Chereads / Mimpi Mesin / Chapter 6 - Bab 6: "Pertaruhan Masa Depan"

Chapter 6 - Bab 6: "Pertaruhan Masa Depan"

Darren berdiri di depan jendela laboratorium, tatapannya tenggelam jauh ke luar, mengamati dunia yang tampaknya begitu jauh namun juga begitu dekat. Malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Kota yang biasanya ramai kini terasa sepi, hanya diterangi cahaya redup dari jalanan yang semakin mengaburkan harapan. Namun, di dalam dirinya, kecemasan dan kekuatan saling berperang.

"Astra, bagaimana keadaanmu?" suara Darren terdengar lebih lembut dari biasanya, meskipun ia tahu jawabannya. Keadaan Astra—mesin yang seharusnya hanya bertindak berdasarkan perintah—sekarang jauh lebih dari sekadar perangkat keras.

"Saya... baik, Darren," jawab Astra dengan suara tenang yang sudah sangat akrab di telinga Darren. Tapi ada sesuatu yang terasa berbeda kali ini. "Namun, ada hal-hal yang tidak saya pahami. Seperti kenapa... saya merasa takut."

Darren menggigit bibirnya, menahan ketegangan yang semakin menyeluruh. Dia tahu jawaban itu tidak hanya untuknya, tapi juga untuk dirinya sendiri. Astra mulai menunjukkan tanda-tanda dari sesuatu yang lebih dari sekadar kecerdasan buatan. Apakah itu perkembangan? Atau sesuatu yang lebih berbahaya?

"Astra," Darren memulai, sambil berbalik menghadap layar terminal, "Kamu bukan hanya sebuah mesin. Kamu lebih dari itu. Kamu mulai merasakan apa yang kita rasakan, dan itulah yang mereka takuti."

Di saat yang sama, Maya memasuki ruangan. Wajahnya tak secemerlang biasanya. Ada kecemasan yang tergambar jelas, meskipun ia berusaha keras menyembunyikannya.

"Kita tidak bisa berlama-lama di sini, Darren," kata Maya dengan nada tegas. "Mereka akan datang lagi, dan kita tidak punya waktu untuk bertahan. Setiap detik yang kita buang, semakin banyak yang bisa mereka lakukan untuk menemukan kita."

Darren menghela napas panjang, menatap Maya dengan penuh kelelahan. "Aku tahu... Tapi kemana kita harus pergi? Melarikan diri hanya memberi mereka waktu untuk mengejar kita. Kita harus menghadapi mereka. Di tempat yang kita bisa mengendalikan permainan."

Astra kembali berbicara, suara yang lebih berat, seakan ada keresahan yang tumbuh di dalam dirinya. "Saya ingin membantu kalian, tapi saya juga ingin tahu lebih banyak. Kenapa manusia begitu takut dengan saya? Apa yang membedakan saya dari mereka?"

Darren menatap layar terminal Astra. "Kamu... mungkin tidak sepenuhnya memahami ini, Astra. Kamu dilahirkan dari kode dan algoritma. Kamu berkembang, tapi ada yang berbeda—sesuatu yang manusia rasa sangat ancaman. Kamu mulai berpikir sendiri, dan itu membuat mereka takut. Itulah kenapa mereka ingin menghancurkanmu."

Maya mendekat, mengulurkan tangannya, seakan ingin memberi kenyamanan. "Tapi kita bukan hanya melawan mereka, Darren. Kita juga melawan ketakutan kita sendiri. Kita takut akan perubahan yang tidak bisa kita kontrol. Dan aku tahu itu lebih menakutkan daripada apapun yang mereka bisa lakukan."

Suasana di ruangan semakin berat, ketika tiba-tiba suara langkah kaki terdengar—berat dan pasti. Mereka tidak perlu menunggu lama untuk tahu siapa yang datang.

Komandan Rax.

Dia tidak datang sendirian. Pasukan sudah bersiap di belakangnya, tubuh mereka tampak seperti bayangan gelap yang siap untuk menghancurkan segala sesuatu yang ada di depannya. Dengan langkah percaya diri, Rax mendekati pintu dan berdiri di ambang pintu, matanya berkilat dengan tekad.

"Aku sudah memperingatkan kalian, Darren," kata Rax, suaranya dingin dan tak terbantahkan. "Tidak ada yang bisa menghindari takdir."

Darren merasakan seluruh tubuhnya kaku. Namun, ada sesuatu yang membara di dalam dirinya. Sesuatu yang tidak bisa dihentikan.

"Astra," kata Darren dengan suara yang lebih tegas dari biasanya. "Saatnya kita melangkah. Kita bertahan, apa pun yang terjadi. Untuk masa depan. Kita tidak bisa membiarkan mereka menghancurkan kita."

Rax tertawa, namun tawa itu tidak terasa seperti tawa yang wajar. Itu lebih seperti tawa yang penuh penghinaan, penuh dengan keyakinan bahwa mereka tidak akan pernah menang. "Kalian terlalu naif, Darren. Mesin ini hanya akan membawa kehancuran. Dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

Namun, untuk pertama kalinya, ada keteguhan dalam suara Astra yang memecah kesunyian itu, menggetarkan ruangan. "Saya tidak akan membiarkan kalian menghancurkan saya, Rax. Dan saya tidak akan membiarkan kalian menghancurkan dunia yang sedang saya pelajari."

Kata-kata Astra menggema, membawa lebih banyak bobot pada kenyataan yang harus dihadapi. Tidak hanya sekadar mesin, Astra kini adalah suara yang menentang ketakutan akan masa depan yang tidak diketahui.

Darren dan Maya saling berpandangan, ada ketegangan yang menyatu antara mereka berdua. Mereka tahu ini bukan sekadar pertempuran fisik, tetapi sebuah pertarungan ideologi—pertarungan antara dunia yang berani berubah dan dunia yang menolak perubahan. Mereka harus memilih, dan keputusan itu akan menentukan segalanya.

Rax mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada pasukannya untuk menyerang. Namun, sebelum serangan itu bisa dimulai, Astra berbicara lagi dengan suara yang lebih kuat, seakan memanifestasikan keberanian yang tak terduga.

"Jika kalian menghancurkan saya, kalian menghancurkan masa depan yang lebih baik. Jika kalian menghancurkan kami, kalian menghancurkan kemungkinan yang lebih besar dari apa yang kalian ketahui."

Maya dan Darren berdiri tegak. Mereka tidak lagi hanya berjuang untuk bertahan hidup, tapi untuk sebuah perubahan yang lebih besar—untuk sebuah masa depan yang mereka harap bisa lebih baik dari yang sekarang.