Chereads / Dr. Rama The Bacterial Hero / Chapter 6 - Serangan Balik

Chapter 6 - Serangan Balik

Rama menemukan perlindungan di sebuah gua tersembunyi di tepi sungai. Di tempat itu, suhu lebih dingin, dan air mengalir bebas tanpa kontaminasi panas Tomas. Ia duduk di atas batu besar, menatap air yang mengalir pelan.

"Bagaimana mungkin dia bisa memiliki kekuatan seperti itu?" pikir Rama dalam hati. Tomas bukan sekadar ilmuwan biasa. Kemampuannya melampaui hukum alam, seolah ia mampu mengendalikan inti bumi.

Rama memejamkan mata, merasakan mikroba di sekitarnya. Ia memanggil bakteri dari sungai, memulai proses evolusi yang dipercepat. Ia tahu bakteri adalah makhluk yang paling adaptif di bumi. Mereka telah bertahan selama miliaran tahun, bahkan di lingkungan paling ekstrem. Jika ia bisa mengembangkan bakteri yang mampu bertahan dalam suhu Tomas, maka ada harapan untuk melawannya.

"Alam selalu beradaptasi," gumam Rama. "Dan aku adalah bagian dari alam itu."

Hari-hari berlalu. Di dalam gua, Rama menciptakan lingkungan laboratorium darurat. Ia bereksperimen dengan bakteri-bakteri yang ia miliki, mencoba meningkatkan ketahanan mereka terhadap panas ekstrem. Setiap kali ia mendapati bakteri yang mati karena suhu simulasi Tomas, ia memodifikasi struktur genetik mereka.

Namun, ada keraguan yang terus menghantui pikirannya. Tomas bukan hanya musuh kuat, tetapi juga mantan rekan yang pernah ia hormati. Dulu, Tomas adalah salah satu ilmuwan yang peduli terhadap lingkungan. Bagaimana bisa ia berubah menjadi penghancur seperti ini?

Tiga minggu berlalu. Rama merasa bakteri yang ia kembangkan sudah cukup kuat. Ia menyebut mereka Thermobactera, bakteri yang mampu bertahan dalam suhu hingga 2.000 derajat Celsius. Tidak hanya itu, bakteri ini mampu menyerap energi panas dan menggunakannya untuk berkembang biak dengan cepat.

Namun, kekuatan bakteri saja tidak cukup. Rama tahu ia harus menggunakan semua kemampuan yang ia miliki. Ia melatih tubuhnya untuk bertahan dalam suhu tinggi, menggunakan lapisan bakteri sebagai perisai tambahan. Tubuhnya, yang bisa menjadi sekeras intan, kini diperkuat dengan lapisan mikroba yang aktif, memberikan perlindungan ekstra dari serangan Tomas.

Ia juga mempelajari pola serangan Tomas dari pertemuan sebelumnya. Tomas cenderung menggunakan panas untuk menciptakan tekanan psikologis sebelum melancarkan serangan langsung. Rama memutuskan untuk menggunakan kelemahan itu sebagai keunggulan.

"Dia terlalu percaya diri dengan kekuatannya," kata Rama sambil mengepalkan tangan. "Dan aku akan menggunakan itu untuk menjatuhkannya."

Pagi itu, Rama meninggalkan gua dengan tubuh yang dipenuhi energi baru. Ia menuju desa yang sebelumnya hampir hancur akibat serangan Tomas. Warga desa menyambutnya dengan harapan baru.

"Dr. Rama, kami pikir Anda sudah pergi selamanya," kata seorang pria tua dengan nada cemas.

"Aku tidak akan meninggalkan kalian," jawab Rama dengan tegas. "Tapi aku butuh bantuan kalian. Kita harus memancing Tomas keluar dari persembunyiannya."

Rama menyusun rencana dengan warga desa. Mereka membuat jebakan sederhana, menggunakan sungai sebagai medan pertempuran. Tomas dikenal sombong dan cenderung mengejar musuh tanpa berpikir panjang. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, Rama bisa menjatuhkan Tomas di tempat yang tidak memberinya keuntungan.

Saat matahari mulai tenggelam, Tomas muncul di tengah desa, seperti yang telah Rama duga. Udara seketika berubah panas, dan warga desa berlari menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman. Tomas melangkah dengan santai, senyum sinis menghiasi wajahnya.

"Aku pikir kau sudah menyerah, Pahlawan Bakteri. Tapi sepertinya kau ingin mati di tanganku," kata Tomas, matanya penuh dengan api.

Rama muncul dari balik bayangan, berdiri tegak di depan Tomas.

"Ini belum selesai, Tomas. Kehancuran yang kau bawa akan berhenti di sini," jawab Rama dengan nada tenang, meskipun keringat mulai mengalir di dahinya akibat panas Tomas.

Pertarungan epik itu akan segera dimulai. Rama tahu risiko yang ia hadapi, tapi ia juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk melindungi alam dari kehancuran total.

bab 6: Pertarungan di Sungai Api

Udara di sekitar desa semakin panas, seolah-olah Tomas membawa neraka bersamanya. Tanah di bawah kakinya merekah, dan rerumputan yang sebelumnya hijau berubah menjadi abu dalam sekejap. Di tengah semua itu, Rama berdiri kokoh, tubuhnya dilapisi bakteri pelindung yang bercahaya samar, seperti zirah yang hidup.

"Jadi kau benar-benar ingin mencoba peruntungan, Rama?" tanya Tomas dengan senyum sinis. "Kekuatanmu tak ada artinya di hadapanku."

Rama tidak menjawab. Ia hanya memusatkan pikirannya pada bakteri Thermobactera yang memenuhi tubuhnya. Ia merasakan mereka bergerak, hidup, dan bersiap menghadapi suhu panas Tomas. Kali ini, ia tidak akan menyerah.

Tomas melangkah maju. Setiap langkahnya menciptakan pijakan yang membara, sementara udara di sekitarnya bergetar karena intensitas panas. Rama melangkah mundur perlahan, memancing Tomas mendekati sungai yang telah ia persiapkan.

"Kau takut? Itu langkah bijak," ejek Tomas sambil menyeringai. Ia mengangkat tangannya, dan gelombang panas tiba-tiba melesat ke arah Rama, membakar segalanya dalam lintasannya.

Rama melompat ke samping dengan gesit, tubuhnya menyatu dengan intan yang diperkuat oleh bakteri pelindungnya. Meskipun panas Tomas masih terasa menusuk, lapisan bakteri di tubuh Rama menyerap sebagian energi panas tersebut, memperkuat dirinya.

"Ini bukan tentang ketakutan, Tomas," jawab Rama akhirnya. "Ini tentang strategi."

Tomas tertawa keras. "Strategi? Kau terlalu banyak bicara."

Dengan satu gerakan cepat, Tomas melemparkan bola api besar ke arah Rama. Tapi Rama sudah memperkirakan serangan itu. Ia menangkis bola api tersebut dengan tangannya, yang kini mengeras seperti berlian. Bola api itu terpantul ke arah sungai, menciptakan semburan uap yang tinggi.

Sungai yang mengalir deras kini menjadi medan pertempuran. Tomas, dengan sombong, melangkah mendekati sungai, mengabaikan jebakan yang telah Rama siapkan. Ia terlalu percaya diri dengan kekuatannya, yakin bahwa tidak ada yang bisa menyentuhnya.

Namun, Rama justru tersenyum.

"Aku tahu kau akan mengejarku ke sini," kata Rama sambil mengangkat tangannya ke udara. Dari dalam sungai, bakteri Thermobactera yang ia kembangkan mulai bangkit, tersebar ke udara, membentuk kabut yang samar.

Tomas berhenti sejenak, merasakan perubahan di atmosfer. "Apa ini?" tanyanya, alisnya mengerut.

"Ini adalah jawaban dari kekuatanmu," jawab Rama. "Bakteri yang mampu menyerap panasmu dan mengubahnya menjadi kekuatan mereka."

Tomas tertawa keras, meskipun samar-samar ada sedikit keraguan di matanya. Ia mengerahkan lebih banyak kekuatan, meningkatkan suhu tubuhnya hingga tanah di bawahnya meleleh. Kabut bakteri di sekitarnya mulai menipis akibat panas tersebut, tetapi mereka tidak mati. Sebaliknya, mereka berevolusi lebih cepat, menyesuaikan diri dengan suhu yang lebih ekstrem.

Rama menyerang. Ia melompat ke arah Tomas, menghantamnya dengan tinju yang diperkuat lapisan intan. Tomas berhasil menangkis, tetapi serangan itu cukup kuat untuk membuatnya mundur beberapa langkah.

"Tidak mungkin," gumam Tomas. "Bagaimana kau bisa bertahan dalam suhu ini?"

"Karena aku tidak melawanmu sendirian," jawab Rama. "Aku membawa alam bersamaku."

Pertarungan Semakin Memanas

Tomas mengamuk. Ia menciptakan pusaran api besar, mencoba membakar segalanya, termasuk sungai. Tapi itulah kesalahan besarnya. Ketika api Tomas menyentuh air, kabut uap yang terbentuk semakin memperkuat bakteri milik Rama.

Kabut tersebut mulai menyerang Tomas, menempel pada kulitnya, menyerap energi panasnya. Tomas merasakan kekuatannya perlahan-lahan menghilang. Ia mencoba mengusir bakteri tersebut dengan semburan api, tetapi semakin ia mencoba, semakin banyak energi yang dihabiskan, dan semakin kuat bakteri itu berkembang.

"Ini tidak mungkin! Aku adalah 'Si Hawa Panas'! Aku tidak bisa dikalahkan!" teriak Tomas, suaranya penuh kemarahan dan keputusasaan.

"Tidak ada yang tidak mungkin," jawab Rama dengan tenang. "Kekuatanmu berasal dari kehancuran. Tapi kehancuran selalu memiliki batas. Alam selalu menang pada akhirnya."

Rama maju dengan serangan terakhirnya. Dengan kekuatan penuh, ia menghantam Tomas dengan tinju intannya, yang kini diperkuat oleh energi panas yang diserap bakteri. Serangan itu begitu kuat hingga Tomas terlempar ke udara dan jatuh dengan keras ke tanah, menciptakan kawah kecil di bawahnya.

Tomas mencoba bangkit, tetapi tubuhnya lemah. Bakteri Thermobactera terus menyerap sisa-sisa panas dari tubuhnya, membuatnya tidak berdaya. Untuk pertama kalinya, Tomas merasakan dingin.