Korai tidak bisa lagi menutup mata terhadap kenyataan. Kairo, kelompok yang menciptakan Oposcal, kini menjadi musuh yang harus dihancurkan. Bersama dengan timnya, Korai mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman yang lebih besar.
Namun, ia tahu bahwa ini bukan hanya tentang kekuatan. Ini adalah tentang melawan takdir yang telah ditentukan untuknya.
Sementara itu, Raiden yang telah kalah, bangkit dari keterpurukannya. Wajahnya penuh dengan amarah, dan di matanya, ada tekad untuk membalas dendam.
"Korai Inoue... aku tidak akan membiarkanmu mengalahkan aku begitu saja," gumamnya, meremas tangannya yang masih terluka. "Kekuatanmu hanya permulaan. Aku akan mengalahkanmu dan menguasai dunia ini."
Korai, yang tidak tahu bahwa Raiden masih hidup, terus berlatih dengan timnya. Mereka tahu bahwa perang besar akan segera dimulai—perang melawan Kairo dan para terpilih lainnya yang telah diprogram untuk menghancurkan dunia.
Saat Korai dan timnya bersiap, mereka mendapatkan informasi penting: Kairo sedang membentuk aliansi dengan beberapa kelompok terpilih yang memiliki kekuatan luar biasa. Salah satunya adalah Rika Asano, seorang wanita yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan waktu.
Rika adalah salah satu terpilih yang lebih kuat dari Korai, dan ia tidak ragu untuk menggunakan kekuatannya untuk menghancurkan siapa pun yang menghalangi Kairo.
Korai tahu bahwa mereka harus menghadapi Rika dan para terpilih lainnya jika mereka ingin mengakhiri kekuasaan Kairo. Namun, ia juga tahu bahwa pertempuran ini akan menguji batas kemampuannya.
Korai Inoue berdiri di depan timnya, matanya penuh tekad. Mereka berada di markas bawah tanah yang tersembunyi, tempat yang aman dari pengawasan Kairo. Namun, Korai tahu bahwa tempat ini tidak akan aman untuk selamanya.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Hana Takagi, suaranya penuh kecemasan.
Korai menatap peta yang tergeletak di meja, menunjukkan lokasi markas Kairo yang tersembunyi di berbagai kota besar. Mereka harus menyerang sebelum Kairo meluncurkan rencana besar mereka.
"Kita harus memecah markas mereka. Jika kita bisa menghancurkan pusat komando mereka, kita mungkin bisa menghentikan eksperimen Oposcal. Aku yakin mereka akan melanjutkan proyek ini, bahkan jika kita mengalahkan mereka satu kali," jawab Korai dengan suara yang tegas.
Kaede Shimizu, pemimpin tim mereka, menambahkan, "Aku setuju. Tapi kita harus berhati-hati. Kairo sudah mempersiapkan pasukan elit mereka. Kita bukan hanya melawan satu orang—ini adalah perang besar."
Korai menatap Kaede, lalu beralih ke anggota tim lainnya. Masing-masing dari mereka memiliki kekuatan yang luar biasa, tetapi Korai tahu bahwa mereka semua masih jauh dari siap untuk menghadapi ancaman yang lebih besar.
"Raiden masih hidup. Aku merasakannya. Dia akan datang untuk kita," kata Korai, suara pelan namun penuh keyakinan.
Semua anggota tim terdiam. Raiden, musuh yang pernah hampir menghancurkan mereka, kini menjadi ancaman yang lebih besar.
Hana menatap Korai dengan cemas. "Kau yakin? Kalau dia datang, kita tidak akan bisa menghadapinya sendirian."
Korai mengangguk. "Aku tahu. Tapi kita harus bertarung bersama. Kita harus menghentikan Kairo dan Raiden—atau kita semua akan mati."
Bab 16: Penyerangan Kairo
Setelah beberapa hari mempersiapkan strategi, tim Korai akhirnya memulai perjalanan mereka menuju markas Kairo yang tersembunyi di kota Tokyo. Mereka tahu bahwa ini akan menjadi pertempuran terakhir—pertarungan yang menentukan hidup atau mati.
Korai dan timnya tiba di pinggiran kota pada malam hari. Mereka bersembunyi di dalam bayang-bayang, berusaha untuk tidak menarik perhatian.
"Korai, aku bisa merasakan kekuatan mereka. Mereka sudah menunggu kita," kata Kaede, matanya mengamati sekitar dengan waspada.
Korai mengangguk, merasakan getaran aneh dalam tubuhnya. Kekuatan yang luar biasa datang dari dalam kota, dan ia tahu itu berasal dari markas Kairo.
Mereka mulai bergerak, menyusuri jalan-jalan sepi, berhati-hati agar tidak terdeteksi. Namun, saat mereka hampir sampai ke pusat kota, mereka diserang.
Raiden muncul di depan mereka, tubuhnya penuh luka, tetapi matanya berkilau dengan kebencian.
"Korai... aku sudah menunggumu," kata Raiden, suaranya menggelegar. "Aku tidak akan membiarkanmu menghentikan rencana Kairo."
Korai melangkah maju, matanya penuh tekad. "Raiden, ini bukan tentang Kairo. Ini tentang hidup kita. Kau bisa memilih untuk melawan kami, atau bergabung dengan kami untuk menghentikan Kairo."
Raiden tertawa dingin. "Kau masih tidak mengerti, ya? Kekuatan ini—kekuatan Oposcal—adalah takdir. Aku tidak akan pernah berhenti."
Dengan gerakan cepat, Raiden menyerang, melepaskan gelombang energi yang menghancurkan jalanan di sekitar mereka. Korai, dengan kekuatan yang semakin terkendali, menahan serangan itu dengan perisai energi.
Namun, serangan Raiden terlalu kuat. Korai merasa tubuhnya terhantam, dan perisainya hampir hancur.
"Korai!" teriak Hana, berlari untuk membantu.
"Jangan!" teriak Korai. "Aku bisa menghadapinya. Kalian harus melanjutkan misi."
Kaede, yang tidak ingin meninggalkan Korai, tetap berada di sisi timnya. "Kita tidak akan meninggalkanmu. Kita berjuang bersama."
Korai mengangguk, merasakan kekuatan timnya mengalir bersamanya. Mereka tidak akan menyerah, apapun yang terjadi.
Raiden melangkah maju, menyeringai. "Kalian semua akan menyesal."