik, menemukan tong-tong besar berisi cairan hijau kental yang mengeluarkan asap.
Hasil investigasi sementara menunjukkan bahwa Hermawan telah menggunakan markas tersebut untuk eksperimen ilegal. Limbah yang ditemukan tidak hanya berbahaya, tetapi juga mengandung zat yang diduga menjadi sumber kekuatan manusia racun, salah satu musuh Dr. Rama yang baru saja tumbang.
"Ini lebih dari sekadar kejahatan korupsi," kata Kepala Polisi Jakarta dalam konferensi pers. "Pak Hermawan kini menjadi buronan nasional dengan tuduhan baru terkait eksperimen berbahaya dan pencemaran lingkungan."
Meski begitu, Hermawan tetap berhasil lolos, meninggalkan jejak kekacauan di belakangnya.
Sementara itu, di rumah Siska, keluarga masih terus memantau perkembangan berita. Siska duduk di depan televisi, menatap layar tanpa berkedip.
"Siska," panggil ibunya lembut. "Kamu sudah mendengar semua ini, kan? Rama bukan orang jahat. Apa yang dia lakukan adalah untuk melindungi kita semua."
Siska menghela napas dalam. Ia sudah tahu kebenarannya, tapi luka dari rasa kecewanya dulu belum sepenuhnya sembuh. "Aku hanya... bingung, Bu. Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapi semua ini."
Ayahnya, Rido, menepuk bahu Siska. "Kamu harus percaya pada hatimu. Rama tidak membohongimu karena niat buruk. Dia melakukannya karena dia tidak ingin melibatkanmu dalam bahaya."
Yoga dan Yogi, adik kembar Siska, tiba-tiba datang berlari sambil membawa gambar kloningan Dr. Rama yang mereka warnai. "Kak Siska, lihat ini! Kami membuat ini untuk pahlawan ninja itu! Keren, kan?"
Melihat antusiasme adik-adiknya, Siska tidak bisa menahan senyum kecil. "Iya, keren sekali," katanya sambil mengelus kepala keduanya. Namun di dalam hatinya, ia tahu bahwa ia harus segera bertemu Rama dan berbicara dengannya.
Di tempat persembunyiannya, Dr. Rama terus memantau situasi melalui jaringan bakterinya yang tersebar di seluruh kota. Ia mengetahui bahwa Hermawan telah menjadi buronan nasional, tetapi itu tidak membuatnya puas. Ia tahu bahwa Hermawan masih menyimpan rencana besar, dan ia harus menghentikannya sebelum terlambat.
Rama memanggil bakterinya yang paling cerdas untuk membahas langkah berikutnya. Dalam percakapan tanpa kata, mereka menyusun strategi baru.
"Kita harus menemukan Hermawan secepat mungkin," kata Rama. "Dia pasti meninggalkan jejak di mana pun dia pergi. Gunakan semua sumber daya kita untuk melacaknya."
Bakterinya memberikan respon visual berupa peta Jakarta dengan titik-titik merah yang menunjukkan area di mana aktivitas mencurigakan telah terdeteksi. Rama memutuskan untuk memulai pencarian dari sana.
Sebelum pergi, Rama berhenti sejenak dan melihat ke arah komik usang yang telah menginspirasi kostumnya. "Aku tidak akan mengecewakan mereka," gumamnya. "Aku akan menyelesaikan ini."
Malam itu, ketika sebagian besar warga Jakarta tidur, bayangan ribuan kloningan Rama bergerak dengan senyap di seluruh kota. Mereka menyebar ke berbagai sudut, mencari petunjuk tentang keberadaan Hermawan.
Di salah satu sudut kota, seorang pria yang mencurigakan terlihat membawa koper besar dan memasuki gedung kosong. Salah satu kloningan Rama melihatnya dan mulai mengawasi.
"Target ditemukan," kata Rama kepada bakterinya. "Mari kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya."