Pulau Arundis terlihat seperti kabut tipis yang membelah langit, terselip di antara awan-awan tebal. Kapal Aetheris melayang perlahan, menuju ke pulau misterius itu. Angin berhembus kencang, mendorong kapal untuk maju, tetapi perasaan was-was menyelimuti setiap awak yang berdiri di dek.
"Ini akan menjadi ujian sebenarnya bagi kita semua," kata Kapten Lysandra sambil memegang kendali kemudi. "Pulau Arundis penuh dengan jebakan dan keajaiban yang bisa membuat pelaut terbaik kehilangan arah."
Kael berdiri di sisi kapten, matanya tidak berkedip dari pemandangan pulau yang semakin besar. "Apa yang kita cari di pulau ini, Kapten?"
Lysandra menatapnya dengan tajam. "Kita mencari angin. Angin yang bisa membawa kita melewati awan gelap. Ada kekuatan di pulau ini yang mengendalikan angin. Dan hanya mereka yang mampu memahami misterinya yang bisa melewati jalan ini."
Kael mengangguk, tetapi pikirannya penuh dengan pertanyaan. Apa yang harus ia lakukan untuk menemukan angin yang dimaksud? Bagaimana caranya mengendalikan sesuatu yang begitu besar dan tidak terlihat?
Kapal akhirnya menurunkan jangkar di tepi pulau. Pulau Arundis tampak seperti daratan yang lepas dari dunia lain—hutan lebat dengan pepohonan tinggi yang menjulang, dan di antara dedaunan itu terlihat jejak-jejak makhluk misterius yang tampaknya berjalan di udara. Awan awan tipis berarak di atas, menari-nari seolah-olah pulau itu sedang menghembuskan napasnya.
"Kita akan turun di sini," kata Kapten Lysandra. "Kru akan membentuk tim kecil untuk menyusuri pulau. Kael, kau ikut dengan Tim Pemantau. Pastikan kita tidak tersesat dan pantau cuaca dengan baik. Ingat, angin di sini bukan seperti di tempat lain."
Kael mengangguk, walau ia sedikit cemas. Ia tahu ini adalah ujian yang sesungguhnya—bukan hanya sekadar mengamati, tetapi juga memahami bagaimana angin bekerja di pulau ini. Tim kecil yang terdiri dari Kael, seorang navigator tua bernama Thalron, dan seorang prajurit muda bernama Reyn bersiap-siap untuk turun. Mereka dipersenjatai dengan peralatan navigasi dasar dan pisau cadangan, tetapi Kael tahu bahwa peralatan itu tidak cukup untuk menghadapi misteri yang menanti mereka di bawah.
Begitu kaki mereka menyentuh tanah pulau, perasaan aneh langsung menyergap Kael. Angin yang bertiup terasa berbeda—lebih ringan dan berisik, seperti suara bisikan lembut yang bersembunyi di antara dedaunan.
"Waspadalah," Thalron memperingatkan. "Pulau ini menyimpan rahasia yang bisa mengubah segala hal dalam sekejap mata."
Reyn mengarahkan pedangnya dengan sigap, matanya memindai sekitar. "Jangan abaikan suara angin itu. Ini bukan angin biasa."
Kael menghela napas panjang, mencoba meredakan rasa gugup yang melumpuhkan kakinya. "Apa yang kita cari di sini, Thalron?"
Thalron mendekat, suara rendah dan penuh makna. "Kita mencari tahu bagaimana angin di pulau ini bekerja. Mengetahui rahasia angin adalah kunci untuk melewati jalur ini tanpa berisiko kehilangan arah. Kalau kita bisa memahaminya, kita bisa membuka jalan menuju tempat lain."
Kael memikirkan kata-kata itu. Apa yang dimaksud dengan 'tempat lain'?
Tim mereka mulai bergerak, melangkah melalui hutan yang semakin lebat. Pohon-pohon menjulang tinggi, dengan daun-daun besar yang melambai seolah menyambut kehadiran mereka. Tetapi Kael bisa merasakan sesuatu yang ganjil—seperti ada kekuatan lain yang mengawasi mereka.
"Lihat itu," Thalron tiba-tiba berhenti. Ia menunjuk ke sebuah jalan kecil yang terhampar di antara pepohonan. Angin berhembus lembut di sana, membuat daun-daun bergetar dalam ritme yang aneh.
Kael mendekat, mencoba memahami apa yang membuat jalan itu begitu istimewa. Lalu ia menyadari sesuatu yang mengejutkan—di sisi jalan itu, ada jejak aneh yang tidak seperti apapun yang pernah ia lihat sebelumnya. Jejak itu tidak terlihat seperti jejak makhluk biasa, melainkan seperti bekas dari angin yang bergerak di atas tanah.
"Ini adalah jejak angin," bisik Thalron, matanya bersinar tajam. "Di pulau ini, angin bisa meninggalkan jejak, dan jejak ini adalah petunjuk menuju pusat kekuatannya."
Kael mengerutkan kening, mencoba memahami petunjuk itu. "Lalu apa yang kita lakukan dengan jejak ini?"
Thalron memandang Kael penuh rasa percaya. "Kita akan mengikuti jejak ini, Kael. Itu adalah jalan menuju pusat kekuatan angin. Tapi ingat, jika kita salah langkah, angin bisa menyeret kita ke arah yang salah, dan kita bisa kehilangan jejak pulang."
Mereka mulai melangkah mengikuti jejak angin itu, menyusuri pulau dengan hati-hati. Setiap langkah membawa mereka semakin dalam ke rahasia pulau. Namun, semakin jauh mereka berjalan, angin yang berbisik terdengar semakin jelas. Suara itu terdengar seperti bisikan yang menyambut mereka, seperti ingin menunjukkan jalan, tetapi sekaligus menuntut mereka untuk berhati-hati.
Di kejauhan, Kael melihat sesuatu yang menakjubkan—sebatang pohon besar dengan daun berkilauan seperti berlian, seolah-olah bersinar terang di bawah sinar matahari. Namun, ada sesuatu yang membuat bulu kuduknya merinding. Pohon itu tampak seperti bergerak—daunnya tidak hanya bergoyang, tetapi bergelombang, seolah-olah dipandu oleh kekuatan angin yang tak terlihat.
"Pohon itu..." Kael berbisik, mencoba memahami pemandangan di depannya. "Apa yang membuat pohon itu bergerak seperti itu?"
Thalron tersenyum kecil, tetapi sorot matanya penuh kewaspadaan. "Pohon itu bukan pohon biasa, Kael. Itu adalah pohon angin. Tempat di mana angin berkumpul, tempat di mana kekuatan pulau ini saling bertemu. Di sinilah kita akan menemukan kunci rahasia untuk mengendalikan angin."
Reyn mendekat dengan pedangnya terhunus. "Tapi berhati-hatilah. Pulau ini penuh jebakan. Dan angin bisa menjadi musuh yang paling berbahaya jika kau tidak tahu cara mengendalikannya."
Kael mengangguk. Ia tahu bahwa ujian sesungguhnya baru saja dimulai. Angin bukan hanya makhluk di udara—ia adalah kekuatan yang bisa membentuk dunia atau menghancurkannya dalam sekejap. Dan sekarang, ia harus menemukan cara untuk memahami angin yang begitu misterius, sebelum waktunya habis dan mereka tersesat di pulau yang tak berujung ini.