Kael, Thalron, dan Reyn terus berjalan di sepanjang tepi sungai yang berkelok-kelok, menembus ke dalam lembah yang semakin dalam. Angin yang membisu menemani langkah mereka, seperti sebuah kekuatan yang membimbing mereka, tetapi juga menguji keteguhan hati. Suara-suara lembut dari dedaunan yang bergoyang menyatu dengan aliran sungai yang tenang, menciptakan simfoni yang terdengar harmonis. Namun, semakin mereka maju, semakin terasa gelombang angin yang seolah menghilang dari sekeliling mereka.
"Ini terasa... berbeda," Kael bergumam, merasakan hawa yang semakin kaku. "Angin di sini seperti... semakin lemah."
Thalron mengamati sekitar dengan seksama, keningnya berkerut. "Benar, angin yang biasanya menjadi petunjuk kini seolah memudar. Apa yang terjadi?"
Reyn menatap pohon-pohon yang tinggi menjulang di sekitar mereka. "Sepertinya ada sesuatu yang menahan kekuatan angin di tempat ini. Aku merasakannya. Ada semacam kekuatan misterius yang sedang meredam semuanya."
Mereka berhenti sejenak untuk memerhatikan keadaan sekitar. Lembah ini tampak semakin gelap, seolah ada sesuatu yang menyelimuti alam sekitarnya. Pohon-pohon di sekitar tampak tak lagi bergoyang, dan aliran sungai di bawah pun seakan mulai melemah, menyusut menjadi lebih kecil. Angin yang sebelumnya membelai lembut kini menghilang, meninggalkan hanya keheningan yang menakutkan.
"Pulau ini... mulai berubah," Thalron berkata dengan suara pelan. "Ada sesuatu yang meredam kekuatan angin. Kita harus menemukan penyebabnya sebelum semuanya benar-benar hilang."
Kael menyipitkan matanya, mencoba merasakan sesuatu yang berbeda. Tiba-tiba, dari kejauhan, ia melihat sebuah bangunan tua yang tersembunyi di balik semak-semak. Bentuknya seperti sebuah kuil kecil, terbuat dari batu yang ditutupi lumut tebal. Bangunan itu tampak kokoh, tetapi usang, seolah telah bertahan dari waktu yang lama. Di sekitarnya, pohon-pohon yang rimbun tampak menjulang tinggi, menciptakan suasana mistis.
"Lihat," Kael menunjuk ke arah bangunan itu. "Ada sesuatu di sana."
Thalron mengangguk. "Mungkin itu sumber dari kekuatan yang menghambat angin. Kita harus memeriksanya."
Mereka mendekati kuil itu dengan hati-hati. Setiap langkah mereka terasa semakin berat, seolah udara di sekitar semakin menekan. Thalron berjalan di depan, tangannya menyentuh dinding batu yang penuh lumut. Di atas pintu kuil, terpahat simbol-simbol kuno yang seolah berbisik dari dalam—tulisan-tulisan yang berkilauan samar di bawah cahaya rembulan yang hampir redup.
Reyn mengamati sekeliling. "Ini... kuil angin? Tapi... kenapa anginnya tidak bergerak?"
Kael mengamati dengan seksama. Di antara lumut yang menutupi dinding, ia melihat jejak kaki yang samar-samar, jejak yang sepertinya berputar-putar di sekitar kuil. Jejak-jejak itu tampak membingungkan, seperti ada sesuatu yang telah berjalan bolak-balik tanpa henti, meninggalkan jejak tanpa arah yang jelas.
"Ini bukan hanya bangunan biasa," Thalron berkata. "Kuil ini adalah pusat dari kekuatan angin pulau ini. Tapi sepertinya ada sesuatu yang telah mengontrolnya, mengendalikan kekuatan ini dan meredam angin di sekitar kita."
Kael mendekati jejak itu dan menyentuh tanah. Rasanya dingin dan basah, seperti ada air yang tergenang di dalam jejak tersebut. Tapi anehnya, jejak itu tampaknya membelok tanpa alasan yang jelas. Gelombang angin yang seharusnya mengisi tempat ini kini seolah diblokir oleh sesuatu yang tak terlihat.
"Ini seperti... sesuatu yang mengendalikan segalanya," Kael berbisik, merasakan ketegangan yang semakin membesar. "Seperti ada kekuatan lain yang sedang meredam angin ini."
Thalron mengerutkan kening. "Kita harus menemukan siapa atau apa yang berada di balik ini. Angin di sini adalah nyawa dari pulau ini. Jika kekuatan ini benar-benar hilang, pulau ini bisa menjadi tempat yang mati."
Tiba-tiba, dari dalam kuil, terdengar suara lirih yang tidak jelas—suara bisikan yang seperti mengalir perlahan, namun tanpa kata-kata. Kael menegakkan pendengarannya, mencoba memahami suara itu. Suara itu terdengar seperti angin yang mencoba berbicara, tetapi dalam bahasa yang tak bisa didengar oleh telinga biasa.
"Angin... berbicara," Kael bergumam. "Tapi... ia membisu, tidak terdengar."
Thalron mendengar suara itu juga, dan mengangkat alisnya. "Angin ini—ini bukan hanya suara biasa. Ini adalah kekuatan yang sedang berusaha mengatakan sesuatu kepada kita. Tetapi... sesuatu telah mengacaukannya."
Mereka melangkah lebih dekat ke dalam kuil, memasuki ruang yang semakin dalam. Di tengah ruangan, ada altar batu yang terbuat dari batu hitam, dengan simbol-simbol aneh yang terukir di permukaannya. Simbol itu berkilau dengan cahaya yang aneh, tampaknya menyerap sisa energi yang ada.
"Ini altar... yang menyerap kekuatan angin," Thalron berkata dengan cemas. "Ada sesuatu yang menggunakan altar ini untuk mengendalikan angin pulau ini."
Kael menatap altar dengan penuh perhatian, merasakan getaran aneh yang mengalir dari batu itu. Tetapi tiba-tiba, suara bisikan itu terdengar lebih jelas, lebih mendesak—seperti sebuah gelombang angin yang terpendam, berusaha keluar dari cengkraman.
"Ada sesuatu di balik altar ini," Kael mengatakan, mencoba merasakan apa yang tersembunyi. "Ini bukan sekadar batu biasa. Ada kekuatan lain yang disimpan di bawahnya."
Reyn mengamati altar itu, pedangnya diletakkan dengan erat di tangan. "Apa yang bisa kita lakukan? Jika kita membongkar altar ini, mungkin angin yang hilang bisa kembali?"
Thalron berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Kita harus membuka altar itu, tetapi hati-hati. Mungkin kekuatan yang tersembunyi di dalamnya bisa berbalik menyerang kita jika kita salah melangkah."
Dengan tekad bulat, mereka mulai memeriksa altar tersebut, mencoba mencari cara untuk membongkarnya. Tetapi saat tangan Kael hampir menyentuh salah satu simbol di atas batu, angin tiba-tiba berhembus kencang, mengisi seluruh ruangan dengan suara gemuruh yang membingungkan.
"BERHATI-HATILAH!" Thalron berteriak, melindungi Kael dan Reyn. "Ini bukan sekadar altar—ini perangkap!"
Namun, Kael merasakan sesuatu—suara angin yang seolah memanggilnya dari dalam altar itu. "Aku bisa merasakannya! Angin... ia berusaha mengatakan sesuatu! Ia ingin kita membuka ini!"
Thalron menatap Kael dengan cemas. "Tetapi jika kita membuka altar ini, kita harus siap menghadapi apa yang ada di dalamnya."
Dengan hati-hati, Kael akhirnya mulai mengerahkan kekuatannya, merasakan getaran di dalam altar. Angin mulai berhembus lebih kencang, menyatu dengan kekuatan dari dalam kuil. Suara bisikan itu kembali, tetapi kali ini terasa seperti sebuah gelombang yang mengguncang jiwa mereka.
Dan di tengah gelombang itu, suara angin terdengar semakin jelas—seolah ia memanggil Kael lebih kuat dari sebelumnya.
"Lihat," Kael berbisik, menunjuk ke altar. "Angin... ia ingin kita memahami apa yang tersembunyi di balik ini. Ia bukan musuh kita—ia adalah kunci untuk menyelamatkan pulau ini."
Tetapi Thalron tetap waspada. "Jangan sampai kita terjebak, Kael. Kekuatan angin ini bisa berbalik menyerang kita. Kita harus hati-hati."
Dan di tengah bisikan angin yang semakin jelas, Kael tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Gelombang angin yang menghilang itu akan kembali, tetapi hanya jika mereka bisa membuka jalan di bawah altar—jalan yang akan membawa mereka ke inti kekuatan pulau ini, dan mengungkap apa yang sesungguhnya tersembunyi di balik angin yang membisu.