Chereads / Hacker's Heart / Chapter 3 - Jejak Yang Hilang

Chapter 3 - Jejak Yang Hilang

Felza melangkah dengan cepat menuju tempat yang telah disepakati dengan temannya, Rendra Wijaya, seorang hacker ulung yang telah banyak membantunya mengungkapkan kebenaran tentang sistem yang menguasai Indonesia.

Mereka sudah lama bekerja sama dalam proyek-proyek gelap, menembus keamanan sistem yang paling canggih demi menemukan jejak-jejak yang membuktikan bahwa negara ini berada dalam cengkeraman kekuatan besar yang tak terlihat.

Namun, setelah peristiwa kematian Cecilia, Felza merasa seperti berada di persimpangan jalan yang sangat sulit. Ia tahu bahwa tanpa Rendra, ia takkan mampu menghadapi ancaman yang semakin mendekat.

Namun, saat ia tiba di lokasi yang disepakati, pandangannya langsung tertuju pada sebuah layar yang bersinar terang.

Seorang pria duduk dengan punggung tegak, mengenakan jaket hitam dengan hoodie yang menutupi sebagian wajahnya. Itu adalah Rendra.

"Rendra..." kata Felza, menyebutkan nama yang sudah lama tidak ia dengar, dengan suara penuh rasa haru. "Aku tidak tahu apakah aku masih bisa mempercayaimu setelah semua yang terjadi."

Rendra menoleh ke arahnya dan tersenyum tipis. "Aku tahu ini pasti sulit bagimu, Felza, tapi aku tak punya banyak pilihan. Ada banyak yang telah terjadi dalam bayang-bayang. Kami perlu berbicara lebih serius tentang apa yang sebenarnya terjadi."

Felza duduk di hadapannya, namun ia tetap waspada. Tidak ada yang tahu lebih banyak tentang dunia hacker seperti Rendra.

Namun, ia juga tahu bahwa Rendra adalah bagian dari jaringan besar yang lebih sulit untuk dipecahkan daripada sekadar kode.

"Cecilia... dia seharusnya ada di sini. Kenapa kamu tidak memberi tahu aku tentang ini lebih awal?", tanya Felza dengan ketegasan yang mencerminkan kebingungannya.

Rendra menundukkan kepalanya sejenak, kemudian menjawab, "Ada banyak hal yang tidak bisa aku ungkapkan sekarang. Yang penting adalah kamu dan aku tahu apa yang terjadi. Kami sedang berada di dalam permainan yang lebih besar daripada sekadar peretas atau koruptor biasa."

Felza merasa kebingungannya semakin mendalam, namun ia tetap berusaha memahami apa yang Rendra coba jelaskan. "Jadi apa yang sebenarnya kita hadapi? Apa yang terjadi dengan semua informasi yang kami kumpulkan?"

Rendra membuka laptop yang terletak di atas meja, menyajikan sebuah peta yang menunjukkan berbagai titik di seluruh dunia. "Ini adalah jaringan yang dikelola oleh kelompok elit, yang mengendalikan berbagai sektor penting dalam perekonomian global. Kami baru saja memulai dengan Indonesia, tapi ini jauh lebih besar. Lebih dari yang bisa kamu bayangkan."

Felza melihat layar itu, melihat dengan seksama setiap garis yang menghubungkan berbagai lokasi dan individu. Di tengah peta itu, ada sebuah tanda merah besar yang menunjukkan Jakarta.

"Jadi ini bukan hanya soal korupsi lokal?" tanya Felza dengan hati yang berdebar.

"Tidak," jawab Rendra, "Ini adalah soal kontrol global. Mereka menggunakan sistem keuangan, teknologi, bahkan data pribadi untuk mengendalikan hampir setiap negara dan individu di dunia. Yang kita lihat sekarang hanyalah permulaan."

Felza merasa gelisah, hatinya mulai penuh dengan kecemasan. Jika apa yang Rendra katakan itu benar, maka mereka bukan hanya berhadapan dengan pemerintah Indonesia, tetapi dengan kekuatan yang jauh lebih besar yang mungkin sudah mengakar di seluruh dunia.

Pencarian mereka untuk mengungkapkan kebenaran kini terasa lebih menakutkan daripada sebelumnya.

"Lalu, bagaimana kita bisa menghentikan semuanya?" tanya Felza, matanya tertuju pada Rendra, penuh harapan dan keputusasaan. "Bagaimana kita bisa menggulingkan kekuatan ini?"

Rendra melirik layar laptopnya lagi. "Itulah yang sedang kita cari. Aku sudah menemukan beberapa informasi yang bisa membantu kita mengungkap siapa yang berada di balik semua ini. Tapi ada masalah besar... mereka sudah mengetahui kita."

Felza terdiam, menyadari bahwa saat ini mereka bukan hanya memburu kebenaran, tetapi juga berusaha bertahan hidup. "Jika mereka sudah mengetahui kita, bagaimana kita bisa melanjutkan?"

Rendra menatapnya serius. "Kita harus berhati-hati. Ini bukan lagi hanya soal mencari data. Kita harus bergerak dengan sangat hati-hati dan sangat cermat. Kita hanya punya satu kesempatan untuk membongkar semuanya."

Felza menggenggam erat tangannya di atas meja. "Aku tidak takut. Kita harus melanjutkan."

Mereka duduk diam beberapa saat, hanya suara ketikan cepat di laptop yang memecah kesunyian.

Felza tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir, tetapi ia juga tahu bahwa mereka harus segera beraksi. Setiap detik yang berlalu semakin membawa mereka dekat dengan bahaya yang lebih besar.

Akhirnya, Rendra mengeluarkan sebuah flash drive kecil dari sakunya dan memberikannya kepada Felza. "Ini berisi informasi yang lebih lanjut. Tapi aku tidak bisa memberikannya begitu saja. Aku takut ada mata yang mengawasi kita," katanya pelan.

Felza mengangguk, dengan perasaan waspada. Ia tahu bahwa untuk melanjutkan pencarian mereka, ia harus berhati-hati dan mengumpulkan lebih banyak bukti.

Namun, jauh di dalam hatinya, ia merasa seperti sedang mengejar bayangan yang semakin menjauh.

"Rendra, jika ini benar-benar begitu besar, kita harus bergerak cepat. Tidak ada waktu lagi untuk ragu."

Rendra menatapnya dengan tatapan serius. "Aku setuju. Ini adalah pertarungan yang akan mengubah segalanya, Felza. Kalau kita gagal, mereka akan memenangkan semuanya."

Felza menatap flash drive yang ada di tangannya. Kebenaran yang mereka cari tidak hanya akan mengungkapkan kebohongan, tetapi juga mengancam sistem yang sudah lama berdiri kokoh.

Dan ia tahu, perjalanannya untuk mencari kebenaran akan lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan.

Dengan tekad yang semakin bulat, Felza memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Dunia mereka kini telah berubah. Tidak ada lagi jalan mundur.

===========