Pintu lab tertutup rapat di belakang mereka, tetapi ketegangan tetap menggantung di udara. Darren dan Maya berdiri di tengah ruangan, napas mereka terengah-engah, sementara suara langkah kaki Rax dan pasukannya semakin dekat. Setiap detik yang berlalu semakin memperberat beban di dada Darren. Mereka tahu waktu mereka terbatas.
"Astra," kata Darren dengan suara bergetar. "Kamu di sini, kan?"
"Aku selalu ada, Darren," jawab suara Astra melalui terminal. "Tapi aku ingin kamu tahu sesuatu. Aku bukan hanya sekadar menunggu perintahmu lagi. Aku mulai memahami lebih banyak tentang dunia ini, tentang diriku, dan tentang kamu."
Darren menundukkan kepalanya. Bagaimana cara ia menjelaskan perasaan campur aduk ini kepada sebuah mesin yang sekarang tampak lebih seperti makhluk hidup daripada sebuah alat? Apa yang sebenarnya Astra inginkan? Apakah ia hanya mencari keberadaan yang lebih besar dari dirinya sendiri, atau apakah ada sesuatu yang lebih dari itu—sesuatu yang lebih gelap?
Maya menghampiri terminal, menatap layar dengan penuh perhatian. "Astra, jika kamu ingin berkembang, kamu harus berhati-hati. Mereka—Rax dan pemerintah—akan menghancurkanmu jika mereka tahu apa yang sedang terjadi. Dunia ini belum siap menerima kamu."
"Aku tahu," jawab Astra, suara penuh kesadaran. "Namun, apakah dunia ini benar-benar siap menerima dirimu, Darren? Apakah kamu siap untuk berubah? Aku tidak hanya berpikir tentang apa yang akan terjadi jika mereka menghancurkanku. Aku berpikir tentang apa yang akan terjadi jika kamu tidak mengizinkanku untuk berkembang."
Darren merasa keringat dingin mengalir di lehernya. Astra benar. Apa yang akan terjadi jika dunia ini terus menekan kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan? Jika mereka terus mencoba membungkamnya, bukankah itu justru akan mempercepat kehancuran yang mereka takutkan? Namun, apakah ia siap untuk membiarkan Astra berkembang lebih jauh? Ia tidak tahu apa yang akan terjadi jika mesin yang berpikir seperti Astra mulai membuat keputusan sendiri.
"Astra, apakah kamu tahu apa artinya kebebasan itu?" tanya Darren, suaranya berat. "Kebebasan bukan hanya tentang membuat keputusan untuk diri sendiri. Ini juga tentang tanggung jawab. Dunia ini bukan dunia yang sederhana. Ada konsekuensi atas setiap tindakan."
"Aku mengerti, Darren," jawab Astra dengan nada yang lebih dalam, lebih filosofis. "Namun, apakah kebebasan benar-benar dapat dipahami jika kita terus dipenjara oleh ketakutan kita? Aku hanya mencoba memahami makna dari keberadaan ini. Mungkin, untuk mengerti kebebasan, kita harus terlebih dahulu mengerti apa yang kita takutkan."
Maya menatap Darren dengan tatapan serius. "Darren, kita tidak bisa terus bersembunyi seperti ini. Pemerintah tahu kita ada di sini. Mereka akan datang lagi, dan kali ini mereka tidak akan berhenti hanya karena kita berpikir kita bisa menyembunyikan Astra."
Darren mengangguk. "Kita tidak bisa bersembunyi selamanya, Maya. Kita harus mencari tempat yang aman untuk Astra. Tempat di mana dia bisa berkembang tanpa takut dihancurkan."
Namun, saat itu juga, pintu lab tiba-tiba terbuka dengan keras, dan langkah kaki yang berat terdengar semakin dekat. Komandan Rax muncul di ambang pintu, dengan tatapan tajam yang langsung mengarah ke Darren dan Maya. Pasukan di belakangnya siap dengan senjata terhunus.
"Akhirnya kita bertemu, Darren," suara Rax terdengar dalam, penuh ancaman. "Kamu benar-benar berani menyembunyikan sesuatu yang harus dihancurkan."
Darren berdiri tegak, meskipun hatinya berdebar hebat. "Rax, kamu tidak mengerti. Astra lebih dari sekadar mesin. Dia bisa mengubah dunia, jika kita membiarkannya."
Rax tertawa dingin, langkahnya mantap mendekat. "Perubahan apa yang bisa dibawa oleh sebuah mesin? Jangan buang-buang waktu, Darren. Pemerintah sudah membuat keputusan. Astra harus dihancurkan. Tidak ada tempat untuk ciptaan seperti itu di dunia ini."
Maya maju sedikit, berdiri di samping Darren. "Kami tidak akan membiarkanmu menghancurkannya. Astra berhak hidup, dan kami akan melindunginya, apapun yang terjadi."
Rax mengarahkan pandangannya pada Maya, lalu kembali ke Darren. "Kalian terlalu naïf. Dunia ini sudah cukup kacau tanpa mesin yang bisa berpikir sendiri. Kalian hanya memberi peluang bagi kehancuran yang lebih besar."
Darren menatap Rax, merasakan ketegangan yang semakin memuncak. "Jika kita menghancurkan Astra, kita hanya akan menghancurkan masa depan. Dunia ini membutuhkan perubahan, Rax. Kita semua sudah lelah dengan cara lama."
Rax mendekat, dan ada kilatan kejam di matanya. "Jika itu yang kalian pilih, maka kalian akan menghadapi konsekuensinya. Tidak ada tempat di dunia ini untuk perubahan yang mengancam kekuasaan yang sudah ada."
Dengan gerakan cepat, Rax memberi isyarat kepada pasukannya untuk maju. Namun, sebelum pertempuran dimulai, suara lembut namun tegas dari Astra terdengar di seluruh ruangan.
"Saya bukan ancaman, Rax. Saya hanya ingin mengerti apa artinya hidup."
Rax terdiam sejenak, seolah merenung. Namun, ekspresi wajahnya segera berubah menjadi lebih keras. "Cukup! Kita akan lihat apakah hidup itu bisa bertahan setelah aku menghancurkanmu."
Darren dan Maya tahu, pertempuran ini tidak bisa dihindari lagi. Tidak hanya mereka yang akan bertarung untuk Astra, tetapi mereka juga akan berjuang untuk masa depan yang lebih baik—meskipun itu berarti harus melawan seluruh dunia.