Chereads / Dr. Rama The Bacterial Hero / Chapter 2 - Saatnya Pembalasan

Chapter 2 - Saatnya Pembalasan

Rama duduk di tepi sungai, tubuhnya masih basah oleh lumpur pekat yang menyelimuti kulitnya. Tubuhnya terasa berbeda—lebih ringan, lebih kuat. Nafasnya teratur, meskipun ia tahu ia seharusnya mati beberapa jam yang lalu.

Ia memejamkan mata, mencoba memahami apa yang terjadi. Ketika ia menyentuh tanah di bawahnya, ia mendengar sesuatu. Tidak berupa suara, tetapi lebih seperti bisikan halus—suatu hubungan yang langsung masuk ke pikirannya. Rama menyadari bahwa itu bukan suara manusia.

"Bantu kami..." bisik itu terdengar seperti harmoni ribuan nada kecil. "Kami adalah bagian dari dirimu sekarang."

Ia membuka matanya dengan terkejut. "Siapa kalian?" tanyanya dengan suara serak.

Namun, alih-alih jawaban, ia merasakan tubuhnya bereaksi. Tangannya, yang sebelumnya tampak biasa, tiba-tiba berubah. Lapisan kulitnya memadat dan berkilauan seperti berlian di bawah cahaya bulan. Ia memandanginya dengan takjub.

"Apa... ini?" gumamnya, mencoba menggerakkan tangan itu. Lapisan keras itu mengikuti kehendaknya, mengeras seperti batu, namun tetap lentur seperti daging. Ia mengepalkan tangan dan memukul sebatang besi karatan di sampingnya. Besi itu hancur seperti kaca rapuh.

Seiring waktu, ia menyadari bahwa tubuhnya telah menyatu dengan Ciliobacter Aurum, bakteri super yang ia temukan. Mereka tidak hanya menyembuhkannya, tetapi juga memberinya kemampuan yang tak terbayangkan. Rama kini dapat berkomunikasi dengan sel dan bakteri di sekitarnya, memerintah mereka untuk bertindak sesuai kehendaknya.

Suatu malam, saat mencoba memahami batas kekuatannya, ia mendapati dirinya mampu melakukan hal yang lebih mengerikan. Ia menatap tangannya yang mulai memudar, berubah menjadi miliaran bakteri mikroskopis yang terpecah dan menyatu dengan udara di sekitarnya. Ia bisa merasakan dirinya tersebar di setiap sudut ruangan, merasakan tekstur, suhu, dan bahkan keberadaan makhluk hidup di dekatnya.

Dengan satu kehendak, tubuhnya kembali menyatu. Ia terengah-engah, tetapi takjub. "Aku bisa memecah tubuhku... dan menyatu lagi," bisiknya.

Namun, kemampuan paling mengejutkan muncul ketika ia tak sengaja menyentuh sepotong plat besi tua. Dengan pikirannya, ia memerintah bakteri dalam tubuhnya untuk mengurai benda tersebut. Seketika plat besi itu larut menjadi partikel-partikel kecil, lenyap dalam hitungan detik. Rama menatap hasilnya dengan takjub.

"Ini... kekuatan ini..." Ia tertunduk sejenak, lalu mengepalkan tangannya. "Ini bukan hanya anugerah. Ini adalah senjata."

 

Seminggu berlalu sejak "kematian" Rama. Dunia menganggapnya telah tiada, termasuk Aditya dan Hermawan. Namun, Rama tetap bersembunyi, mempelajari lebih dalam kekuatannya dan merencanakan langkah berikutnya.

Ia menyadari bahwa ia tidak hanya memiliki kemampuan fisik, tetapi juga pikiran yang lebih tajam. Ia dapat mengendalikan mikroorganisme di lingkungannya, menjadikan mereka mata-mata untuk memantau pergerakan musuh.

Melalui mikroba yang menyusup ke udara, Rama mengetahui bahwa Hermawan telah mulai memproduksi enzim Ciliobacter Aurum dalam skala besar. Enzim itu tidak digunakan untuk menyelamatkan lingkungan, melainkan untuk menciptakan senjata biologis dan menambah kekayaan pribadi Hermawan.

"Hermawan harus dihentikan," gumam Rama sambil memandang gedung tinggi di pusat Jakarta, tempat Hermawan menjalankan operasinya.

Rama tahu ini bukan hanya soal balas dendam. Ini adalah perang melawan korupsi yang telah merusak negerinya. Ia memutuskan untuk menguji kekuatannya pada target pertamanya: yaitu Aditya yang telah mencoba membunuhnya saat itu..

 

Di malam yang dingin, Aditya sedang menikmati makan malam di apartemen mewahnya. Ia merasa puas, pekerjaannya selesai, dan ia telah diberi imbalan besar oleh Hermawan.

Namun, ketika ia meneguk segelas anggur, suara halus memenuhi ruangan. "Aditya..."

Pria itu terdiam, matanya membelalak. Ia sepertinya mengenali suara itu. Suara yang seharusnya sudah hilang selamanya.

"Rama?" bisiknya, tubuhnya gemetar.

Sebelum ia sempat bergerak, dinding di belakangnya mulai bergetar. Partikel kecil menyeruak dari celah-celah, membentuk sosok yang tak asing baginya. Rama berdiri di sana, tubuhnya memendar samar dalam gelap.

"Selamat malam, Aditya," kata Rama dingin. "Kau pikir aku sudah mati?"

Aditya mencoba meraih senjata di meja, tetapi sebelum ia sempat melakukannya, tangannya dililit oleh sesuatu yang terasa keras dan panas. Ia menjerit, mendapati bahwa tangannya telah diikat oleh semacam logam yang muncul entah dari mana—logam yang diciptakan oleh bakteri Rama.

"Ini baru permulaan," kata Rama sambil menatapnya tajam. "Kau akan memberitahuku segalanya tentang Hermawan. Jika tidak..kuharap kau tidak akan menyesal nantinya..."

Aditya tahu ia tak punya pilihan. Dan di malam itu, Rama memulai perjalanan balas dendamnya, memastikan bahwa Hermawan dan kekuatan jahat di belakangnya akan hancur.

Aditya berkeringat dingin. Tubuhnya gemetar saat menatap sosok Rama yang berdiri di depannya, bayangannya membesar di bawah sinar remang lampu apartemen. Meski terikat oleh logam keras yang muncul entah dari mana, otaknya masih berpikir cepat, mencari celah untuk melarikan diri.

"Aku... aku hanya menjalankan tugas yang diberikan pak Hermawan,Rama," kata Aditya tergagap, mencoba mencari belas kasihan. "Hermawan memaksaku. Aku tidak punya pilihan, Rama!"

Namun, mata Rama menatap Aditya tetap dingin.. Ia melangkah mendekat, suaranya rendah namun penuh ancaman. "Kau memilih untuk mengkhianatiku. Kau membunuhku tanpa ragu. Jangan pikir aku akan percaya kebohonganmu sekarang."

Aditya menggerakkan tangannya perlahan, mencoba menyentuh tombol alarm darurat yang tersembunyi di bawah meja makan. Ia tahu jika ia bisa memanggil bantuan, ada kemungkinan untuk keluar hidup-hidup dari situasi ini.

Namun, sebelum ia sempat menyentuh tombol itu, Rama menyadarinya. Dengan gerakan cepat, tangan Rama berubah menjadi partikel kecil yang berpendar, melingkari tangan Aditya seperti kabut emas. Dalam hitungan detik, tangan itu lenyap, terurai hingga tak bersisa.

Aditya berteriak kesakitan, jatuh tersungkur ke lantai sambil memegangi lengannya yang kini hanya berupa pangkal tanpa ujung. "Ampun! Ampuni aku!" jeritnya.

Namun, Rama tak bergeming. "Kau diberi pilihan, Aditya. Kau memilih jalan ini."

Dengan satu gerakan tangan, Rama memerintahkan bakteri dalam tubuhnya untuk menyebar. Dalam hitungan detik, tubuh Aditya mulai terurai, kulit, otot, hingga tulangnya lenyap seolah dimakan oleh udara. Jeritannya terhenti ketika tubuhnya menghilang sepenuhnya, menyatu dengan udara dan lantai yang dingin.

Rama berdiri di tengah apartemen yang sunyi. Tak ada sisa dari Aditya, bahkan debu sekalipun. Ia menghela napas, merasakan percampuran antara kemenangan dan kehampaan. "Satu selesai," gumamnya pelan. "Sekarang giliranmu Hermawan."

 

Rama kembali ke laboratorium kecilnya yang tersembunyi, tempat ia memulai semuanya. Ia menyusun strategi dengan hati-hati. Ia tahu bahwa Hermawan bukan sekadar pejabat korup biasa. Ia memiliki jaringan luas—bisnis ilegal, pengaruh di pemerintahan, bahkan hubungan dengan organisasi kriminal internasional. Untuk menghancurkannya, Rama perlu memotong semua cabangnya satu per satu.

Malam itu, Rama mulai melancarkan aksinya. Ia memanfaatkan kemampuannya untuk mengurai, menyusup, dan mengendalikan mikroorganisme di lingkungan sekitar. Setiap langkahnya menjadi serangan yang menghancurkan bisnis jahat Hermawan.

1. Pabrik Limbah Beracun

Langkah pertama Rama adalah menghancurkan salah satu pabrik limbah milik Hermawan yang diam-diam membuang zat kimia berbahaya ke Sungai Ciliwung. Ia menyusup ke lokasi pada malam hari, membiarkan tubuhnya terpecah menjadi miliaran bakteri yang masuk melalui ventilasi dan saluran air.

Rama memerintahkan bakteri untuk mengurai setiap mesin dan bahan kimia di dalam pabrik. Dalam waktu singkat, seluruh fasilitas lumpuh. Dinding-dinding pabrik runtuh, zat kimia berbahaya berubah menjadi senyawa netral, dan setiap data ilegal yang tersimpan di komputer lenyap.

Ketika para pekerja tiba di pagi hari, mereka hanya menemukan reruntuhan dan tidak ada jejak yang menunjukkan siapa pelakunya.

2. Gudang Senjata Ilegal

Gudang senjata ilegal di pinggir Jakarta menjadi target berikutnya. Rama menyusup ke sana tanpa suara, menggunakan kemampuannya untuk mengendalikan bakteri logam. Ia memerintahkan mereka untuk merusak setiap senjata, menjadikannya tak berguna. Bahkan granat dan amunisi di dalamnya terurai menjadi bubuk tak berbahaya.

Ketika Hermawan mendengar berita itu, ia mulai merasa waspada. "Siapa yang melakukan ini?" tanyanya kepada bawahannya. Namun, tak ada yang tahu jawabannya.

3. Akun Keuangan Rahasia

Menggunakan kemampuan mikroskopisnya, Rama menyusup ke gedung pusat keuangan milik Hermawan. Ia menggunakan enzim Ciliobacter Aurum untuk menyerap data dari server rahasia Hermawan. Dalam beberapa jam, semua transaksi ilegal, rekening rahasia, dan bukti korupsi yang tersembunyi tersebar ke publik melalui internet.

Hermawan menjadi bahan pemberitaan nasional. Kekayaannya yang tak masuk akal menjadi sorotan, dan banyak pihak mulai menyadari keterlibatannya dalam berbagai kejahatan lingkungan dan bisnis ilegal.

 

Hermawan kini terpojok. Di ruang kantornya yang mewah, ia meremas gelas di tangannya dengan kemarahan. "Siapa yang berani menghancurkan bisnis saya?!" teriaknya.

Namun, di dalam hatinya, ia tahu. Ini bukan kebetulan. Seseorang sedang membalas dendam, dan ia mulai menyadari siapa yang mungkin bertanggung jawab.

"Rama..." desisnya dengan suara rendah. Ia menggertakkan giginya. "Ternyata kau masih hidup. Tapi aku akan memastikan kau mati kali ini."

Namun, Hermawan tidak tahu bahwa kali ini Rama jauh lebih kuat, jauh lebih siap. Dan yang paling penting, Rama tidak akan berhenti sampai Hermawan dan semua yang ia bangun hancur lebur.