Chereads / I'M Spider-Man / Chapter 9 - Chapter 9

Chapter 9 - Chapter 9

Satu minggu kemudian, Evans Harrison yang saat ini berdiri di depan cermin besar di kamarnya. Rambut pirangnya tertata rapi, mata birunya memancarkan keyakinan, dan wajahnya terlihat tenang meski pikirannya penuh dengan pertanyaan.

Ia menatap dirinya sendiri dengan seksama, memutar tubuh sedikit ke kiri dan kanan.

"aku ingin tahu seberapa berbeda aku setelah di gigit. Apakah aku akan tumbuh lebih tinggi? Lebih berotot? Atau… apakah wajahku akan berubah?" evans bergumam pada dirinya sendiri. Ia mendesah, mengingat betapa tampannya dirinya sekarang, jauh lebih baik daripada dikehidupan sebelumnya.

"aku tidak mau wajahku berubah. Aku bahkan saat ini lebih tampan dari pada sebelumnya"

Dengan senyuman kecil di bibirnya, evans lalu mengambil kamera dari meja. Ia memotret dirinya sendiri, memastikan untuk mendapatkan gambar yang jelas dari wajah dan tubuhnya. "ini untuk perbandingan nanti" gumamnya sambil melihat hasil foto di layar kameranya.

Setelah menyimpan kamera itu kembali, ia mengenakan pakaian yang sudah di persiapkan dan memeriksa tasnya sekali lagi. hanya ada barang-barang penting- catatan kecil, pena, dan sedikit makanan ringan. Ia manrik napas Panjang sebelum mneinggalkan rumahnya dan mainiki mobil menuju ke sekolah.

--------------------------

Tidak butuh lama dan evans telah sampai di sekolah, ia melihat kerumunan siswa yang Tengah Bersiap-siap dan berbaris untuk memasuki bus sekolah. Suasana dipenuhi dengan obrolan dan tawa, namun pikiran evans tetap fokus pada rencana hari ini. Ketika ia berjalan mendekat, seorang guru yang bertanggung jawab atas tur ini menghentikannya.

"Evans, apakah kamu membawa surat izinmu? Kamu tahu, aku tidak bisa mengizinkanmu masuk tanpa itu" tanya guru itu dengan nada tegas, tetapi sopan.

Tanpa banyak bicara, evans mengeluarkan surat izin yang telah di tandatangani oleh dirinya sendiri sebelumnya. Ia menyerahkannya kepada guru tersebut, yang dengan cepat memeriksa surat itu.

Dan setelah beberapa detuk, guru itu mengangguk dan memberi tanda bahwa ia boleh masuk.

"Terima kasih" kata evasn singkatsebelum menaiki bus sekolah.

Di dalam bus, evans melihat sekeliling mencari tempat duduk kosong. Pandangannya berhenti pada kursi di dekat jendela. Dan ia segera duduk di sana. Selama perjalanan, evans memilih untuk diam, menatap keluar jendela sambil memikirkan Langkah berikutnya dalam rencananya.

Perjalanan ke oscorb berlangsung selama sekitar satu jam. Bus melintasi jalan-jalan kota yang sibuk, dan akhirnya berhenti di depan Gedung pencakar langit yang mengah dengan logo Oscorb yang terpampang besar di atasnya.

Setelah bus berhenti para siswa keluar dari bus dengan antusias, kagum dengan kemegahan bangunan itu. Sementara evans mengatami Gedung itu dengan seksama, pikirannya kembali ke rencananya untuk hari ini.

Dan tidak lama kemudian seorang pemandu dari Oscorb menyambut mereka di lobi utama. Ia mulai menjelaskan aturan-aturan selama tur, menekankan agar tidak menyentuh apapun tanpa izin. Setelah itu, kelompok siswa dibawah ke labolatorium di lantai atas. Tempat berbagai inovasi Oscorb di pamerkan.

Evans di sisi lain memperhatikan setiap detail di sekitarnya- mesin-mesin canggih, layar holografik, dan para ilmuan yang sibuk bekerja. Namun fokusnya sebenarnya tertuju pada satu hal penting, ruang penelitian bioteknologi, tempay ia tahu bahwa laba-laba genetic oscorb dikembangkan.

Ia tahu bahwa dewa itu telah menyiapkan sesuatu untuknya, oleh karena itu evans tidak terlalu terburu-buru. Saat perhatian semua orang teralihkan, evans memanfaatkan momen saat perhatian guru, siswa lain, dan pemandu teralihkan untuk menyelinap pergi dari rombongan.

Ia berjalan dengan tenang melewati Lorong-lorong Gedung Oscorb, langkahnya mantap tanpa ragu sedikitpun. Tidak ada penjaga yang menghalangi jalannya, seolah-olah takdir mempermudah langkahnya.

Evans sebelumnya telah melihat denah ruangan oscorb yang di tunjukan oleh Ares jadi tidak butuh waktu lama, akhirnya. Ia sampai di sebuah ruangan yang gelap dan dingin. Ketika pintu terbuka, matanya langsung terpaku pada pemandangan di depannya.

Ratusan laba-laba dalam berbagai ukuran dan wrna berada di dalam kotak kaca individual, masing-masing dikelilingi oleh jaring yang tampak berkilau di bawah Cahaya lampu.

Evans melangkah lebih dekat, mengamati mereka satu persatu. Namun, pandangannya tertuju pada dua laba-laba yang berbeda dari yang lain. Satu laba-laba berwarna hitam dengan garis menyerupai petir berwarna putih di kakinya, memberikan aura kekuatan yang misterius. Sedangkan laba-laba lainnya memiliki warna yang lebih cerah, kombinasi merah dan biru yang memancarkan kesan unik dan menarik.

"Menarik…" gumamnya sambil memandangi kedua laba-laba itu. "apa yang membuat kalian begitu Istimewa"

Ia mendekati ke tangka kaca, memperhatikan bagaimana laba-laba itu bergerak dengan tenang. Nalurinya mengatakan bahwa salah satu dari mereka akn mengubah hidupnya selamanya. Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, suatu yang tak terduga terjadi.

Laba-laba merah-biru melompat keluar dari kendang yang tampaknya tidak terututp tapat dan mendarat di lengan evans.

Evans tertegun sejenak, namun tidak bergerak. Laba-laba itu merayap ke pergelangan tangannya selama beberapa detik sebelum mengigit kulitnya. Ia merasakan rasa sakit tajam menyebar dari titik gigitan, tetapi tetap menahan suara, berusaha untuk tidak menarik perhatian.

Belum sempat evans pulih, laba-laba hitam dengan garis petir juga melompat dan mengigit pergelangan tangannya yang lain. Dengan menahan rasa sakit. Evans segera mengeluarkan botol kaca kecil dari tasnya dan menangkap kedua laba-laba itu satu persatu. Setelah memastikan mereka aman di dalam botol, ia menghela napas dan memandang sekeliling.

"Dua laba-laba?" gumamnya agak terkejut. "Dewa tidak berkata bahwa akan ada dua laba-laba yang menggigitku? Ataukah dia lupa?"

"Ares" lanjut evans. "Hapus semua bukti rekaman di area ini. Dan aktifkan protokol penyamaran"

"Perintah di terima" jawab ares melalui earpiece kecil di telingannya.

Evans kemudian berjalan sempoyongan menuju pintu belakang Gedung oscorb, di mana sebuh sedan hitam telah menunggunya. Mobil itu tampak seperti dikemudikan oleh seorang sopir, tetapu kenyataannya areslah yang mengendalikan kendaraan tersebut.

Sesampainya evans di halaman belakang, pintu mobil terbuka otomatis, dan evans langsung masuk dengan napas tersegal. "ayo ke labolatorium. Segera"

"mengerti" jawab ares sambil mengarahkan mobil melaju dengan cepat tetapi tetap tenang menuju tujuan mereka.

Di dalam mobil evans sekuat tenaga menahan rasa pusing, keringat terus bercucuran dari tubuhnya dan panas tubuh evans meningkat drastic.

Setibanya di labolatorium, evans memerintahkan ares untuk mengaktifkan protokol kemanan penuh. Pintu-pintu terkunci secara otomatis, dan sistem keamanan canggih mlai memantau seluruh area.

"Protokol keamanan aktif. Tidak ada gangguan yang terdeteksi" lapor ares.

Evans hanya menggangguk lemah sebelum tubuhnya tiba-tiba dihantam rasa sakit luar biasa. ia terjtuh ke lantai, memegangi dadanya sambil berteriak. Tulang-tulangnya terasa hancur berkeping-keping, tetapi setiap kali tulangnya hancur, tubuhnya mulai menyembuhkan dirinya sendiri. Namun, proses itu terus berulang, menciptakan siklus rasa sakit yang tak tertahankan.

Tubuhnya perlahan-lahan hancur dan disembuhkan, darah menetes ke lantai, bercampur dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Evans menggigit bibirnya hingga berdarah, berusaha menahan teriakannya agar tidak kehilangan kesadaran.

"A-ares" ucapnya dengan suara lemah. "terus pantau… kondisi tubuhku…"

"tuan, mutasi genetika sedang terjadi pada Tingkat yang sangat cepat. Ini mungkin akan selesai sebelum fajar" jawab ares dengan nada khasnya.

Proses itu berlangsung sepanjang malam. Rasa sakit yang luar biasa akhirnya membuat Evans kehilangan kesadaran. Tubuhnya terbaring di lantai laboratorium, napasnya berat tetapi stabil. ARES terus memantau kondisi tubuhnya, memastikan tidak ada komplikasi fatal.