Chereads / Dr. Rama The Bacterial Hero / Chapter 9 - Pertarungan 2 Saintis

Chapter 9 - Pertarungan 2 Saintis

Dr. Rama kembali mengamati peta Cakrabuana dari markasnya yang tersembunyi. Situasi di kota kecil itu tidak membaik, bahkan semakin memburuk. Limbah dari pabrik gelap terus mencemari sungai, dan udara di sekitarnya dipenuhi zat berbahaya yang membahayakan warga. Rama tidak bisa tinggal diam lebih lama lagi.

Malam itu, ia memutuskan untuk bertindak. Dengan mengenakan perlengkapan khusus yang ia buat di laboratoriumnya, ia meninggalkan Jakarta menuju Cakrabuana untuk menghancurkan kompleks industri gelap tersebut. Ia tahu misinya berbahaya, tetapi baginya, melindungi lingkungan dan manusia adalah prioritas utama, bahkan jika harus berjuang sendirian tanpa diketahui siapa pun.

Penyusupan Kedua

Dr. Rama tiba di kompleks industri pada tengah malam. Ia bergerak dengan cepat dan senyap, menyusup melalui celah kecil di pagar pembatas. Dengan bantuan bakterinya, ia berhasil melumpuhkan sistem keamanan kompleks tanpa menimbulkan suara.

Di dalam, ia memulai rencananya. Bakterinya menyebar ke seluruh fasilitas, melarutkan bahan kimia berbahaya dan menghancurkan mesin-mesin utama secara perlahan. Ledakan kecil mulai terjadi di beberapa titik, cukup untuk menimbulkan kekacauan tetapi tidak membahayakan manusia di sekitarnya.

Namun, saat Rama mencapai laboratorium utama, ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia segera bersembunyi di balik mesin besar, bersiap untuk melawan jika ketahuan.

"Tunggu… ada sesuatu yang aneh," gumam Rama dalam hati. Langkah kaki itu terdengar terlalu teratur, seperti disengaja untuk menarik perhatian.

Musuh Baru: Dr. Surya

Tiba-tiba, suara seorang pria menggema di ruangan itu.

"Aku sudah menunggu kedatanganmu, Dr. Rama," kata suara itu, penuh ketenangan tetapi juga menyiratkan ancaman.

Rama melangkah keluar dari persembunyian, menatap sosok pria yang berdiri di hadapannya. Dia mengenakan jas lab putih, tetapi auranya jauh dari kesan seorang ilmuwan biasa. Matanya tajam, penuh dengan kepercayaan diri, sementara senyuman kecil di bibirnya menunjukkan bahwa dia tidak merasa terancam.

"Siapa kau?" tanya Rama dengan nada tegas.

"Dr. Surya," jawab pria itu. "Aku yakin kau sudah mendengar namaku. Atau, mungkin bakterimu yang memberitahumu."

Rama menatapnya tajam. Nama itu tidak asing. Dr. Surya adalah salah satu ilmuwan yang pernah bekerja dalam proyek rahasia pemerintah, tetapi ia menghilang beberapa tahun lalu setelah diduga mencuri teknologi mutakhir.

"Jadi, kau yang bertanggung jawab atas semua ini?" tanya Rama, menunjuk ke arah kompleks yang sudah mulai runtuh perlahan akibat bakterinya.

Surya mengangguk, tidak sedikit pun terlihat terganggu. "Tentu saja. Dan aku bangga dengan apa yang telah kuciptakan di sini. Teknologi ini akan mengubah dunia, meskipun kau dan moralitas palsumu menganggapnya sebagai ancaman."

"Teknologimu hanya membawa kehancuran," kata Rama. "Kau mencemari lingkungan, membahayakan kehidupan manusia, dan merusak alam tanpa peduli pada akibatnya."

Surya tertawa kecil. "Kau naif, Rama. Dunia ini sudah rusak sejak lama. Aku hanya memanfaatkan kehancurannya untuk menciptakan kekuatan baru. Jika kau berpikir bisa menghentikanku, kau salah besar."

Pertarungan yang Tak Terduga

Sebelum Rama sempat merespons, Dr. Surya mengangkat tangannya. Dalam sekejap, ledakan kecil terjadi di sekitar Rama. Ledakan itu hampir tidak terlihat oleh mata, tetapi efeknya terasa jelas. Rama merasakan bakterinya mulai mati satu per satu.

"Ledakan nano," kata Surya dengan nada puas. "Teknologi ini memungkinkan aku menghancurkan mikroorganisme seperti bakterimu tanpa menyentuhmu langsung. Kau mungkin ahli bakteri, tetapi aku adalah ahli nano. Kau tidak akan bisa menang melawan kekuatanku."

Rama melompat mundur, mencoba menghindari serangan berikutnya. Namun, Surya menghilang begitu saja dari pandangannya. Teknologi kamuflasinya membuatnya benar-benar tak terlihat, bahkan oleh sensor bakteri Rama.

"Di mana kau, Surya?" Rama berteriak, mencoba melacak keberadaannya.

"Aku di mana-mana," suara Surya terdengar dari berbagai arah. "Dan kau, Rama, adalah ancaman yang harus dieliminasi."

Ledakan nano terus terjadi di sekitar Rama, membuatnya sulit untuk memanfaatkan bakterinya. Namun, ia tidak menyerah. Dengan kecerdasannya, ia mencoba memanfaatkan kondisi sekitar untuk melawan.

"Kalau kau pikir teknologi nano-mu sempurna, kau salah," kata Rama sambil memusatkan pikirannya pada strategi baru. Ia menyebarkan bakterinya ke arah sumber panas di sekitar ruangan, mencoba mendeteksi keberadaan Surya melalui perubahan suhu.

Dan akhirnya, ia menemukan celah. Sebuah jejak panas kecil bergerak cepat di sudut ruangan. Rama segera mengirimkan bakterinya ke arah tersebut.

Dialog di Tengah Pertempuran

Surya terpaksa muncul kembali, wajahnya terlihat sedikit terkejut. "Kau pintar juga, Rama. Tapi itu tidak cukup."

"Aku tidak peduli seberapa canggih teknologimu, Surya. Aku tidak akan membiarkanmu terus merusak dunia ini," kata Rama dengan tegas.

Surya menyeringai. "Merusak dunia? Tidak, Rama. Aku sedang membangun ulang dunia. Dengan teknologi ini, aku bisa menciptakan peradaban baru yang lebih kuat, tanpa kelemahan manusia seperti moralitas atau rasa belas kasihan. Kau hanya penghalang kecil dalam visiku."

"Peradaban yang kau maksud hanyalah kehancuran dalam bentuk lain," jawab Rama. "Kehidupan harus dilindungi, bukan dimanipulasi demi ambisi pribadi."

Surya tertawa sinis. "Kau terlalu idealis, Rama. Itulah yang membuatmu lemah. Dunia ini membutuhkan seseorang yang berani mengambil langkah besar, bahkan jika itu berarti mengorbankan sebagian untuk menyelamatkan yang lain."

Rama menggeleng, matanya penuh determinasi. "Aku tidak akan membiarkanmu mengorbankan siapa pun. Dan aku pasti tidak akan membiarkanmu menghancurkan alam demi ambisimu."

Pertarungan yang Belum Usai

Dengan kemampuan improvisasi dan kecerdasannya, Rama berhasil mengimbangi serangan Surya meski bakterinya terus dihancurkan. Ia menggunakan setiap elemen di sekitarnya untuk melawan, mulai dari memanipulasi aliran udara hingga memanfaatkan bahan kimia di laboratorium untuk menciptakan gangguan sementara pada teknologi nano Surya.

Namun, pertarungan itu belum selesai. Surya tersenyum kecil, tampak menikmati perlawanan Rama. "Aku harus akui, kau lebih tangguh dari yang kukira. Tapi ini baru permulaan."

Rama menatapnya dengan tegas, tidak sedikit pun gentar meskipun situasinya semakin sulit. Dalam hati, ia berjanji bahwa apa pun yang terjadi, ia akan menghentikan Surya dan menyelamatkan kota kecil itu dari kehancuran total.

Dr. Rama berdiri tegak di tengah laboratorium yang sudah setengah hancur. Kepulan asap dan suara ledakan kecil masih terdengar di sekelilingnya. Sementara itu, Dr. Surya berdiri di seberang ruangan, senyumnya penuh kemenangan.

"Jadi, Dr. Rama," kata Surya dengan nada mengejek, "apa yang akan kau lakukan sekarang? Bakteri-bakterimu yang hebat itu tidak ada artinya di hadapanku."

Rama tidak merespons. Ia hanya menghela napas panjang, pikirannya berpacu mencari cara untuk mengatasi situasi ini. Bakterinya, Thermobactera, yang dirancang khusus untuk bertahan dalam suhu tinggi dan kondisi ekstrem, hancur dalam sekejap oleh ledakan nano Surya. Kemampuan untuk menghilang membuat lawannya semakin sulit dilacak, bahkan dengan bantuan bakteri yang biasa ia andalkan.

"Kau tidak perlu berpikir terlalu keras," lanjut Surya sambil berjalan mendekat. "Kita berdua tahu akhir dari pertarungan ini. Aku lebih unggul dalam segala hal."

Awal Pertarungan

Tiba-tiba, Surya menghilang dari pandangan. Rama langsung memasang sikap waspada. Ia tahu serangan berikutnya bisa datang dari mana saja. Suara langkah kecil terdengar dari berbagai arah, tetapi setiap kali Rama mencoba melacak sumbernya, Surya sudah berpindah tempat.

Ledakan kecil kembali terjadi, kali ini tepat di sekitar tubuh Rama. Sekuat apa pun tubuhnya yang mampu mengeras seperti intan, efek getaran dari ledakan nano membuatnya sedikit terguncang.

"Kau bisa bertahan lebih lama dari yang kukira," suara Surya terdengar dari sudut ruangan, meskipun tubuhnya tidak terlihat. "Tapi kau tidak bisa menghindari serangan ini selamanya."

Rama tidak menjawab. Ia memusatkan pikirannya pada satu tujuan: menemukan celah dalam pertahanan Surya. Ia menyebarkan bakterinya ke seluruh ruangan, bukan untuk menyerang, tetapi untuk menganalisis pola pergerakan lawannya.

Namun, setiap kali bakterinya mendekati Surya, ledakan nano langsung menghancurkannya. Rama menggertakkan giginya. Ini bukan hanya pertarungan fisik, tetapi juga perang intelektual antara dua ilmuwan dengan visi yang bertolak belakang.

Strategi Baru

Rama menyadari bahwa kekuatannya untuk mengeras seperti intan dan mengurai materi tidak efektif melawan teknologi nano Surya. Ia harus menemukan cara lain.

"Jika kau terus bersembunyi di balik teknologi itu, kau hanya membuktikan bahwa kau lemah," kata Rama dengan nada dingin, mencoba memancing emosi lawannya.

Surya muncul kembali, kali ini tepat di belakang Rama. "Aku tidak perlu membuktikan apa-apa," katanya sambil melancarkan serangan ledakan langsung ke arah Rama.

Namun, Rama sudah siap. Dengan refleks cepat, ia melompat ke samping dan mengarahkan serangan balasan menggunakan aliran udara yang dipenuhi bakteri kecil. Tapi seperti sebelumnya, ledakan nano menghancurkan serangan itu sebelum mencapai Surya.

"Lihat?" Surya menyeringai. "Semua yang kau lakukan sia-sia."

Tapi Rama tidak menyerah. Ia memanfaatkan setiap detik untuk mempelajari pola serangan dan kelemahan Surya. Dalam pikirannya, ia menyusun strategi untuk mengatasi kemampuan menghilang dan ledakan nano yang mematikan itu.

Kekuatan Bakteri dan Akal

Rama mulai menyebarkan jenis bakteri lain yang dirancang untuk mendeteksi perubahan tekanan udara dan pola panas di sekitar ruangan. Meskipun bakterinya tidak bisa menyerang langsung, mereka dapat memberikan informasi tentang keberadaan Surya.

"Apa yang kau lakukan sekarang, Rama?" tanya Surya, sedikit penasaran.

Rama tersenyum tipis. "Kau akan segera tahu."

Ketika Surya kembali menghilang, Rama memanfaatkan data dari bakterinya untuk melacak pergerakan lawannya. Dalam beberapa detik, ia berhasil memprediksi posisi Surya dan melancarkan serangan mendadak dengan mengeraskan tubuhnya menjadi senjata tajam.

Surya terkejut, tetapi ia masih berhasil menghindar, meskipun kali ini nyaris terkena serangan. "Hebat," katanya sambil muncul kembali. "Kau benar-benar ilmuwan yang luar biasa. Sayang sekali kau berada di pihak yang salah."

"Yang salah adalah kau," jawab Rama. "Mengorbankan alam dan kehidupan demi ambisi pribadi bukanlah jalan yang benar."

Surya tertawa kecil. "Moralitasmu hanya akan menghambat kemajuan. Dunia ini membutuhkan seseorang yang berani mengambil langkah besar, tidak peduli seberapa ekstrem."

Titik Balik

Pertarungan semakin intens. Rama terus mencoba berbagai cara untuk mengatasi teknologi nano Surya, sementara Surya semakin meningkatkan serangannya. Ledakan kecil memenuhi ruangan, tetapi Rama menggunakan kekuatannya untuk mengurai bahan di sekitar dan menciptakan penghalang sementara.

Namun, Rama tahu bahwa ini hanya solusi sementara. Jika ia tidak menemukan cara untuk menetralkan teknologi nano Surya, ia akan kehabisan waktu dan energi.

"Kenapa kau tidak menyerah saja?" tanya Surya dengan nada santai. "Aku bisa menawarkanmu kesempatan untuk bergabung denganku. Bersama-sama, kita bisa menciptakan dunia yang lebih kuat."

"Bersama denganmu?" Rama menatapnya tajam. "Aku lebih baik mati daripada menjadi bagian dari kehancuran yang kau ciptakan."

Surya menghela napas, seolah kecewa. "Kalau begitu, aku tidak punya pilihan lain."

Ia menghilang lagi, dan ledakan kecil mulai terjadi lebih cepat dari sebelumnya. Rama terdesak, tetapi ia tetap tenang. Dalam pikirannya, ia mulai merancang strategi terakhir.

Pertarungan yang Belum Usai

Dr. Rama akhirnya memutuskan untuk menggunakan sisa energi bakterinya untuk menciptakan kabut mikro yang dapat mengganggu sensor nano milik Surya. Ia tahu bahwa ini adalah pertaruhan besar, tetapi ini mungkin satu-satunya cara untuk mendapatkan keunggulan.

Ketika kabut mikro menyelimuti ruangan, Surya tampak sedikit bingung. "Apa ini?" tanyanya, mencoba mengaktifkan kembali teknologinya.

"Kejutan kecil dariku," jawab Rama.

Surya mencoba melancarkan serangan, tetapi kabut mikro itu membuat pergerakannya melambat. Rama memanfaatkan momen ini untuk melancarkan serangan langsung, tetapi Surya masih berhasil menghindar di saat terakhir.

"Kau tidak akan menang," kata Surya dengan nada tegas. "Aku lebih unggul dalam segala hal."

"Tapi aku tidak akan menyerah," jawab Rama.

Pertarungan berlanjut tanpa henti, dengan kedua pihak saling menguji batas kemampuan mereka. Di tengah kekacauan, Rama terus mencari celah, sementara Surya semakin frustrasi karena strategi Rama mulai mengimbangi kekuatannya.

Ketika situasi semakin memanas, Rama dan Surya tetap bertarung sengit, dengan alam sebagai saksi bisu dari pertempuran antara dua ilmuwan yang memiliki visi bertolak belakang tentang dunia. Namun, pertempuran ini belum mencapai akhir.