Chereads / I'M Spider-Man / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

Kilatan Cahaya terang perlahan memudar, dan kehangatan matahari pagi menerobos masuk melalui celah-celah jendela menyentuh wajahnya. Arka membuka matanya perlahan-lahan, namun semuanya terasa berbeda.

Dia tidak lagi berada di ruang putih itu. Sebaliknya, dia berbaring di atas Kasur besar dengan seprai putih bersih yang terasa mewah di kulitnya. Langit-langit tinggi dengan ornament elegan menyapa pandangannya, dan aroma harum kayu serta lilin memenuhi udara.

"Apa ini?" pikirnya, sambil mengangkat tubuh kecilnya. Namun, saat ia menggerakkan tangannya, ia menyadari sesuatu yang aneh. Tangan itu kecil, jauh lebih kecil dari tubuh sebelumnya. Jantungnya berdetak kencang, dan dengan cepat ia mulai meraba tubuhnya dan memeriksanya.

Tubuhnya kini tidak lagi seperti pria dewasa berusia 21 tahun. Ia kini memiliki tubuh seorang anak kecil. Kulitnya putih, halus, dan mungil. Dengan rasa ingin tahun akan hal itu. Arka melangkah turun dari tempat tidur. Kakinya menyentuh karpet lembut yang membentang di seluruh lantai kamar itu.

Namun saat ingin berdiri sebuah aliran ingatan tiba-tiba menyerbu pikirannya seperti gelombang pasang. Arka memegang kepalanya, berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi. Ingatan itu bukanlah miliknya, melainkan milik seorang anak Bernama Evans Harrison. Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun yang tinggal sendirian di rumah besar ini.

Evans Harrison. Nama itu terasa asing namun lini begitu melekat di dalam dirinya. Ia mengingat fragmen-fragmen kehidupan Evans- kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya, ayahnya yang dulunya seorang pengusaha sukses, dan ibunya yang penuh kasi sayang. Kini, anak itu ditinggalkan sendirian di rumah besar ini, tanpa keluarga atau teman dekat. Sumber daya yang ia miliki memang melimpah, namun kesepian adalah satu-satunya teman setia yang ia kenal.

Arka, atau lebih tepatnya Evans sekarang, menarik napas Panjang. Dia berjalan perlahan menuju jendela besar di kemar itu dan membuka tirainya. Cahaya matahari pagi masuk ke dalam kamarnya, meneragi ruangan yang sudah dipenuhi furniture mahal dan hiasan klasik. Di luar, ia melihat halaman yang luas dengan taman hijau yang terawatt. Rumah ini bukan sekadar besar- rumah ini adalah sebuah mansion.

"Jadi, ini kompensasinya" gumam arka dengan suara kecil evans. Semua yang ia minta dari dewa- tubuh yang sehat, kemampuan untuk mempelajari teknologi, dan sumber daya melimpah- sudah tersedia di sini. Namun, ada rasa berat di dadanya saat ingatan tentang hidup evans membanjiri pikirannya.

Ia melihat pantulan dirinya di jendela kaca. Rambut pirang yang halus jatuh ke dahinya, kulitnya putih bersih tanpa celah, dan matanya yang biru bersinar cerah. Wajah itu bukan miliknya, namun ia harus menerimanya sekarang.

"Baiklah" katanya pada diri sendiri. "Mari kita mulai dari awal"

Langkah pertamanya setelah menghirup udara segar itu adalah pergi ke kamar mandi. Ia berjalan keluar dari kamar tidur yang luas itu dan mengikuti ingatan evans yang membimbingnya ke kamar mandi utama. Kamar mandi itu bahkan lebih besar dari apartemen yang dulu ia tinggali. Dindingnya dilapisi marmer putih dengan aksen emas, sementara wastafel ganda berdiri megah di bawah cermin besar yang menerangi ruangan dengan lampu LED.

Ia berjalan ke hadapan cermin besar dan menatap cermin itu dan akhirnya bisa melihat seluruh tubuhnya. Seorang anak laki-laki yang tampan dan elegan menatap balik dari balik cermin. Wajahnya menunjukkan garis keturunan keluarga yang jelas-jelas kaya raya, dengan rahang kecil dan bibir tipis yang sempurna. Matanya- biru seperti Samudra- memancarkan kecerdasan yang sekarang ia sadari berasal dari dirinya sendiri.

"Jadi ini aku sekarang?" katanya sambil menyentuh wajahnya sendiri. Ia menyalakan keran, membasuh wajahnya dengan air dingin, dan mencoba mencerna kenyataan ini. "Evans Harrison. Mulai sekarang, itu namaku"

Setelah selesai membasuh muka, arka- atau evans- kembali ke kamar tidur. Ia duduk di tepi tempat tidur, memikirkan Langkah berikutnya. Rumah ini adalah istana dengan sumber daya tak terbatas, tetapi ia tahu bahwa hidup sendirian di sini tidak akan mudah. Meski begitu, dia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki evans sebelumnya: pengalaman hidup dan tujuan untuk memanfaatkan kesempatan kedua ini.

Langkah pertama yang evans ambil adalah menjelajahi rumah. Ia ingin tahu seberapa besar mansion ini dan apa saja yang ada di dalamnya. Menurut ingatan evans, rumah ini memiliki tiga lantai, dengan kamar-kamar tidur, ruang kerja, perpustakaan, ruang olahraga, dan bahkan ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai Gudang penyimpanan.

Saat berjalan-jalan, ia menemukan dapur yang sangat modern dengan peralatan lengkap. Ada lemari pendingin besar yang dipenuhi bahan makanan segar, menunjukan bahwa rumah ini dikelolah dengan baik meskipun ia tinggal sendirian. Pelayan mungkin datang secara berkala, tetapi mereka tidak tinggal di sini.

Evans melanjutkan perjalanan ke ruang perpustakaan, tempat ia terkejut dengan koleksi buku yang sangat luas. Rak-rak besar dipenuhi oleh berbagai genre, mulai dari buku-buku klasik hingga buku panduan teknologi modern. Ini adalah surga kecil bagi seseorang seperti dia yang ingin belajar dan memahami dunia barunya.

"Kemampuan mempelajari teknologi dengan cepat akan sangat berguna di sini" pikirnya sambil menyentuh salah satu buku yang membahas sistem computer modern. Ia membawa buku itu ke meja baca dan mulai membukanya.

Namun, sebelum evans benar-benar tenggelam dalam bacaannya, perutnya berbunyi- tanda bahwa tubuh ini membutuhkan makanan. Evans lalu pergi ke dapur dan mulai mencari sesuatu untuk di makan. Ia mengambil roti dan selai dari lemari dan dengan cekatan membuat sandwich sederhana.

Meski tubuhnya baru, ia merasa nyaman dengan tangan dan gerakan ini.

Setelah sarapan, evans kembali ke perpustakaan. Di sini, ia memutuskan untuk membuat rencana untuk masa depannya. Dia menyadari bahwa marvel universe, tempat ia kini tinggal, adalah dunia yang penuh dengan bahaya dan peluang. Evans harus Bersiap untuk menghadapi berbagai kemungkinan.

"Aku punya waktu hingga usia 15 tahun sebelum menjadi spider-man" gumamnya. "aku harus memanfaatkan setiap momen untuk belajar dan mempersiapkan diri"

Evans kemudian menyalakan computer yang ada di ruangan itu dan mulai menjelajahi dunia maya. Ia mengingat apa yang dewa katakan, bahwa ia akan memiliki kemampuan untuk mempelajari teknologi dengan ceoat. Dan dalam waktu singkat. Ia memahami cara kerja computer itu dan mulai mencari informasi tentang dunia di sekitarnya.

"New York" bisiknya membaca informasi di layar. Dunia ini tidak jauh berbeda dari dunia aslinya, tetapi adanya nama-nama seperti Tony Stark, Avengers, dan Oscorp membuatnya sadar bahwa ia benar-benar berada di Marvel Universe. Ia tahu bahwa ia harus berhati-hati, terutama jika ia ingin bertahan hidup didunia ini.

Hari itu evans menghabiskan harinya dengan mempelajari berbagai hal, dari teknologi hingga Sejarah dunia ini. Saat matahari mulai terbenam. Ia merasa lebih percaya diri dengan kehidupannya yang baru. Evans menutup kompiter dan menatap keluar jendela, Dimana langit berubah menjadi warna orange yang indah.

"Aku punya kesempatan kedua, dan aku tidak akan menyia-nyiakannya" katanya pada diri sendiri. "Evans Harrison akan menjadi seseorang yang tidak hanya bertahan, namun juga bersinar di dunia baik itu menjadi spider-man maupun seseorang"

Dengan tekad baru, Evans memutuskan untuk memulai hidupnya dari awal, menggunakan semua sumber daya dan pengetahuan yang ia miliki untuk menghadapi tantangan di dunia Marvel. Perjalanan ini baru dimulai, dan ia siap untuk menulis babak baru dalam kehidupannya.