Chereads / Hacker's Heart / Chapter 11 - Selamat Tinggal Untuk Sementara

Chapter 11 - Selamat Tinggal Untuk Sementara

Felza duduk di sudut ruangan utama markas Zayn, tempat yang kini terasa seperti rumah kedua bagi mereka bertiga.

Dinding-dindingnya dipenuhi layar monitor yang menampilkan berbagai data real-time, dari berita terkini hingga sistem pengawasan digital.

Markas ini adalah tempat mereka merancang misi, melawan sistem korup, dan mengubah arah sejarah.

Namun malam itu, suasananya berbeda. Felza tahu bahwa waktunya untuk berpisah sudah dekat.

Zayn masuk ke ruangan dengan membawa secangkir kopi. Ia menatap Felza dengan ekspresi yang sulit diartikan, campuran rasa bangga, kecemasan, dan mungkin sedikit duka.

"Felza, apa kau benar-benar yakin ingin pergi sekarang?" tanya Zayn, meletakkan cangkir di meja.

Felza mengangguk, menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Ya, Zayn. Kita sudah menyelesaikan bagian terpenting dari misi ini. Borok pemerintahan sudah terbuka, dan masyarakat mulai bergerak. Sisanya... harus mereka lanjutkan. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri."

Rendra yang baru masuk ke ruangan setelah mendengar percakapan itu menghentikan langkahnya di ambang pintu. "Tapi, Felza, kita masih belum tahu bagaimana reaksi balik dari para petinggi itu. Mereka pasti tidak akan tinggal diam. Kau tahu mereka pasti akan memburu kita."

Felza tersenyum tipis, pandangannya beralih ke layar besar yang menampilkan berita terbaru.

Gelombang protes sedang terjadi di berbagai kota, dipicu oleh data yang mereka bocorkan. Orang-orang akhirnya berani menuntut keadilan.

"Identitasku masih aman," kata Felza. "Semua tindakan kita dirancang agar tidak bisa dilacak. Lagi pula, kalian juga tahu, aku bukan orang yang mudah ditemukan. Aku sudah mempersiapkan semuanya."

Zayn mengangkat alis. "Termasuk identitas palsumu?"

Felza mengangguk. "Aku sudah menanamkan beberapa jejak palsu. Bahkan jika mereka mencoba mencariku, mereka hanya akan menemukan jalan buntu. Tapi aku butuh waktu untuk menyusun langkah berikutnya. Kalian bisa tetap di sini, mengawasi situasi."

Rendra berjalan mendekat, duduk di kursi di sebelah Felza. "Aku tidak suka ini. Rasanya seperti kita membiarkanmu pergi sendirian."

Felza menatap Rendra, ada kehangatan dalam matanya. "Kalian berdua adalah teman terbaik yang pernah aku miliki. Tapi ini bukan perpisahan selamanya. Kita hanya... mengambil jeda. Lagi pula, aku yakin kalian bisa menangani ini tanpa aku untuk sementara waktu."

Zayn tertawa kecil, meskipun terdengar getir. "Jeda, ya? Kau selalu punya cara untuk membuat perpisahan terasa ringan, meski sebenarnya berat."

Felza tersenyum lebar, tapi senyumnya tidak sepenuhnya menyembunyikan rasa berat di hatinya.

Ia tahu keputusan ini bukanlah hal yang mudah. Tapi baginya, ini adalah langkah yang perlu diambil.

Felza berdiri dan berjalan ke meja kerja utama, tempat berbagai perangkat canggih dan dokumen misi mereka berserakan. Ia mengambil sebuah perangkat kecil, menyerahkannya kepada Zayn.

"Aku meninggalkan ini untuk kalian," katanya. "Alat ini bisa memblokir akses pihak luar ke sistem markas. Jika ada ancaman digital atau infiltrasi, cukup aktifkan dan semuanya akan aman."

Zayn menerima perangkat itu dengan ekspresi serius. "Kau memang selalu memikirkan semuanya."

Felza mengangkat bahu. "Aku hanya ingin memastikan kalian tetap aman. Lagipula, markas ini adalah tempat kita memulai semuanya. Jangan biarkan siapa pun merusaknya."

Rendra berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah mereka. "Tapi bagaimana denganmu? Kau sudah punya tempat yang aman untuk dituju?"

"Sudah," jawab Felza tegas. "Aku punya beberapa tempat persembunyian yang tidak pernah tercatat di mana pun. Selama aku tetap berhati-hati, aku akan baik-baik saja."

Zayn menatapnya lama, seolah mencoba mencari keraguan dalam ucapan Felza. Tapi yang ia temukan hanyalah keyakinan. Akhirnya, ia menghela napas.

"Baiklah, Felza. Kalau itu keputusanmu, kami tidak akan menghentikanmu. Tapi ingat, pintu markas ini selalu terbuka untukmu."

Felza mengangguk. "Terima kasih, Zayn. Kalian benar-benar sahabat terbaik yang bisa dimiliki siapa pun."

Malam semakin larut, tapi tidak ada yang terburu-buru. Mereka bertiga duduk bersama, mengingat misi-misi yang telah mereka jalani. Tawa dan cerita mengalir, mencairkan suasana yang sebelumnya berat.

"Kau ingat waktu kita hampir ketahuan di gedung kementerian?" kata Rendra sambil tertawa. "Zayn hampir menjatuhkan laptopnya dari atap!"

Zayn memutar matanya. "Itu karena kau terus minta aku memindahkan antena sinyal! Aku bukan akrobat!"

Felza tertawa kecil, merasa hangat mendengar candaan mereka. Ia tahu bahwa kenangan seperti inilah yang akan ia bawa selama masa jeda nanti.

Ketika jam menunjukkan pukul tiga pagi, Felza berdiri. Ia menatap mereka dengan sorot mata penuh rasa terima kasih.

"Sudah waktunya aku pergi," katanya pelan.

Zayn dan Rendra ikut berdiri. Mereka bertiga berjalan ke pintu utama markas, tempat segalanya dimulai.

"Jaga dirimu, Felza," kata Zayn sambil menjabat tangannya erat.

"Kau juga," balas Felza.

Rendra memeluk Felza, tepukan di punggungnya penuh arti. "Jangan hilang terlalu lama, oke? Dunia ini lebih butuh orang seperti kita daripada yang mereka sadari."

Felza mengangguk. "Aku tidak akan pergi selamanya. Kita pasti akan bertemu lagi."

Felza melangkah keluar dari markas, punggungnya menghilang dalam bayangan malam. Di luar, ia mengenakan hoodie dan masker untuk menyembunyikan identitasnya.

Dengan langkah mantap, ia berjalan menyusuri jalanan sepi, menuju titik di mana sebuah kendaraan sudah menunggu.

Sebelum naik ke dalam mobil, ia menoleh sekali lagi ke arah markas. Sebuah senyum kecil muncul di wajahnya.

"Terima kasih, Zayn. Terima kasih, Rendra. Kita akan bertemu lagi."

Mobil itu melaju perlahan, membawa Felza pergi menuju awal baru.

Di dalam markas, Zayn dan Rendra berdiri di depan pintu, memandang ke arah Felza pergi. Tidak ada yang berkata apa-apa, tapi mereka tahu apa yang ada di hati masing-masing.

Mereka baru saja kehilangan teman yang menjadi pusat dari segalanya, tapi mereka juga tahu bahwa Felza akan selalu menjadi bagian dari mereka, di mana pun ia berada. Dan perjuangan mereka belum selesai.

Di tengah malam yang sunyi, dunia mulai berubah. Felza, Zayn, dan Rendra telah memicu sesuatu yang tidak bisa dihentikan, sebuah revolusi. Dan meskipun mereka sementara berpisah, ikatan mereka tetap tak tergoyahkan.

==========