Dr. Rama membuka matanya perlahan.
Sinar lampu redup yang menyinari ruangan sel membuatnya menyipitkan mata, Dr Rama berusaha menyesuaikan pandangannya.
Tubuhnya terasa lemah, namun otaknya masih berputar, mencari atas apa yang terjadi. Ia mencoba bangun dari ranjang besi yang dingin, Namun terasa kaku dan berat.
Pandangannya tertuju pada pintu selnya yang penuh dengan wajah-wajah penasaran. Para tahanan dari sel-sel berkumpul, mengintip melalui celah-celah pintu mereka, Yang menatap Rama heran.
"Hei, kau akhirnya bangun juga," Suara serak seorang pria terdengar melalui kerumunan, itu adalah Riko, seorang tahanan yang terkenal di dalam penjara sebagai sosok yang suka bicara.
Rama menatap Riko dengan bingung.
"Berapa lama aku pingsan?" Tanyanya dengan suara serak.
"Kau sudah lama berbaring disana selama seminggu," nada suaranya penuh keheranan, "Tanpa makan atau minum, Dan semua orang disini mengira kau sudah mati, tapi entah bagaimana kau masih hidup."
Rama tertegun mendengar jawaban itu,
Seminggu? Bagaimana mungkin ia dapat bertahan selama itu?, Lalu ia menyadari sesuatu, yaitu bakteri. Mereka adalah kunci yang membuat tubuhnya dapat bertahan, tanpa ia sadari, bakteri-bakteri yang masih setia padanya membantu tubuhnya untuk tetap bertahan, memberikan energi meskipun ia tidak mengkonsumsi makanan atau minuman.
Rama mencoba bergerak, namun pakaian khusus yang membalut tubuhnya membuatnya hampir tidak bisa bergerak bebas, pakaian itu dirancang khusus untuk menahan kekuatan supernya, mencegahnya untuk tidak melarikan diri atau menggunakan kemampuannya. Ia mencoba meronta, mencari celah untuk melepaskan diri, namun usahanya sia-sia.
"Aku harus keluar dari sini," desis Rama dengan suara rendah, ia merasa terperangkap, bukan hanya fisik tapi juga secara mental. Dunia luar tidak mempercayainya lagi, laboratoriumnya disita, dan orang-orang yang ia cintai termasuk siska, tidak ada disisinya.
Ketika Rama aedang berjuang dengan pikirannya, suara langkah kaki terdengar mendekat. sekelompok penjaga penjara, dipimpin oleh seorang pria bertubuh besar dengan wajah yang tampak kasar, memasuki selnya.
"Kau sudah bangun, ya?" Ujar salah satu penjaga dengan nada mengejek, " Bos kami ingin kau merasakan akibat dari perbuatanmu."
Rama menatap mereka dengan tajam, tetapi ia tidak mempunyai kekuatan untuk melawan. Penjaga-penjaga itu mendekatinya, dan tanpa basa-basi mulai memukulinya, Rama berusaha melindungi tubuhnya, tetapi pakaian yang ia kenakan membuatnya sulit bergerak. Setiap pukulan terasa seperti menghancurkan tulang-tulangnya.
"Kalian tidak akan bisa menghancurkanku," gumam Rama di tengah rasa sakit nya. Namun, para penjaga hanya tertawa dan meninggalkannya tergeletak di lantai, penuh rasa sakit dan luka.
Setelah para penjaga pergi, Rama dibiarkan sendirian di selnya. Para tahanan yang sebelumnya berkumpul di depan selnya kini kembali ke tempat masing-masing dan bungkam. Dan meninggalkan Rama dalam keheningan. Tubuhnya terasa nyeri di setiap bagian yang terpukul, tetapi yang lebih menyakitkan adalah rasa kesepian yang perlahan menggerogoti hatinya.
Dalam kesendirian itu, pikirannya terus melayang kepada Siska. Ia bertanya-tanya, Apakah Siska tahu apa yang terjadi padanya? Apakah ia percaya dengan semua fitnah yang dilemparkan kepadanya? Ataukah Siska telah membencinya, seperi orang-orang lainnya?
Rama memejamkan matanya, mencoba mengingat semua hal tentang Siska, suaranya,senyumnya, dan kenangan-kenangan indah yang pernah ia rasakan saat bersama Siska, namun semakin ia mengingat, semakin sakit hatinya karena kejadian yang ia alami saat ini. Ia merasa kehilangan seseorang yang baru saja menjadi bagian dari hidupnya.
"Apakah aku benar-benar sendirian sekarang?" Gumamnya.
Namun, ia segera menyadari bahwa ia tidak sepenuhnya sendirian. Disekelilingnya, ada bakteri-bakteri kecil yang tetap setia padanya, Mereka mungkin tidak bisa berbicara akan tetapi sekarang mereka bisa berkomunikasi dengan cara memvisualisasikan diri mereka ke bentuk sebuah gambar yang mereka inginkan, kehadiran mereka memberikan rasa aman bagi Rama. Ia tahu bahwa bakteri-bakteri ini adalah alasan mengapa ia masih hidup hingga sekarang, mengapa tubuhnya mampu bertahan meskipun dalam kondisi yang sangat buruk.
Hari-hari berlalu, dan Rama mulai merasa bahwa harapannya keluar dari tempat itu semakin tipis. Pakaian khusus yang dikenakannya mencegahnya untuk menggunakan kekuatannya, dan para penjaga yang mengawasi tampaknya semakin memperkuat pengawasannya.
Setiap malam, ia merenung, mencoba mencari cara untuk keluar, tetapi semua rencananya terasa mustahil untuk dilakukan.
Namun, meskipun harapan itu mulai redup, di dalam hati Rama masih ada secercah tekad yang tidak bisa di padamkan. Ia tahu bahwa ia harus keluat dari tempat ini, tidak hanya untuk membersihkan namanya, tetapi juga untuk mengahadapi pak Hermawan dan para pelaku dibalik semua ini.
Disisi lain, pak Hermawan dan timnya terus merencanakan langkah berikutnya.
Mereka tahu bahwa ia adalah ancaman,
Dan mereka tidak akan berhenti sampai memastikan bahwa ia tidak akan pernah bisa keluar dari penjara itu.
Di dapan selnya, Rama menatap langit-langit yang suram, ia tahu bahwa pertarungan yang sebenarnya belum di mulai, dan ia harus bertahan untuk menghadapi apa yang akan datang, semangat di dalam dirinya perlahan mulai menyala kembali.
Karna ia tahu, bahwa perjuangannya belum selesai.
Hari demi hari berlalu di dalam sel penjara yang suram. Dr. Rama duduk di sudut selnya, wajahnya terlihat lesu, dengan tatapan kosong yang mengarah ke lantai. Tubuhnya yang dulu penuh energi kini tampak melemah, sementara pikirannya terus dipenuhi oleh kenangan masa lalu dan ketidakadilan yang menimpanya.
Di luar sel, suasana lapas berbeda jauh. Hari itu adalah hari kunjungan keluarga, dan para tahanan satu per satu dijemput ke ruang pertemuan oleh penjaga untuk bertemu keluarga mereka. Suara riuh penuh tawa, tangis, dan percakapan terdengar hingga ke lorong sel tempat Rama berada. Namun, ia tetap duduk diam di sudut ruangannya, tak ada seorang pun yang memanggil namanya untuk keluar.
Ia mencoba mengalihkan pikirannya, tetapi semakin ia mencoba, semakin besar rasa kehilangan yang ia rasakan. kakaknya Widya, sepupunya Cindy, dan Dewi, bibi yang sering ia anggap seperti ibu kedua, tidak pernah datang. Ia tidak tahu mengapa mereka tidak pernah menjenguknya. "Apakah mereka juga mempercayai semua fitnah itu?" pikirnya dengan perasaan hancur.
Di tempat lain, Widya, kakak perempuan Rama, tengah berdiri di depan pintu masuk lapas bersama Cindy dan Dewi. Wajah mereka penuh dengan kegelisahan dan keputusasaan. Widya membawa sebuah tas kecil berisi makanan kesukaan adiknya, berharap bisa memberikan sedikit kenyamanan untuk Rama di dalam sana. Namun, seperti kunjungan-kunjungan sebelumnya, langkah mereka dihentikan oleh penjaga lapas.
"Maaf, Anda tidak diperbolehkan masuk. Nama Anda tidak ada dalam daftar pengunjung yang disetujui," kata penjaga dengan nada datar.
"Tolong, saya hanya ingin bertemu dengan adik saya. Ini sudah yang ketiga kalinya saya datang ke sini. Saya membawa makanan untuknya, dia pasti sangat membutuhkan ini," pinta Widya dengan suara penuh harap.
Penjaga itu tetap bergeming. "Ini perintah dari atas, Bu. Tidak ada pengecualian."
Widya meremas tas yang dibawanya, menahan air mata yang ingin jatuh. Cindy, yang berdiri di sampingnya, mencoba menenangkan sepupunya. "Kak.., kita akan cari cara lain. Rama pasti tahu kita tidak pernah meninggalkannya," kata Cindy lembut.
Namun, Widya hanya menggelengkan kepalanya. "Dia pasti merasa sendirian di sana. Aku kakaknya, Cindy. Aku seharusnya ada untuknya. Tapi aku bahkan tidak bisa melakukan itu."
Di belakang mereka, Dewi juga menunduk, merasa tak berdaya. Ia tidak tahu bahwa semua ini adalah permainan Hermawan, pejabat korup yang tidak hanya menghancurkan hidup Rama, tetapi juga membuat keluarga mereka kehilangan banyak hal. Pekerjaan Widya sebagai guru sudah hilang karena nama keluarga mereka tercemar. Cindy sendiri kesulitan mendapatkan pekerjaan, dan Dewi harus menjual sebagian harta miliknya untuk menyambung hidup.
Meskipun begitu, mereka tidak menyerah. Widya berjanji dalam hati bahwa ia akan menemukan cara untuk membebaskan Rama, apa pun yang terjadi.
Kembali ke Rama, Di dalam selnya, Rama masih duduk sendirian. Suara-suara riuh dari luar perlahan mulai mereda ketika waktu kunjungan keluarga hampir usai. Ia menundukkan kepala, mencoba menenangkan hatinya yang semakin kacau.
"Kenapa mereka tidak datang? Apakah mereka benar-benar melupakanku?" pikirnya. Ia merasakan rasa sesak di dadanya, sesuatu yang tidak bisa disembuhkan oleh kekuatan atau bakteri sekalipun.
Bakteri-bakteri kecil di sekitarnya, yang setia menemaninya, mulai bergerak mendekat. Dengan kekuatan yang masih tersisa, Rama dapat merasakan keberadaan mereka dan berkomunikasi dengan mereka secara mental.
"Kalian tetap ada di sini, ya?" katanya pelan, suaranya hampir seperti bisikan. Bakteri-bakteri itu seolah-olah merespon dengan pergerakan kecil yang membuat Rama merasa sedikit terhibur.
Ia sadar bahwa mereka adalah satu-satunya teman yang ia miliki saat ini. Meskipun kecil dan tidak dapat berbicara, kehadiran mereka memberinya sedikit penghiburan di tengah kesendirian yang menghimpit.
Namun, ia juga tahu bahwa bakteri-bakteri ini tidak bisa membantunya keluar dari penjara. Pakaian khusus yang ia kenakan sepenuhnya menekan kekuatannya, kecuali kemampuan komunikasi dengan bakteri. Ia merasa seperti singa yang dikerangkeng, tak berdaya melawan kezaliman yang menjeratnya.
Hari mulai berganti malam. Penjara menjadi sunyi, hanya terdengar suara langkah penjaga yang sesekali lewat di lorong. Rama merebahkan dirinya di ranjang besi yang dingin, menatap langit-langit sel yang gelap.
Pikirannya kembali melayang kepada Siska. Ia teringat senyumnya, suara lembutnya, dan malam-malam yang mereka habiskan bersama sebelum semua ini terjadi. Namun, bayangan itu segera digantikan oleh kenyataan pahit bahwa Siska mungkin telah berpaling darinya.
"Apakah aku terlalu berharap?" pikirnya.
Namun, di balik semua itu, ada suara kecil di dalam hatinya yang masih membisikkan harapan. "Tidak, aku tidak boleh menyerah. Aku harus bertahan, untuk Siska, untuk keluargaku, dan untuk kebenaran."
Ia menguatkan dirinya, mencoba mengusir semua pikiran negatif yang menghantuinya. Ia tahu bahwa perjuangannya belum berakhir, dan ia harus menemukan cara untuk membalikkan keadaan.
Keesokan paginya, suara teriakan dan keributan terdengar dari arah luar. Rama terbangun dari tidurnya, mencoba mendengarkan apa yang terjadi. Ia melihat beberapa tahanan berbisik-bisik di depan pintu sel mereka, wajah mereka tampak serius.
"Ada apa?" tanya Rama kepada salah satu tahanan di sebelah selnya.
"Sepertinya ada seseorang yang mencoba masuk ke lapas ini. Katanya, mereka ingin bertemu dengan seseorang di sini," jawab tahanan itu.
Rama merasa ada sesuatu yang berbeda. Ia tidak tahu siapa yang berusaha datang, tetapi ia berharap bahwa itu adalah seseorang yang peduli padanya.
Sementara itu, di luar lapas, Widya berdiri teguh bersama Cindy dan Dewi. Kali ini Siska juga ada disana, sebelumnya Siska yang sangat ingin menjenguk Rama, ternyata di depan gerbang pintu masuk sel, sudah ada keluarga rama yang memohon masuk ke dalam, tetapi tidak di perbolehkan, dan akhirnya kejadian itu dimulai, keluarga Rama yang membawa seorang pengacara bertekad untuk mendapatkan akses masuk ke sel tempat Rama berada. meskipun hasilnya nihil, Widya tetap tidak menyerah, meski apa pun yang terjadi.