Chereads / Hacker's Heart / Chapter 6 - Jejak Tak Terlihat

Chapter 6 - Jejak Tak Terlihat

Lorong gelap yang berliku-liku seperti tidak ada habisnya. Felza berlari dengan napas terengah-engah, menggenggam tangan Rendra untuk memastikan mereka tidak terpisah.

Ledakan yang baru saja terjadi menggema di telinganya, membuat pikirannya masih sedikit kacau. Di belakang mereka, suara langkah kaki dan teriakan orang-orang bersenjata semakin mendekat.

"Arah mana, Felza?!" teriak Rendra di tengah deru napasnya.

Felza melirik cepat ke peta digital kecil di perangkat yang Zayn berikan beberapa menit sebelum serangan.

Peta itu menunjukkan denah gedung, tapi beberapa jalur terlihat terblokir akibat ledakan. Dengan cepat, Felza menunjuk ke kiri.

"Ke sana!" katanya sambil menarik Rendra.

Mereka berbelok tajam, melewati pintu besi yang setengah terbuka. Felza menendang pintu itu hingga terbuka lebar, dan mereka masuk ke sebuah ruangan yang tampaknya adalah ruang penyimpanan.

Cahaya redup dari lampu di sudut ruangan cukup untuk memperlihatkan tumpukan kotak logam besar yang disusun tidak beraturan.

"Cepat, sembunyi di sini!" Felza menarik Rendra ke belakang salah satu kotak besar.

Mereka berjongkok di sana, mencoba mengatur napas sambil mendengarkan dengan saksama suara langkah yang semakin mendekat.

"Felza, kita nggak bisa terus begini," bisik Rendra. "Mereka pasti akan menemukan kita."

Felza mengangguk pelan. Ia tahu Rendra benar, tapi mereka tidak punya banyak pilihan saat ini.

Sistem di peta digital menunjukkan bahwa mereka masih berada jauh dari pintu keluar utama gedung ini. Felza membuka perangkatnya lagi, mencoba mencari alternatif jalan keluar.

Namun, sebelum ia sempat menemukan solusi, pintu ruangan itu terbuka dengan keras, dan beberapa pria bersenjata masuk sambil mengarahkan senjata ke segala arah.

"Mereka pasti ada di sini," kata salah satu dari mereka dengan nada tegas.

Felza segera mematikan perangkatnya untuk mencegah cahaya dari layar yang bisa mengungkap lokasi mereka. Ia memberi isyarat pada Rendra untuk tetap diam.

Felza merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya saat mendengar langkah kaki para pria itu mendekat.

Salah satu pria bersenjata berjalan ke arah tumpukan kotak tempat mereka bersembunyi. Felza tahu mereka hanya punya sedikit waktu sebelum ditemukan.

Dengan cepat, ia meraih sesuatu dari dalam saku jaketnya, sebuah alat kecil yang ia rancang sendiri. Alat itu bisa menghasilkan ledakan kecil untuk mengalihkan perhatian.

Ia menatap Rendra dan berbisik pelan, "Bersiap lari."

Rendra mengangguk, dan Felza menekan tombol pada alat itu. Sebuah suara ledakan kecil terdengar di sudut ruangan yang berlawanan, membuat para pria bersenjata segera berlari ke arah suara itu.

Tanpa membuang waktu, Felza dan Rendra keluar dari tempat persembunyian mereka dan berlari menuju pintu keluar di sisi lain ruangan.

Mereka berhasil keluar dari ruangan itu, tapi masalah belum selesai. Alarm di gedung mulai berbunyi lebih keras, dan lampu merah berkedip-kedip di sepanjang lorong.

Felza tahu mereka sekarang berada di bawah pengawasan penuh. Kamera keamanan di sepanjang lorong pasti sudah menangkap pergerakan mereka.

"Felza, kamera! Mereka bisa melacak kita!" seru Rendra.

"Aku tahu," jawab Felza sambil merogoh tasnya. Ia mengeluarkan perangkat kecil lainnya, semacam jammer yang bisa mengacaukan sinyal kamera di area tertentu. Dengan cepat, ia mengaktifkannya. "Ini akan memberi kita waktu, tapi hanya sebentar."

Mereka terus berlari hingga akhirnya menemukan tangga darurat. Felza memimpin jalan, menuruni tangga dengan cepat.

Namun, saat mereka mencapai lantai dasar, mereka dihadang oleh dua pria bersenjata yang langsung mengarahkan senjata ke arah mereka.

"Berhenti! Jangan bergerak!" salah satu pria itu berteriak.

Felza dan Rendra berhenti, tangan mereka terangkat perlahan. Tapi Felza tidak kehilangan akal.

Ia memperhatikan bahwa pria di sebelah kanan sedikit lengah, tangannya tidak sepenuhnya stabil. Dalam sekejap, Felza meraih alat kecil dari pinggangnya dan melemparkannya ke lantai di depan mereka.

Alat itu mengeluarkan kilatan cahaya terang yang menyilaukan, membuat kedua pria itu terkejut.

Tanpa ragu, Felza dan Rendra melompat maju. Felza menendang salah satu pria itu hingga terjatuh, sementara Rendra dengan sigap memukul pria lainnya di bagian kepala dengan siku.

Keduanya terkapar, memberikan Felza dan Rendra waktu untuk melarikan diri.

Mereka akhirnya berhasil keluar dari gedung, tapi suasana di luar tidak lebih baik. Jalanan di sekitar gedung itu sudah dipenuhi oleh kendaraan hitam dan orang-orang bersenjata yang tampaknya sudah bersiap menangkap mereka.

Felza mengamati situasi dengan cepat, berusaha menemukan celah untuk kabur. Sebuah truk besar terlihat di ujung jalan, mesin masih menyala. Ia menyadari itu mungkin satu-satunya kesempatan mereka.

"Rendra, ikut aku!" serunya sambil menarik lengan Rendra.

Mereka menyelinap di antara bayangan, menghindari sorotan lampu kendaraan. Saat mendekati truk, Felza melihat seorang pria berdiri di dekat pintu pengemudi, tampaknya sedang berjaga.

Dengan isyarat tangan, Felza memberi tahu Rendra untuk berbelok dan mendekati pria itu dari sisi yang tidak terawasi.

Felza mengambil batu kecil dari tanah dan melemparkannya ke arah belakang truk, menciptakan suara keras. Pria itu segera berbalik, memeriksa sumber suara.

Saat itulah Rendra bergerak, menghampiri pria itu dari belakang dan menjatuhkannya dengan pukulan kuat ke tengkuknya.

"Masuk!" Felza membuka pintu truk dan mendorong Rendra ke dalam.

Ia sendiri melompat ke kursi pengemudi, menyalakan truk, dan menekan pedal gas hingga truk meluncur dengan kecepatan tinggi.

Lampu dari kendaraan hitam di belakang mereka menyala, suara mesin meraung-raung, mengejar truk mereka.

Felza menggenggam setir dengan erat, matanya fokus pada jalanan sempit yang penuh dengan tikungan tajam.

"Mereka mengejar kita!" Rendra berteriak, melihat ke cermin samping.

"Aku tahu!" balas Felza sambil mempercepat laju truk.

Ia menyadari bahwa kecepatan truk itu tidak cukup untuk mengalahkan kendaraan-kendaraan pengejar, tetapi ia memiliki rencana lain.

Mata Felza terpaku pada jalanan di depan. Ia mengenali area itu, jalan yang sempit dengan sebuah jembatan kecil di ujungnya.

Di sisi jembatan, ada sebuah tebing curam yang menuju sungai di bawahnya. Felza menarik napas dalam-dalam, menyiapkan dirinya untuk melakukan sesuatu yang berbahaya.

"Pegangan erat, Rendra!"

Tanpa ragu, Felza membelokkan truk ke arah pagar jembatan. Rendra berteriak kaget, tetapi tidak sempat berkata apa-apa sebelum truk itu menabrak pagar dan terjun ke tebing.

Saat truk jatuh, Felza dan Rendra melompat keluar, tubuh mereka terhempas ke tanah berbatu di tepi sungai.

Truk itu menghantam dasar sungai, menciptakan suara keras dan ledakan kecil yang menggetarkan udara.

Felza bangkit perlahan, merasakan nyeri di seluruh tubuhnya. Ia melihat ke arah Rendra, yang juga sedang berusaha berdiri.

"Kau gila, Felza!" seru Rendra dengan suara tertahan.

"Tapi kita masih hidup," jawab Felza sambil tersenyum tipis, meski wajahnya penuh luka goresan.

Namun, momen lega itu tidak bertahan lama. Suara helikopter terdengar dari kejauhan, cahaya sorotnya mulai menyisir area di sekitar mereka. Felza tahu mereka belum sepenuhnya bebas.

"Kita harus masuk ke hutan," katanya, menunjuk ke arah pepohonan lebat di sisi sungai.

Rendra mengangguk tanpa banyak bicara, dan mereka berdua mulai berlari menuju hutan. Gelapnya malam menjadi sekutu mereka, menyembunyikan jejak dari pengejar.

Di dalam hutan, mereka berhenti sejenak untuk mengatur napas. Felza merogoh saku jaketnya, memastikan perangkat digitalnya masih utuh. Ia membuka peta dan melihat lokasi mereka.

"Kita dekat dengan markas Zayn," kata Felza. "Kalau kita bisa sampai ke sana, kita bisa meminta bantuan."

"Tapi bagaimana caranya? Mereka punya helikopter dan pasti sedang mencari kita!", balas Rendra.

Felza tersenyum tipis, "Kita mainkan permainan mereka. Kita tahu cara mereka bekerja, dan kita lebih pintar!".

Dengan tekad yang baru, Felza mulai merancang rencana berikutnya. Ia tahu perjalanan mereka masih panjang, tetapi satu hal yang pasti, ia tidak akan berhenti sampai menemukan kebenaran yang selama ini tersembunyi di balik korupsi dan kekuasaan.

=========