Kembali ke markas, tim Korai segera memeriksa data yang mereka dapatkan. Apa yang mereka temukan membuat mereka terkejut sekaligus ngeri.
"Aether sedang mengembangkan varian baru dari Oposcal," kata Hana, suaranya gemetar. "Dan mereka berencana menyebarkannya ke seluruh dunia."
Korai mengepalkan tangannya. "Kita harus menghentikan mereka. Apa pun yang terjadi."
Kaede menatap layar dengan serius. "Tapi ini bukan hanya tentang Aether. Data ini menunjukkan bahwa ada organisasi lain yang bekerja sama dengan mereka. Kita tidak tahu seberapa besar ancaman ini."
Korai mengangguk, matanya penuh tekad. "Kalau begitu, kita harus bersiap. Ini baru permulaan."
Malam itu, setelah menganalisis data yang mereka curi dari fasilitas Aether, Korai duduk sendirian di atas tebing, memandangi langit berbintang. Pikirannya penuh dengan keraguan dan rasa tanggung jawab yang semakin berat.
Kaede mendekatinya dengan langkah pelan. "Kau terlihat lelah," katanya, duduk di samping Korai.
Korai menghela napas panjang. "Aku merasa seperti kita terus melawan sesuatu yang tidak ada habisnya. Setiap kali kita menang, mereka muncul dengan ancaman yang lebih besar."
Kaede tersenyum kecil, meskipun ada kekhawatiran di matanya. "Itulah perang, Korai. Tapi kau tidak sendirian. Kami ada di sini bersamamu."
Korai menoleh padanya, dan untuk sesaat, dia merasa beban di pundaknya sedikit lebih ringan. "Terima kasih, Kaede. Aku hanya... khawatir. Aku merasa kekuatan ini belum cukup."
Kaede menatapnya serius. "Kekuatanmu memang luar biasa, tapi kau benar. Kekuatan saja tidak cukup. Kita butuh strategi, dan yang paling penting, kita butuh keyakinan."
Korai mengangguk pelan. "Kau benar. Kita harus tetap percaya pada apa yang kita perjuangkan."
Saat tim sedang beristirahat di markas, sebuah ledakan besar mengguncang gua tempat mereka bersembunyi. Dinding-dindingnya bergetar, dan debu beterbangan ke mana-mana.
"Apa yang terjadi?!" teriak Hana, melompat dari tempat tidurnya.
Korai segera mengambil pedangnya dan berlari keluar, diikuti oleh yang lain. Di luar, mereka disambut oleh pemandangan mengerikan: pasukan Aether telah menemukan mereka, dipimpin oleh seorang pria bertubuh besar dengan armor hitam yang memancarkan aura menakutkan.
"Akhirnya aku menemukanmu, Korai Inoue," kata pria itu dengan suara berat. "Namaku Magnus. Aku datang untuk menghabisimu."
Korai merasakan tekanan luar biasa hanya dari kehadiran Magnus. Aura pria itu jauh lebih kuat daripada Raiden atau Astra.
"Siapa dia?" bisik Hana, berdiri di belakang Korai.
Kaede menjawab dengan nada tegang. "Dia salah satu komandan utama Aether. Jika Zephyr adalah ancaman besar, Magnus adalah bencana."
Magnus mengangkat tangan, dan tanah di sekitar mereka mulai retak. Dengan satu pukulan, dia menciptakan gelombang kejut yang menghancurkan sebagian gua.
"Kalian tidak akan bisa lari," katanya dengan senyum dingin.
Korai melangkah maju, menggenggam pedangnya erat-erat. "Kalau begitu, aku tidak akan lari. Aku akan menghadapimu di sini."