Kade berdiri di tengah ruang kosong yang tidak berbatas, masih terhimpit oleh beban kekuatan barunya sebagai konstelasi. Dunia konstelasi yang luas ini menunggunya untuk memahami dan menguasai segala sesuatu yang ada, namun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Suatu rasa yang mengatakan bahwa meskipun ia telah terpisah dari dunia manusia, takdir mereka masih terikat.
"Sistem," Kade berkata pelan, suaranya menggema dalam kehampaan. "Apa yang terjadi di Bumi? Apa yang terjadi dengan mereka?"
[Sistem: Dunia manusia telah berubah, Kade Astral. Kepergianmu ke dunia konstelasi meninggalkan kekosongan yang mulai mempengaruhi dunia tersebut. Tetapi kamu tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi di sana... atau bisa kamu lakukan sesuatu?]
Kade merasakan sebuah dorongan kuat, sebuah dorongan untuk melihat lebih dekat, untuk mengetahui keadaan dunia yang kini telah ia tinggalkan. Tanpa berpikir panjang, ia merentangkan tangannya. Dalam sekejap, layar holografik besar terbuka di hadapannya, menunjukkan gambaran bumi yang jauh di bawah sana.
Langit Jakarta yang gelap terlihat masih berlumuran awan hitam, seperti sebuah pertanda buruk. Portal-portal dimensi yang mulai muncul di berbagai tempat di dunia kini terlihat jelas. Beberapa makhluk besar yang keluar dari portal tersebut menyebabkan kerusakan, dan suasana panik mulai menguasai banyak tempat. Dunia manusia sedang terancam, dan di tengah semua ini, Kade bisa merasakan bahwa ia adalah bagian dari masalah—dan mungkin solusi.
"Apa yang harus aku lakukan?" Kade bertanya pada dirinya sendiri, matanya terpaku pada dunia yang terancam di layar. "Aku sudah tidak lagi manusia. Aku sudah menjadi konstelasi. Tapi, apakah aku bisa membiarkan mereka jatuh begitu saja?"
Sistem memberikan jawaban singkat.
[Sistem: Pilihan ada padamu, Kade Astral. Kamu bisa mengamati, atau kamu bisa bertindak.]
Kade merasakan kehangatan yang mengalir dalam dirinya. Itu adalah kekuatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, tetapi di sisi lain, ia merasa kosong. Dunia manusia—dunia yang kini telah terlepas darinya—terasa jauh, meskipun ia bisa melihatnya dengan jelas. Ada jarak yang memisahkan mereka, tetapi hatinya tetap terikat pada mereka.
Dengan tangan yang sedikit gemetar, Kade mengaktifkan kekuatannya untuk menghubungkan dirinya lebih dalam dengan dunia manusia. Melalui kekosongan ruang, ia melihat sebuah gambaran lebih jelas: Dimas dan Amara, dua orang yang telah ia tinggalkan, masih berjuang di sana. Mereka berdiri di tengah kekacauan yang terjadi, wajah mereka tegang namun penuh tekad. Kade bisa merasakan perasaan mereka, kegelisahan yang sama, seolah mereka juga merasakan kehilangan besar tanpa dirinya.
"Aku tidak bisa hanya mengamati," Kade berkata pelan, namun tekad itu semakin menguat dalam dirinya. "Aku harus kembali. Aku harus menemukan cara untuk menolong mereka."
Mata Kade bersinar dengan kekuatan yang mulai mengalir dengan mantap. Ia tahu bahwa sebagai konstelasi, ia tidak bisa hanya menjadi penonton, meskipun kehadirannya di dunia manusia telah terhalang. Ada kekuatan dalam dirinya yang lebih besar dari sekadar melihat—mungkin ia bisa menghubungkan keduanya.
Namun, ia tahu satu hal yang pasti. Pilihannya akan menentukan nasib dunia konstelasi dan dunia manusia. Kade hanya bisa memilih untuk bertindak, meskipun jalan yang harus ia tempuh tidaklah jelas.
"Jika ini takdirku," Kade berkata dengan suara yang lebih tegas, "maka aku akan menanggungnya. Aku tidak akan membiarkan dunia ini hancur begitu saja."
Dengan tekad yang lebih besar, Kade bersiap untuk mengambil langkah selanjutnya. Dia tahu bahwa langkah itu akan mengarah pada sesuatu yang lebih besar dari yang ia bayangkan—satu langkah yang akan menghubungkan takdir dua dunia yang kini terpisah.