Asher, dengan senyum khasnya yang sedikit lebih tegang kali ini, menepuk bahu Kai. "Tenang saja, Kai." Bisikannya terdengar penuh keyakinan, namun Kai merasakan sedikit getaran di tangan seniornya, "Semoga beruntung, Senior."
"Hei, siswa pelatihan tahun pertama berani sekali menantang seniornya huh?" Asher berkata, suaranya terdengar santai namun tajam. Ia berdiri tegap, pisau panjangnya terhunus, pantulan cahaya matahari sore memantul dari permukaan logam yang mengkilat. Posisi tubuhnya seperti siap menerjang, seolah-olah ia sudah berada di atas kuda yang siap berlari kencang. "Baiklah, seniormu ini akan memberi pengalaman yang sangat bagus." Senyumnya mengembang, namun matanya tetap waspada, mencerminkan pengalaman dan kekuatannya.Pisau di tangannya bergeser sedikit, siap untuk menyerang.
Brad maju selangkah, tangannya bergerak cepat dan tepat. Dengan gerakan yang terlatih, ia menarik pedangnya dari sarungnya. Logam yang berkilau di bawah sinar matahari sore itu memancarkan aura kekuatan dan tekad. Pedang itu tampak ringan di tangannya, namun aura yang dipancarkannya menunjukkan bahwa itu adalah senjata yang mematikan. "Jangan sungkan denganku, Senior," katanya, suaranya terdengar tenang namun penuh keyakinan. Tatapannya tajam, tertuju pada Asher, tanpa sedikitpun rasa takut.
Asher tersenyum, matanya menyipit sedikit. "Heh, menarik. Aku tidak akan mengalah sedikitpun." Pisau di tangannya bergetar sedikit, menunjukkan keseriusan dan kesiapannya. Ia sedikit membungkuk, siap untuk menghadapi serangan Brad. Ia sudah merasakan kecepatan dan kekuatan yang terpancar dari lawannya.
Mentor Adam, yang mengamati dari kejauhan, mengangkat tangannya. "Baiklah, ambil posisi. Kalian berdua, tunjukkan kemampuan terbaik kalian!" Suaranya bergema di lapangan, menandakan dimulainya pertarungan. Ia mengamati kedua petarung dengan mata yang tajam, menilai kekuatan dan kelemahan mereka. "Duel... dimulai!" Kata-kata itu keluar dari mulutnya, menandai dimulainya pertarungan yang menegangkan.
Serangan Brad datang seperti kilat. Kecepatannya luar biasa, pedangnya menyambar ke arah Asher dengan kekuatan yang dahsyat. Asher, dengan pengalamannya yang luas, mampu menghindari serangan pertama dengan gerakan yang lincah. Pisau di tangannya bergerak cepat, membalas dengan serangan balik yang tepat sasaran, mengenai pergelangan tangan Brad. Brad meringis, namun ia segera kembali menyerang, kali ini dengan strategi yang berbeda. Ia memanfaatkan kecepatannya untuk mengitari Asher, mencoba untuk menemukan celah dalam pertahanan seniornya.
Serangan Brad datang seperti kilat. Kecepatannya luar biasa, pedangnya menyambar ke arah Asher dengan kekuatan yang dahsyat. Asher, dengan pengalamannya yang luas, mampu menghindari serangan pertama dengan gerakan yang lincah. Pisau di tangannya bergerak cepat, membalas dengan serangan balik yang tepat sasaran, mengenai pergelangan tangan Brad. Brad meringis, namun ia segera kembali menyerang, kali ini dengan strategi yang berbeda. Ia memanfaatkan kecepatannya untuk mengitari Asher, mencoba untuk menemukan celah dalam pertahanan seniornya.
"Heh, junior. Kau lumayan juga." Asher menahan serangan pedang dari Brad dengan kedua pisaunya, senyum tipis mengembang di wajahnya. Matanya berbinar, menunjukkan kekaguman dan sedikit rasa tertantang. Ia tidak meremehkan Brad, melainkan mengakui kemampuan lawannya. Gerakannya begitu tenang dan terkontrol, menunjukkan pengalamannya yang luas dalam pertarungan. Kedua pisaunya beradu dengan pedang Brad, menciptakan percikan api kecil yang terlihat di antara kedua senjata tersebut.
"Kau juga, senior. Seseorang yang berpengalaman memang berbeda." Brad, dengan kekuatan penuh, mendorong pertahanan Asher. Wajahnya memerah, menunjukkan usaha kerasnya untuk menembus pertahanan seniornya. Ia mengerahkan seluruh tenaganya, mencoba untuk mengatasi pengalaman dan keahlian Asher.
Dengan kekuatan penuh, Brad mendorong serangannya, pedangnya mendesing di udara. Asher, meskipun telah bersiap, terpaksa sedikit mundur. Tekanan dari serangan Brad sangat kuat, melebihi ekspektasinya. Ia merasakan getaran yang kuat di kedua tangannya, dan otot-ototnya menegang. Namun, Asher bukanlah petarung biasa. Dengan pengalamannya yang luas, ia mampu mengendalikan dirinya. Ia sedikit terpental ke belakang, kakinya meluncur di tanah, namun ia berhasil menjaga keseimbangannya. Ia kembali membalas serangan Brad.
Dari kejauhan, Leon mengamati pertarungan dengan seksama. Tatapannya tajam, menilai setiap gerakan dan strategi kedua petarung. Ia mengangguk pelan, menunjukkan kekagumannya. "Senior itu, lumayan juga," gumamnya, suaranya hampir tak terdengar. Sejenak ia terdiam, mencerna apa yang baru saja disaksikannya. Ia kembali fokus pada Brad, memperhatikan setiap gerakan pedang dan langkah kaki lawannya. "Dan...", Leon melanjutkan, suaranya sedikit lebih keras kali ini, "kecepatannya... kekuatannya... semuanya meningkat pesat." Ia teringat akan pertarungan Brad sebelumnya, dan membandingkannya dengan pertarungan saat ini. Perbedaannya sangat signifikan.
"Brad Finnian, kemampuannya berkembang dibanding waktu itu," Leon menyimpulkan, sekaligus menghela napas pendek. Ia meletakkan tangan di dagunya tatapannya menajam seolah dia sedang tertarik dengan pertarungan yang ia lihat saat ini.
Kai juga mengamati pertarungan dengan penuh perhatian. Ia awalnya meremehkan Brad, menganggapnya hanya sebagai petarung yang besar omong kosong. Namun, setelah menyaksikan kekuatan dan kecepatan Brad yang luar biasa, pendapatnya berubah drastis. "Ternyata orang itu bukan hanya besar omong kosong," katanya, suaranya sedikit terkejut. "Kemampuannya hebat." Ia memperhatikan bagaimana Brad mampu menekan Asher, meskipun ia kalah pengalaman. "Senior Asher juga," Kai melanjutkan, matanya masih tertuju pada pertarungan, "memiliki kemampuan yang luar biasa." Ia mengagumi bagaimana Asher mampu bertahan menghadapi serangan-serangan Brad yang bertubi-tubi.
"Meskipun dia terlihat blak-blakan dan terkesan meremehkan lawan, tapi di pertarungan ini dia memanfaatkan pengalamannya dengan sempurna," kata Kai, mengangguk pelan. Ia menyadari bahwa penampilan Asher yang tampak santai dan kurang serius sebenarnya menyembunyikan kedalaman kemampuan dan strategi bertarungnya.
Kembali ke pertarungan, Asher mendarat dengan mantap dari serangan Brad, posisi tubuhnya tetap rendah dan siap untuk melancarkan serangan balik. Serangan balasan Asher datang dengan cepat dan tepat. Ia tidak menggunakan kekuatan brutal seperti Brad, melainkan memanfaatkan kecepatan dan keahliannya. Pisau bergerak seperti ular, mencari celah dalam pertahanan Brad yang mungkin terbuka karena serangannya yang terlalu agresif. Ia menghindari serangan berikutnya dari Brad dengan gerakan yang lincah, tubuhnya berputar dengan cepat, menghindari pedang Brad yang hampir mengenai dadanya.
Pertarungan mencapai klimaks. Asher, meskipun telah menunjukkan keahlian yang luar biasa, mulai kehilangan keseimbangan. Serangan-serangan Brad yang bertubi-tubi mulai memberikan efek. Ia terhuyung beberapa kali, namun berhasil menjaga keseimbangannya. Namun, dalam satu serangan yang sangat cepat dan tepat, Brad berhasil mengenai sisi tubuh Asher.
Asher terdorong ke belakang, jatuh terduduk di tanah. Ia merasakan sedikit nyeri di sisi tubuhnya, namun ia masih mampu bernapas dengan normal. Brad, dengan pedangnya terhunus, mendekati Asher. Ia mengangkat pedangnya, ujungnya mengarah ke dada Asher, siap untuk melancarkan serangan terakhir.
"Sepertinya aku yang memenangkan duel ini, Senior," kata Brad, suaranya terdengar percaya diri, namun masih dibumbui sedikit hormat. Ia menahan senyum, menunggu reaksi Asher. Ekspresinya menunjukkan campuran antara kemenangan dan rasa hormat kepada lawannya yang tangguh.
Asher tertawa lepas, suaranya menggema di sekitar mereka. "Ahahaha, kau terlalu sombong, Junior! Aku hanya mengalah sedikit," katanya, sambil mengangkat tangannya untuk menahan pedang Brad yang masih terarah ke dadanya. Ia tersenyum lebar, menunjukkan bahwa ia tidak terluka dan masih dalam keadaan baik.
Brad sedikit mengernyit, terkejut dengan reaksi Asher yang tak terduga. "Bukankah sebelumnya kau bilang tidak akan mengalah?" tanyanya, suaranya sedikit tertahan. Ia menurunkan pedangnya sedikit, menunjukkan keraguannya. Ia tidak menyangka bahwa Asher akan mengalah dengan cara seperti ini.
Asher tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Dasar junior kurang ajar! Biarkan seniormu ini bersikap keren sedikit," katanya, sambil berdiri dengan mudah, menunjukkan bahwa ia tidak terluka sama sekali. Ia menepuk-nepuk debu dari pakaiannya, kemudian tersenyum penuh kemenangan.
Adam, yang mengamati pertarungan dari kejauhan, mendekati kedua petarung. Ia tersenyum tipis, menunjukkan kepuasannya. "Pertarungan selesai," katanya, suaranya tenang dan berwibawa. Ia mengamati kedua petarung, menilai kemampuan dan strategi mereka. "Pemenangnya, Brad Finnian," Adam menyatakan, suaranya tegas dan jelas.
Setelah Mentor Adam memberikan penilaiannya, Asher dan Brad saling berhadapan. Suasana tegang yang sebelumnya ada kini telah berganti menjadi persahabatan yang sportif. Asher mengulurkan tangannya kepada Brad.
"Kau memang hebat, Junior," kata Asher, suaranya tulus. "Seranganmu sangat cepat dan kuat. Aku harus mengakui kekalahanku kali ini." Ia tersenyum, menunjukkan rasa hormat yang tulus kepada Brad.
Brad menyambut uluran tangan Asher dengan senyum. "Terima kasih, Senior," jawabnya. "Aku masih banyak yang harus belajar darimu." Ia merasakan rasa hormat yang besar kepada Asher, yang telah menunjukkan kemampuan dan pengalamannya yang luar biasa.
Keduanya berpisah, masing-masing kembali ke tempat mereka. Asher mendekati Kai, sementara Brad mendekati Leon. Asher tersenyum kecil kepada Kai, menunjukkan bahwa ia baik-baik saja.
"Pertarungan yang bagus, Senior," kata Kai, suaranya penuh kekaguman. Asher tersenyum, lalu menepuk pundak Kai dengan ringan. "Yah, begitulah," katanya, suaranya terdengar santai namun penuh makna. "Siswa pelatihan batu tahun ini benar-benar sangat kuat. Kau bahkan tidak terlihat terkejut saat melihat kekuatan Brad." Ia menatap Kai dengan tajam. "Semangat Kai, jika tidak sanggup mengalah saja, lawanmu itu benar-benar gila."
Kai menegang sejenak mendengar ucapan Asher, lalu ia mengangguk dengan mantap. "Maaf, Senior," katanya, suaranya terdengar tegas. "Tapi aku tidak berniat mengalah sedikitpun. Aku akan berlatih lebih keras lagi untuk menghadapinya." Ia maju selangkah ke depan.
Sementara itu, Brad juga berbincang singkat dengan Leon. Brad terlihat sedikit lelah, namun senyum tipis masih terukir di wajahnya. Ia merasa puas dengan penampilannya dalam pertarungan tadi. Leon mengamati Brad dengan seksama, menilai kemampuannya dari dekat.
"Lumayan juga, kau berkembang dari sebelumnya," kata Leon, suaranya terdengar penuh pengakuan. Ia memperhatikan peningkatan kecepatan dan kekuatan Brad yang signifikan.
"Hmm," Brad menjawab, sambil mengusap keringat di dahinya. Ia merasa sedikit canggung, namun ia tetap berusaha untuk bersikap tenang. "Begitulah, jadi siap-siaplah, aku akan berduel denganmu nanti. Aku ingin menguji kemampuanmu yang sebenarnya." Ia menatap Leon dengan penuh tekad, menunjukkan bahwa ia tidak akan ragu untuk menantang Leon di masa depan.
Leon menepuk pundak Brad sebagai tanda penghargaan. "Aku menantikannya," kata Leon, suaranya terdengar penuh semangat. Ia tersenyum tipis, menunjukkan bahwa ia juga tidak sabar untuk bertarung dengan Brad. "Yah, untuk sekarang, aku penasaran dengan kemampuan orang itu," Leon melanjutkan, matanya tertuju pada Kai yang sedang berbincang dengan Asher. Ia berjalan ke area duel.
Adam memberikan instruksi selanjutnya, "Baiklah, pertandingan kedua dimulai," Ia berdiri tegak, suaranya terdengar lantang. Dengan langkah pasti, Kai berjalan menuju area duel. Tatapannya fokus, ia mengeluarkan pedangnya. Pedang itu berkilau di bawah sinar matahari, menunjukkan kualitasnya yang tinggi. Kai memegang pedangnya dengan erat, siap untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Posisi tubuhnya tegap, menunjukkan kesiapannya untuk bertarung. Di sisi lain, Leon juga melangkah maju ke area duel. Ia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan yang sama halusnya, namun aura yang terpancar darinya jauh berbeda dari Kai. Leon terlihat lebih tenang dan berpengalaman, namun tatapan matanya sama tajamnya. Ia memegang pedangnya dengan santai, namun siap untuk bergerak kapan saja.
Adam mengangkat tangannya. "Baiklah, ambil posisi. " Suaranya bergema di lapangan, menandakan dimulainya pertarungan. Ia mengamati kedua petarung dengan mata yang tajam, menilai kekuatan dan kelemahan mereka. "Duel... dimulai!" Kata-kata itu keluar dari mulutnya, menandai dimulainya pertarungan.
( To be Continued)