Chereads / Dr. Rama The Bacterial Hero / Chapter 15 - Pelarian Menuju Kalimantan

Chapter 15 - Pelarian Menuju Kalimantan

Dr. Rama berlutut di samping Widya, memusatkan seluruh fokusnya pada bakteri-bakterinya untuk menghentikan pendarahan kakaknya. Cindy dan Bu Dewi berdiri di belakangnya, penuh kekhawatiran, sementara Siska hanya bisa terdiam, menyaksikan sosok Rama yang pernah ia kagumi kini berada di situasi yang begitu genting.

Namun, suara langkah kaki berat dan derap sepatu yang mendekat semakin keras terdengar. Dari kejauhan, tampak sepasukan pihak berwajib lengkap dengan persenjataan mereka. Perintah untuk menyerah bergema dengan lantang, namun Rama hanya menoleh sekilas, matanya menyiratkan kepedihan sekaligus tekad yang tak tergoyahkan.

"Dr. Rama! Anda dikepung! Letakkan tangan di atas kepala dan menyerah sekarang!" seru seorang komandan polisi melalui megafon.

Rama menatap ke arah mereka dengan tajam. Ia tahu bahwa para aparat ini hanyalah korban kebohongan yang disebarkan oleh Hermawan melalui media. Mereka tidak memahami kebenaran, namun tetap menjadi ancaman.

"Aku tidak ingin menyakiti siapa pun!" Rama berteriak dengan suara yang menggema. "Tapi aku juga tidak akan membiarkan kalian menyakiti keluargaku!"

Rama mengangkat tangannya perlahan, dan tiba-tiba bakteri-bakterinya mulai bergerak dengan kecepatan luar biasa. Dalam hitungan detik, mereka membentuk lingkaran bola besar di sekitar Widya, Cindy, dan bu Dewi. Lingkaran itu tampak seperti kristal transparan yang berkilauan di bawah sinar matahari, memantulkan cahaya seperti berlian.

"Apa yang kau lakukan?!" teriak salah satu aparat, panik melihat fenomena aneh itu.

Rama menoleh ke arah mereka. "Ini untuk melindungi mereka. Jika kalian menembak, pelurumu tidak akan mampu menembusnya."

Para aparat mulai kebingungan. Mereka tidak memahami teknologi atau kemampuan Rama yang melibatkan bakteri, dan ketakutan mulai menyelimuti mereka.

"Aku minta maaf karena harus melawan, tapi ini satu-satunya cara," ucap Rama lirih, lebih kepada dirinya sendiri daripada orang lain.

Dengan satu gerakan tangan, Rama memerintahkan bakteri-bakterinya untuk menghancurkan puing-puing bangunan yang tersisa. Puing-puing itu seolah meledak menjadi pasir dan debu yang beterbangan di udara. Dalam sekejap, tempat itu dipenuhi kabut debu tebal yang menutupi pandangan semua orang.

Tapi Rama melupakan suatu hal, Yaitu keberadaan Siska di lapas dan meninggalkannya di sana, dikarenakan situasi yang sangat rumit.

"Ke mana dia?!" seru salah satu aparat yang mulai panik.

Namun, Rama sudah memanfaatkan momen itu untuk bertindak. Dengan kecepatan luar biasa, ia membawa bola kristal berisi keluarganya terbang ke udara, melintasi kerumunan aparat yang masih berusaha menenangkan situasi.

Rama terbang di atas kota, membawa keluarganya menjauh dari bahaya. Ia tahu ia tidak bisa kembali ke Jakarta untuk sementara waktu. Nama baiknya telah dihancurkan oleh Hermawan, dan ia harus memastikan keluarganya berada di tempat yang aman sebelum melanjutkan langkahnya untuk membalas dendam.

Tujuannya jelas: Kalimantan. Di sana, terdapat desa kecil di tepi hutan yang pernah ia selamatkan dari kehancuran akibat eksperimen gila Dr. Tomas. Kepala desa di sana, Pak Surya, adalah orang yang berhutang budi pada Rama dan pasti bersedia membantu.

Saat akhirnya Rama mendarat di desa itu, ia disambut oleh Pak Surya yang terkejut namun segera mengenali sosok sang penyelamat.

"Dr. Rama? Anda kembali? Ada apa ini?" tanya Pak Surya dengan nada cemas.

Rama menjelaskan situasinya dengan singkat, termasuk ancaman yang ia hadapi dan kondisi kakaknya yang terluka parah. Pak Surya tanpa ragu menawarkan bantuan.

"Keluargamu aman di sini. Kami akan merawat mereka. Kau tidak perlu khawatir," kata Pak Surya dengan tulus.

Rama mengangguk. "Terima kasih, Pak Surya. Saya tahu keluarga saya akan aman di sini. Tapi saya tidak bisa tinggal lama. Ada sesuatu yang harus saya selesaikan."

Widya, yang masih lemah namun mulai sadar, meraih tangan Rama. "Rama... jangan pergi. Aku takut kehilanganmu lagi," bisiknya dengan suara pelan.

Rama menggenggam tangan kakaknya dengan lembut. "Kak, aku harus melakukannya. Aku tidak akan biarkan orang-orang seperti Hermawan terus berkuasa. Aku janji akan kembali."

Cindy dan Bu Dewi hanya bisa menangis, sementara itu Siska yang masih di lapas, segera pulang sehabis kejadian itu, Dan masih bingung dengan perasaannya sendiri.

Setelah memastikan keluarganya aman, Rama berdiri di tengah desa, memandang mereka dengan rasa bersalah dan harapan.

"Jaga mereka baik-baik, Pak Surya. Aku akan kembali setelah semuanya selesai."

Pak Surya mengangguk, sementara para penduduk desa yang pernah menyaksikan keberanian Rama mengangguk penuh hormat.

Rama menutup matanya sejenak, merasakan aliran kekuatan bakterinya. Dalam hitungan detik, tubuhnya mulai berubah menjadi partikel-partikel kecil yang beterbangan seperti debu di udara.

"Rama!" panggil Widya, namun tubuh adiknya sudah menghilang sepenuhnya.

Saat perjalanan pulang, saat Siska menatap partikel-partikel itu dengan perasaan campur aduk. Dalam hatinya, ia ingin mempercayai Rama, tetapi bayangan tentang kebohongan dan kontroversi yang menyelimutinya masih menghantui pikirannya.

"Ke mana dia pergi?" bisik Siska pada dirinya sendiri.

Namun, tak ada jawaban. Rama telah menghilang, menjadi partikel bakteri yang menyatu dengan udara, meninggalkan keluarganya di tempat yang aman, sementara ia mempersiapkan langkah berikutnya untuk menghadapi musuh yang lebih besar.

Siska duduk di tepi ranjangnya, memegang ponsel dengan tangan gemetar. Panggilan terakhir dari ayahnya, Pak Rido yang sedang berada di luar kota, membuat pikirannya semakin kacau.

"Siska, kami tahu kamu pasti bingung, tapi Rama punya alasannya sendiri. Biarkan dia menyelesaikan semuanya, dan kamu harus menjaga dirimu. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri," suara ayahnya bergema di kepalanya.

Namun, Siska hanya menjawab singkat sebelum memutuskan sambungan. "Aku butuh waktu, Yah."

Setelah itu, ia mematikan ponselnya. Ia butuh ruang, jauh dari kerumitan ini, dan jauh dari rasa bersalah yang terus menghantui pikirannya. Keluarganya khawatir, itu jelas. Tapi ia juga tahu bahwa kehadirannya di lapas tadi hanya akan menambah beban Rama.

Di saat yang sama, Siska tak bisa mengabaikan perasaannya. Kenyataan bahwa Rama adalah superhero yang ia kagumi membuatnya terjebak antara rasa kecewa dan kekaguman yang mendalam. "Rama... kenapa kau tidak pernah jujur padaku?" bisiknya pelan, air matanya kembali mengalir.

Di tempat lain, Rama melesat cepat melintasi awan, partikel-partikel bakterinya membentuk pusaran energi di sekeliling tubuhnya. Amarah masih membara dalam dirinya, dan fokusnya hanya satu: menemukan Hermawan dan mengakhiri segalanya.

Namun, di tengah perjalanan, ia merasakan getaran kecil dari bakteri-bakterinya yang menemaninya. Mereka terlihat sibuk, saling dorong-mendorong dan memberi isyarat aneh. Rama menghentikan laju terbangnya, melayang di udara dengan ekspresi bingung.

"Apa yang kalian coba katakan?" tanyanya, nada suaranya mulai melembut.

Para bakteri, meski kecil, sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Mereka membentuk komunitas yang selalu setia padanya. Rama mengamati saat mereka mulai membentuk visualisasi di udara. Awalnya kabur, tetapi semakin jelas: wajah Siska muncul di tengah formasi mereka.

Rama membelalakkan mata. "Siska?" ucapnya pelan.

Para bakteri kemudian melanjutkan visualisasi, kali ini menggambarkan tangan kecil yang menunjuk ke arah wajah Siska yang mereka bentuk. Rama mengernyitkan alis, mencoba memahami maksud mereka.

Lalu ia teringat kejadian di lapas tadi. Dalam kekacauan itu, ia tidak sempat memperhatikan siapa saja yang hadir, karena fokusnya hanya pada Widya.

"Kalian ingin mengatakan bahwa Siska ada di sana?" tanya Rama.

Para bakteri mengangguk dengan cara mereka sendiri, melompat-lompat dalam formasi yang teratur.

Rama menunduk, rasa bersalah perlahan menyusup ke hatinya. Dalam amarah dan kepanikannya, ia sama sekali melupakan kehadiran Siska. "Aku... aku benar-benar khilaf."

Namun, ia menghela napas panjang. Meskipun rasa rindunya pada Siska tiba-tiba membanjiri dirinya, ia tahu apa yang harus ia prioritaskan saat ini.

"Aku harus menyelesaikan ini dulu. Hermawan adalah ancaman, bukan hanya untukku, tetapi juga untuk semua orang yang aku sayangi," gumamnya.

Ia menatap ke kejauhan, seolah mencari kekuatan dari cakrawala yang membentang di depannya. Lalu, dengan tekad yang semakin bulat, ia melanjutkan perjalanannya.

Hermawan duduk di kursi kulit hitamnya, dikelilingi oleh layar monitor yang menampilkan berbagai informasi. Berita tentang pelarian Rama dari lapas telah memenuhi media, dan Hermawan tampak puas dengan kekacauan yang ia ciptakan.

"Bagaimana perkembangan tim pengejar?" tanyanya kepada salah satu anak buahnya.

"Mereka masih melacak jejak Dr. Rama, Pak. Sejauh ini, dia belum ditemukan," jawab salah satu pria berseragam hitam.

Hermawan tersenyum tipis, lalu menyalakan sebatang cerutu. "Bagus. Biarkan dia bermain-main dulu. Pada akhirnya, dia akan datang padaku. Aku sudah menyiapkan segalanya untuk menyambutnya."

Ia melirik ke salah satu layar yang menunjukkan proyek rahasia yang sedang ia kerjakan: eksperimen genetik yang terinspirasi oleh penelitian Rama. Hermawan telah mencuri sebagian teknologi Rama untuk menciptakan senjata biologis yang ia gunakan demi keuntungannya sendiri.

"Dr. Rama... kau terlalu idealis. Dunia ini tidak membutuhkan pahlawan, hanya orang-orang yang tahu cara memainkan kekuatan," gumamnya sambil mengepulkan asap cerutu.

Pertemuan yang Tak Terelakkan

Sementara itu, Rama akhirnya tiba di sebuah gedung tua yang ia curigai sebagai salah satu markas Hermawan. Dengan bantuan bakterinya, ia berhasil menyusup masuk tanpa terdeteksi.

Di dalam gedung itu, ia menemukan jejak-jejak eksperimen yang membuat darahnya mendidih. Tabung-tabung besar berisi cairan hijau, dokumen-dokumen penelitian yang menyebut namanya, serta rekaman video yang menunjukkan bagaimana Hermawan memanfaatkan teknologi Rama untuk menciptakan kekacauan.

"Dia mengambil semuanya dariku," desis Rama, tangannya mengepal.

Namun, sebelum ia bisa melanjutkan penyelidikannya, suara tawa kecil terdengar dari pengeras suara.

"Dr. Rama... aku sudah menunggumu," suara Hermawan bergema di seluruh ruangan.

Rama menoleh ke sekeliling, mencoba mencari sumber suara.

"Kau pasti marah, bukan? Setelah semua yang terjadi. Tapi kau harus tahu, ini semua hanyalah permainan. Dan aku... adalah pemain terbaik," lanjut Hermawan.

Rama merasakan amarahnya memuncak, tetapi ia mencoba tetap tenang. "Keluar dan hadapi aku, Hermawan! Berhentilah bersembunyi seperti pengecut!"

Tawa Hermawan semakin keras. "Sabarlah, Dr. Rama. Semua akan ada waktunya. Tapi sementara itu, nikmati dulu kejutan kecil dariku."

Tiba-tiba, seluruh ruangan dipenuhi gas beracun. Rama segera memanggil bakterinya untuk melindunginya, tetapi ia tahu ini hanya awal dari rencana besar Hermawan.