Ketenangan Terra Nexus kembali terganggu ketika sebuah pesan misterius muncul di sistem komunikasi utama. Pesan itu berbentuk hologram, menampilkan sosok pria dengan tatapan tajam dan senyum yang dingin.
"Aku adalah Altar," kata pria itu, suaranya tenang namun penuh keyakinan. "Aku telah mengamati pergerakanmu, Sasuga, pencipta multiverse. Kekuatanmu menarik, tapi lebih menarik lagi bagaimana kau telah memilih untuk menyegelnya. Keputusan itu menunjukkan kebijaksanaan, atau mungkin kelemahan. Aku ingin menguji apa yang benar-benar mendefinisikanmu: kekuatan, atau kecerdasanmu."
Sasuga memandang hologram itu dengan ekspresi serius. "Apa yang kau inginkan dariku, Altar?"
Altar tersenyum tipis. "Aku telah menciptakan dimensi milikku sendiri, sebuah labirin di mana pikiranlah yang menjadi senjata utama. Jika kau cukup berani, datanglah. Buktikan padaku bahwa kau lebih dari sekadar pencipta dengan kekuatan besar."
Sebelum mereka sempat merespons, pesan itu menghilang, meninggalkan koordinat menuju dimensi baru.
"Apa kau akan menerima tantangannya?" tanya Luna, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
Sasuga mengangguk. "Dia tidak memberikan kita pilihan. Jika dia telah mengamati kita, maka dia bisa menjadi ancaman besar. Aku harus menghadapi dia, meski itu berarti masuk ke dalam perangkapnya."
Perjalanan menuju dimensi Altar terasa berbeda dari sebelumnya. Tidak ada distorsi energi atau guncangan, tetapi ada keheningan yang mengganggu. Saat mereka tiba, mereka disambut oleh pemandangan yang memukau dan mengintimidasi: sebuah dunia geometris yang penuh dengan struktur melayang, jalur melingkar, dan pintu yang tampak tak berujung.
"Apa ini…?" gumam Lyra sambil memindai lingkungan sekitar.
"Ini adalah dunia ciptaannya," kata Aetherion dengan nada kagum sekaligus waspada. "Semuanya terlihat dirancang dengan perhitungan presisi."
Tiba-tiba, suara Altar menggema di udara. "Selamat datang di dimensiku, Sasuga. Dalam dunia ini, kekuatan fisikmu tidak akan berarti. Hanya kecerdasan yang bisa membawamu keluar. Tapi ingat, di sini, setiap keputusan membawa konsekuensi."
Sasuga melangkah maju dengan penuh keyakinan. "Kalau begitu, tunjukkan permainanmu, Altar."
Langkah pertama mereka membawa mereka ke sebuah labirin besar dengan dinding-dinding yang terus bergerak. Pintu-pintu muncul dan menghilang secara acak, menciptakan jalan yang terus berubah.
"Ini seperti teka-teki yang tak berujung," kata Lyra, mencoba menganalisis pola gerakan dinding.
"Aku rasa ini lebih dari sekadar labirin," jawab Sasuga sambil memperhatikan detail di sekitar mereka. "Dinding ini merespons pikiran kita. Semakin kita merasa tertekan, semakin kacau pola gerakannya."
Dengan tenang, Sasuga meminta timnya untuk berhenti dan bernapas dalam-dalam. "Kita harus tenang. Jangan biarkan emosi menguasai kita."
Perlahan, mereka mulai melihat pola yang lebih jelas, dan Sasuga memimpin mereka keluar dari labirin.
Di ujung labirin, hologram Altar muncul kembali. "Bagus, Sasuga. Kau memiliki ketenangan yang luar biasa. Tapi ini baru permulaan."
Mereka melangkah ke ruangan berikutnya, di mana mereka dihadapkan pada serangkaian teka-teki logika. Masing-masing teka-teki membutuhkan kombinasi pemikiran cepat, penalaran matematis, dan kemampuan membaca situasi.
Salah satu teka-teki itu melibatkan papan dengan angka-angka acak yang harus diatur untuk membentuk pola tertentu. Sasuga mengamati papan itu dengan teliti, menyadari bahwa pola tersebut merupakan representasi dari multiverse.
"Aku mengerti," katanya sambil mulai menyusun angka-angka itu.
Namun, saat ia hampir menyelesaikannya, papan itu berubah, dan waktu mulai dihitung mundur. "Ini jebakan," pikirnya.
Dengan pemikiran cepat, Sasuga menyadari bahwa pola yang benar bukanlah menyelesaikan angka, tetapi membiarkan papan kembali ke kondisi asalnya. Ia menekan tombol reset, dan teka-teki itu terselesaikan.
Setelah melewati dua tantangan, mereka akhirnya tiba di pusat dimensi. Di sana, Altar menunggu mereka, berdiri di depan takhta yang tampak melayang di udara.
"Kau telah melewati ujian-ujian awalku," kata Altar. "Tapi apa kau benar-benar siap menghadapi ujian terakhir? Di sinilah aku akan menguji bukan hanya kecerdasanmu, tapi juga integritasmu sebagai pencipta."
Sasuga melangkah maju. "Apa tujuanmu, Altar? Mengapa kau melakukan semua ini?"
Altar tersenyum tipis. "Aku ingin tahu, Sasuga. Jika aku memiliki kecerdasan untuk menciptakan dunia yang sempurna, apakah aku lebih layak daripada dirimu untuk menjadi penguasa multiverse ini?"
"Dunia yang sempurna?" tanya Sasuga. "Apa kau berpikir bahwa kesempurnaan dapat diraih dengan mengorbankan kebebasan dan keragaman?"
"Kesempurnaan membutuhkan pengorbanan," jawab Altar. "Dan aku bersedia melakukannya, tidak seperti dirimu yang takut pada kekuatanmu sendiri."
Pertarungan terakhir mereka adalah permainan strategi di mana setiap langkah memiliki dampak pada struktur dimensi. Sasuga dan Altar beradu dalam simulasi yang mencakup menciptakan, menghancurkan, dan menyeimbangkan dunia.
Altar menggunakan strategi agresif, menghancurkan dunia Sasuga dengan cepat. Namun, Sasuga tetap tenang, membangun kembali dengan pola yang lebih kuat.
"Aku tidak akan mengorbankan stabilitas demi kemenangan cepat," kata Sasuga dengan tenang.
Pada akhirnya, Altar mulai kehilangan kontrol, dan dimensi ciptaannya mulai runtuh.
Sasuga menggunakan kesempatan itu untuk mengambil kendali inti dimensi Altar, menstabilkannya kembali. Dengan langkah terakhirnya, ia menghentikan permainan dan menyelamatkan dimensi itu dari kehancuran total.
Altar terdiam, menatap Sasuga dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Kau telah membuktikan bahwa kecerdasan dan empati dapat berjalan beriringan. Tapi ingat, Sasuga, aku akan kembali. Dan kali ini, aku akan lebih siap."
Sasuga mengangguk. "Aku akan menunggumu. Tapi ingat, dunia ini bukan tentang siapa yang paling kuat atau paling cerdas. Dunia ini tentang saling melengkapi dan melindungi."
Tim kembali ke Terra Nexus, membawa pengalaman berharga dari pertemuan mereka dengan Altar. Meski mereka telah menang, Sasuga tahu bahwa tantangan yang lebih besar masih menunggu mereka di depan.
"Kecerdasan tanpa hati hanya akan membawa kehancuran," kata Sasuga kepada timnya. "Tapi bersama-sama, kita akan menghadapi apa pun yang datang."
Mereka semua mengangguk, siap untuk perjalanan berikutnya.