Sejak pertama kali bertemu di pasar tradisional, Dr. Rama merasa ada sesuatu yang berbeda setiap kali memikirkan Siska. Gadis itu sederhana, namun memiliki pesona yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Kepribadiannya yang ceria dan ramah telah menggetarkan hati Rama yang biasanya penuh dengan logika dan perhitungan. Namun, kali ini, hatinya berbicara lebih keras daripada akalnya.
Hari itu, setelah beberapa kali bertemu di tempat yang tak terduga, Dr. Rama memutuskan untuk mengajak Siska makan malam di sebuah kafe di Jakarta. Sesaat sebelum berangkat, Rama merasa gugup. Seolah jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Dia menata rambutnya dengan cermat, mengenakan jas yang rapi, dan memastikan semua yang dibutuhkan sudah ada dalam tasnya. Siska, yang sudah menjadi pikirannya sejak mereka bertemu, akan menjadi pusat perhatiannya malam ini.
Siska menerima ajakan itu dengan senang hati. Meskipun sedikit terkejut karena Rama mengetahui alamat rumahnya, ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Ia merasa dihargai, dan tentu saja, merasa spesial. Siska dengan antusias memilih tempat kafe yang tidak terlalu ramai namun nyaman.
Di tengah perjalanan menuju kafe, Dr. Rama berpikir keras. Apa yang akan dibicarakan? Bagaimana suasananya nanti? Apakah ia akan mengatakan apa yang selama ini dipendam dalam hatinya? Begitu banyak pertanyaan mengganggu pikirannya. Dia hanya tahu satu hal—makan malam itu adalah awal dari sesuatu yang lebih dari sekadar percakapan ringan.
Sesampainya di kafe, Dr. Rama duduk di sudut yang lebih sepi, dengan harapan bisa berbicara lebih leluasa tanpa gangguan. Dia menunggu dengan hati yang penuh ketegangan. Beberapa menit kemudian, langkah-langkah sepatu hak tinggi terdengar dari arah pintu. Rama menoleh dan terpesona. Siska, yang mengenakan gaun terbaiknya, terlihat sangat cantik malam itu. Semua mata di kafe tertuju padanya, termasuk Rama yang tak bisa menyembunyikan kekagumannya.
Siska tersenyum kecil dan menyapa, "Hai, Rama."
"Hai, Siska," balas Rama, sedikit tersadar dari lamunannya. Mereka saling bertukar senyum, dan suasana yang tadinya tegang perlahan menjadi lebih hangat.
Percakapan pun dimulai. Siska bercerita tentang kehidupannya, pekerjaan, serta banyak hal ringan lainnya. Rama mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali tersenyum atau tertawa kecil mendengar cerita-cerita lucu dari Siska. Namun, di tengah obrolan ringan itu, Siska tiba-tiba mengalihkan pembicaraan pada topik yang cukup berat.
"Saya rasa kamu tahu, kan, tentang superhero yang belakangan ini muncul? Yang katanya bisa mengubah segalanya, menyelamatkan banyak orang..." Siska mulai, matanya berbinar. "Saya benar-benar mengaguminya. Sosok itu membuat saya percaya bahwa ada harapan di dunia ini."
Dr. Rama terdiam sejenak. Ia tersenyum tipis, namun di dalam hatinya, ia merasa cemas. Ia tahu persis siapa superhero itu. Ia tahu bahwa nama " Superhero Bakteri" yang disebut-sebut dalam berita adalah dirinya. Namun, Rama tidak ingin mengungkapkan kenyataan itu pada Siska. Ia hanya bisa merespons dengan hati-hati.
"Ah, ya. Saya juga pernah mendengar tentangnya," jawab Rama, berusaha menjaga emosi. "Sepertinya dia memang melakukan banyak hal baik, ya."
Siska mengangguk antusias, tak menyadari bahwa di hadapannya duduklah orang yang sedang dibicarakannya. Mereka melanjutkan percakapan, namun perasaan canggung mengalir di antara mereka. Tidak lama setelah itu, televisi di kafe menyiarkan berita tentang kerusakan besar yang terjadi akibat tindakan superhero Bakteri yang dianggap melampaui batas. Rama merasakan ketegangan yang lebih besar mengingat berita tersebut—kerusakan yang dimaksud ternyata disebabkan oleh superhero palsu yang menyamar sebagai dirinya.
"Sungguh, dia menghancurkan semua itu?" tanya Siska, sedikit terkejut. "Tapi… saya pikir dia selalu berbuat baik?"
Rama hanya bisa terdiam, sesak di dadanya. Ia tahu siapa yang telah menyebabkan kerusakan itu—orang yang menyamar sebagai dirinya, dengan kekuatan yang salah digunakan. Superhero palsu yang merusak bukan hanya bangunan, tetapi juga reputasi Rama.
Setelah beberapa saat, suasana di kafe semakin tegang. Semua orang membahas berita tersebut, dan akhirnya, mereka berdua meninggalkan kafe itu dengan pikiran yang penuh tanda tanya.
Sesampainya di rumah Siska, Rama mengantar gadis itu ke pintu, berpamitan dengan hati yang sedikit lebih berat. Ia tidak bisa mengungkapkan semuanya begitu saja, meskipun ada banyak pertanyaan yang mengganggunya. Setelah itu, Dr. Rama langsung kembali ke laboratoriumnya.
Di laboratoriumnya, Dr. Rama tidak bisa tidur. Pikiran tentang superhero palsu yang menggunakan kekuatannya untuk merusak semakin menghantui. Ia tahu bahwa untuk membersihkan namanya, ia harus mencari tahu siapa di balik semua ini.
Rama bekerja sepanjang malam, mengirim beberapa bakteri miliknya ke lokasi kerusakan yang dilakukan oleh superhero palsu. Ia ingin mengetahui lebih banyak, menemukan petunjuk, dan memecahkan misteri ini. Hasil dari pengamatan dan sampel yang berhasil dikumpulkan tiba.
Saat Rama memeriksa sampel tersebut dengan cermat, ia terkejut. Bukan bakteri seperti yang ia duga, melainkan senyawa racun tingkat tinggi yang disemprotkan oleh superhero palsu itu. Ternyata, senyawa ini bisa menghancurkan hampir semua benda yang terkena, menyebar dengan cepat melalui sebuah pipa yang ada di tangan si penyamar.
"Ini bukan hanya kekuatan biologi. Ini adalah senjata kimia yang sangat berbahaya," gumam Rama.
Ia merasa marah dan bingung. Siapa yang bisa menciptakan senyawa seperti itu? Apa tujuan mereka? Dan mengapa mereka memilih untuk menyamar sebagai dirinya? Banyak pertanyaan yang kini menghantui pikirannya.
Rama tahu bahwa ia harus segera menemukan siapa pelaku di balik semua ini dan menghentikan segala kekacauan yang telah dimulai. Tapi ada satu hal yang semakin mengganggu pikirannya—Siska. Ia khawatir jika gadis itu menjadi bagian dari permainan berbahaya ini tanpa ia ketahui. Namun, Rama tidak bisa menjelaskan semuanya saat ini. Yang ia tahu, ia harus segera bertindak, sebelum semuanya terlambat.
Rama kembali memfokuskan diri untuk mencari tahu lebih lanjut, tidak hanya mengenai siapa superhero palsu itu, tetapi juga bagaimana cara menghentikannya. Namun, di tengah perjalanan pencariannya, ia semakin menyadari bahwa pertempuran kali ini bukan hanya melawan kekuatan luar biasa yang tak terduga, tetapi juga melawan waktu yang semakin sempit.
Dr. Rama merasa hatinya semakin berat seiring berjalannya waktu. Berbagai peristiwa yang menimpa dirinya seolah saling bersambung, membentuk sebuah rangkaian kisah yang semakin rumit dan sulit untuk dipahami. Namun, takdir yang digariskan seakan tak dapat ditolak. Sesaat setelah ia menemukan sebuah pesan tantangan di tengah puing-puing kerusakan yang ditinggalkan oleh superhero palsu, ia merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang menantinya.
Pesan tersebut jelas ditujukan untuk dirinya. Tertulis dengan huruf yang tajam dan penuh ancaman, lokasi pertarungan sudah ditentukan: pelabuhan. Rama tahu bahwa pertempuran ini akan menjadi titik balik, namun ia juga merasakan ada sesuatu yang janggal. Musuhnya tahu banyak tentang dirinya. Bahkan setiap gerak-geriknya seolah sudah diawasi.
Malam itu, ketika Rama tiba di pelabuhan, suasana sangat sepi dan mencekam. Suara ombak yang bergulung-gulung di pantai seakan menjadi latar belakang yang menambah ketegangan di hatinya. Ia merasa ada yang tak beres. Namun, ia tak punya pilihan lain selain melanjutkan langkahnya.
Tanpa dia sadari, seluruh sudut pelabuhan dipenuhi dengan CCTV yang terpasang rapi. Setiap gerakan dan langkahnya dipantau dengan cermat, namun Rama tak tahu menahu tentang keberadaan kamera-kamera tersebut. Begitu sampai di tengah pelabuhan, bayangan seseorang muncul dari kegelapan.
"Rama... akhirnya kita bertemu," suara yang familiar terdengar, membuat Rama terkejut.
Ketika sosok itu maju, Rama langsung mengenali wajahnya. Ternyata musuh yang menghadapinya bukanlah sembarang orang. Itu adalah Pak Hermawan, pejabat koruptor yang dulu pernah ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh Rama. Ternyata, Pak Hermawan tak hanya selamat dari penjara, tetapi kini dia menjadi pihak yang memanfaatkan superhero palsu untuk menghancurkan Rama.
"Tentu saja, saya akan membalas semuanya," ujar Pak Hermawan dengan senyum licik. "Tapi kali ini, saya punya sekutu yang lebih hebat darimu."
Pertarungan pun dimulai. Dr. Rama yang mengenakan masker khusus untuk melindungi dirinya dari racun dan gas berbahaya yang mungkin digunakan oleh musuh, bertarung dengan penuh semangat. Namun, musuhnya, yang ternyata lebih pintar dan licik dari yang ia duga, memiliki racun tingkat tinggi yang disemburkan melalui alat semprot yang dimilikinya.
Saat pertempuran berlangsung sengit, Rama sempat lengah. Ketika ia berusaha menyerang musuhnya, tanpa sadar ia melupakan satu hal—masker pelindungnya yang ternyata tidak mampu bertahan lama. Racun yang disemprotkan musuh mengenai masker tersebut dan akhirnya hancur. Dalam waktu singkat, Rama merasakan dampaknya. Tubuhnya mulai terasa lemah, dan penglihatannya semakin kabur.
"Tidak... ini tidak bisa terjadi," desisnya dalam hati, namun tubuhnya mulai kehilangan tenaga.
Pada akhirnya, Rama jatuh pingsan, tak mampu melawan racun yang masuk ke dalam tubuhnya. Sang superhero palsu tersenyum puas melihat musuhnya terjatuh tak berdaya. Dalam sekejap, Rama dibawa pergi oleh orang-orang suruhan Pak Hermawan dan diserahkan ke kantor kepolisian.
Kabar penangkapan Dr. Rama segera tersebar ke seluruh penjuru kota. Berita besar ini langsung menggemparkan publik. Selama ini, Rama telah dikenal sebagai ilmuwan cerdas dan superhero yang membantu banyak orang. Namun, kini dia dipandang sebagai seorang penjahat yang telah membuat kekacauan besar.
Siska yang sebelumnya tidak tahu menahu tentang identitas asli Rama, akhirnya mengetahui segalanya. Media-media massa tak henti-hentinya menyiarkan tentang penangkapan Dr. Rama, dan satu-satunya hal yang bisa dilihat oleh Siska adalah sosok yang ia kagumi,ternyata membohonginya selama ini, kini dr. Rama berada di dalam penjara, dengan semua aset dan laboratoriumnya disita oleh pemerintah.
Hati Siska hancur mendengar kenyataan ini. Ia merasa sangat kecewa dan bingung. Selama ini, ia telah begitu mempercayai Rama, namun kenyataan yang terbuka membuatnya merasa dikhianati. Semakin hari, semakin banyak fitnah yang diarahkan kepada Rama. Nama baiknya tercemar. Berbagai tuduhan yang tidak berdasar mulai menguasai pemberitaan, membuat Siska semakin ragu untuk mempercayai Rama.
Namun, ada satu hal yang Siska masih tidak bisa pungkiri—perasaan yang tumbuh dalam hatinya terhadap Rama. Walaupun berita itu membuatnya bingung dan marah, di dalam hati, Siska masih menyimpan harapan bahwa ada penjelasan yang lebih besar dari apa yang ia lihat. Tetapi, pada akhirnya, ia merasa bahwa hubungan mereka sudah terputus. Siska memutuskan untuk menjauh.
Di penjara, Rama merasakan kesepian yang mendalam. Hidupnya yang penuh dengan semangat dan ambisi kini hancur begitu saja. Di dalam sel yang dingin, ia merasa seakan hidupnya tidak lagi berarti. Ia tidak lagi memiliki laboratorium, tidak lagi memiliki tujuan, dan yang lebih menyakitkan, ia kehilangan Siska, orang yang paling ia cintai. Semua kenangan indah bersama Siska seakan lenyap begitu saja.
Rama terbaring di ranjang selnya, merasakan betapa hancurnya hatinya. Keputusan-keputusan yang ia ambil selama ini, meski didorong oleh niat baik untuk melindungi banyak orang, kini malah berujung pada kehancuran dirinya sendiri. Ia menyesali setiap langkah yang membawanya pada titik ini. Namun, apakah masih ada harapan untuknya?
Namun, kehidupan tidak akan pernah berhenti berputar. Tak ada yang tahu, mungkin di suatu saat, takdir akan membawa mereka bertemu kembali. Tapi untuk saat ini, semuanya terasa begitu jauh dan tak terjangkau. Keputusasaan dan perasaan hancur menjadi teman bagi mereka berdua, tetapi sebuah pertarungan besar masih menanti—pertarungan yang akan menentukan masa depan mereka.