Setelah pemanasan selesai, Mentor Adam mengumpulkan para siswa kembali di ruang pelatihan. "Baiklah, sepertinya sudah cukup. Sekarang kita akan mulai kelas yang sebenarnya," katanya dengan nada tegas, namun ada semangat yang terlihat di wajahnya.
"Jika kalian memilih spesialisasi ini berarti kalian sudah memiliki dasar dalam teknik pertarungan." Mentor Adam mulai menjelaskan materi pelatihan hari itu. "Hari ini, adalah pembuktian dasar kalian dalam pertarungan. Silahkan menentukan pasangan untuk melakukan duel."
Asher, dengan tubuh tegap dan senyum lebar khasnya, menepuk bahu Kai. Tangannya kekar, terasa hangat dan penuh tenaga. "Oh ya Kai, ayo berduel denganku, senior mu ini akan membimbingmu dengan baik," katanya, suaranya ramah dan penuh semangat. Ia menatap Kai dengan mata yang bersinar.
Kai sedikit terkejut dengan ajakan tiba-tiba itu, namun ia merasakan kehangatan dan ketulusan dalam tawaran Asher. Ia mengangguk sopan, "Yah, aku juga tidak keberatan. Kalau begitu mohon bantuannya, Senior." Ia menyeringai.
Asher terkekeh, suaranya terdengar seperti bunyi dedaunan yang bergesekan di musim gugur. "Tentu saja, Nak! Aku akan mengajarkanmu semua yang kutahu. Jangan khawatir meskipun ini namanya duel, aku tidak akan melukaimu." Ia menepuk bahu Kai lagi, kali ini lebih kuat, menunjukkan dukungan dan keyakinan yang penuh.
"Seharusnya aku mengatakan itu, Senior," jawab Kai, senyum tipis terukir di wajahnya. "Meskipun kau mengatakannya, aku tidak akan mengalah begitu saja. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk mengikuti petunjukmu, dan aku berharap kau juga akan memberikan yang terbaik. Aku ingin belajar sebanyak mungkin darimu." Ia menunjukkan rasa hormat kepada Asher, tetapi juga tekadnya untuk belajar dan berlatih.
Asher mengalihkan perhatiannya, matanya berbinar-binar. "Oh ya, ngomong-ngomong apa senjatamu Kai?" Ia menaikkan alisnya, penasaran. "Kalau aku menggunakan pisau." Ia tersenyum, menunjukkan sedikit kebanggaan akan pilihan senjatanya. "Bagaimana denganmu?"
"Oh aku menggunakan pedang. Aku tidak tau jenisnya, tapi kurasa itu dari bahan mithril," kata Kai, sambil mengusap permukaan pedangnya dengan lembut. Cahaya matahari sore memantul dari logam, menciptakan kilauan yang memesona.
Tiba-tiba, suara suara Solon terdengar di dalam pikirannya, jernih dan tegas. "Greatsword, Tuan." Katanya singkat. Kai tertegun sejenak. Ia mengerutkan kening, "Ya ya, terimakasih sudah memberitahuku," jawab Kai, sedikit terkejut Ia tersenyum sinis.
"Oh, greatsword, yah..." Asher mengangguk-angguk, matanya berbinar penuh minat. Ia mengamati pedang Kai dengan seksama, jari-jarinya seperti ingin menyentuh logam dingin itu. "Itu senjata yang bagus."
Disisi lain setelah pemanasan, Brad berdiri di pinggir lapangan, matanya menatap Leon yang sedang berlatih sendiri. "Baiklah kali ini aku akan membalas perbuatan bajingan itu di tes ujian masuk," gumamnya, mengepalkan tangan. Tatapannya tajam melihat Leon yang sedang melakukan pemanasan. Dengan langkah cepat dan penuh amarah, Brad mendekati Leon. Wajahnya memerah, napasnya memburu. Ia berhenti beberapa langkah di depan Leon, menatap Leon dengan tatapan penuh kebencian. "Hei kau maniak pertarungan bajingan," serunya, suaranya bergetar karena amarah. "Ayo berduel denganku. Aku akan membalas perbuatanmu sebelumnya!"
Leon tersenyum tipis, sebuah senyum yang dingin dan penuh perhitungan, tidak mencapai matanya yang tetap tajam dan menilai. Ia mengamati Brad sejenak, "Maaf tapi, aku tidak berniat bertarung denganmu lagi," katanya, suaranya masih datar, tanpa emosi. Dengan gerakan cepat dan tak terduga, ia merangkul bahu Brad, tangannya kuat namun tidak kasar.
Leon menunjuk ke arah Kai yang sedang berbincang dengan Asher, Cahaya matahari sore menerpa rambut Kai, membuat rambutnya tampak berkilau. "Aku lebih tertarik dengannya," kata Leon, suaranya sedikit lebih lembut, namun tetap penuh arti. Tatapannya tertuju pada Kai, penuh minat dan sedikit... sesuatu yang sulit diartikan.
Brad terdiam sejenak, tatapannya beralih dari Leon ke Kai. Ia memperhatikan Kai yang sedang berbincang dengan Asher. Wajahnya memerah menahan amarah. "Oi, jangan main-main!" serunya, suaranya meninggi. "Yang akan melawanmu adalah aku! Jangan mengalihkan perhatianku dengan anak itu! Kita selesaikan ini sekarang juga!" Ia mengepalkan tangannya, menunjukkan rasa cemburu dan amarah yang terpendam.
Leon tersenyum tipis, tatapannya tetap tertuju pada Kai. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku?" tanyanya, suaranya terdengar tenang namun penuh percaya diri. "Oi Brad, bagaimana jika kau melawan senior yang itu," Leon menunjuk ke arah Asher yang sedang berbicara dengan Kai. "Dia sepertinya lawan yang cocok untukmu. Aku ingin melihat bagaimana kau melawannya."
"Kenapa kau seenaknya menentukan itu?!" Brad membentak, wajahnya memerah menahan amarah. "Aku yang menantangmu duluan, harusnya kau melawan aku!"
"Jika kau melakukannya, aku akan berduel denganmu lain kali. Bagaimana?" Leon menjawab dengan tenang, tatapannya masih tertuju pada Kai. Suaranya terdengar acuh tak acuh, seolah-olah pertarungan dengan Brad bukanlah hal yang penting baginya.
"Tck...." Brad mendengus kesal, mengepalkan tangannya. "Untuk kali ini saja aku akan mengikuti perkataanmu." Ia bergumam, suaranya penuh kekecewaan. Leon hanya tersenyum tipis, tanpa mengalihkan pandangannya dari Kai. Ia tampak tidak peduli dengan reaksi Brad.
Mentor Adam mengawasi, dengan wajah tegas dan sorot mata tajam. Ia menghela napas panjang, suara desahannya terdengar nyaring di tengah kesunyian sesaat sebelum pertarungan dimulai. "Waktu menentukan pasangan duel selesai, sekarang berdiri di barisan sebelumnya." suaranya bergema di lapangan, mengakhiri ketegangan sesaat yang terasa mencekam. Ia mengamati setiap peserta dengan seksama, melihat tekad dan kecemasan yang terpancar dari wajah mereka. "Baiklah sebelum dimulai adakah yang ingin menawarkan diri untuk maju pertama? Jangan ragu untuk menunjukkan kemampuan terbaik kalian."
Leon, dengan postur tegap dan aura percaya diri yang terpancar darinya, mengangkat tangannya. Gerakannya begitu pasti dan tenang, menunjukkan ketenangan yang tersembunyi di balik penampilannya yang tampak tenang. "Mentor, katanya, dia akan maju duluan menantang Senior Asher."
Leon tersenyum tipis, sebuah senyum yang dingin dan penuh perhitungan, tidak mencapai matanya yang tetap tajam dan menilai. Ia mengatakannya dengan suara yang tenang namun tegas, suaranya terdengar jelas di tengah hiruk pikuk lapangan.
Kalimat itu langsung disambut dengan gemuruh suara dari kerumunan penonton. Semua orang menduga Leon akan melawan Brad di duel kali ini. Nama kedua orang itu, identik dengan pertarungan sengit dan penuh kejutan di ujian penerimaan siswa pelatihan sebelumnya. Desas-desus tentang rivalitas mereka masih bergema hingga saat ini.
Mentor Adam mengamati Leon dan Brad dengan tatapan tajam, menilai strategi mereka. Sinar matahari menyinari lapangan latihan, menciptakan bayangan panjang yang jatuh di antara mereka. Udara terasa tegang. Ia menghela napas pelan, seolah-olah sedang menimbang-nimbang sesuatu. "Leon, apa Brad sudah setuju melakukan ini? Kau tidak bisa memutuskan sesukamu seperti itu." Suaranya tegas, menunjukkan ketidaksetujuannya.
"Tentu saja mentor, jika anda tidak percaya silahkan tanyakan kepada anak itu," jawab Leon tenang, menunjukkan kepercayaan dirinya yang tinggi. Ia menatap Brad dengan tatapan menantang.
"Brad Finnian, apa yang dikatakan Leon itu benar?" Mentor Adam bertanya kepada Brad, suaranya masih terdengar serius.
"Benar Mentor," jawab Brad, menunjukkan sedikit keraguan dalam suaranya. "Saya memutuskan untuk melawan Senior Asher di duel kali ini."
Asher menggeleng, wajahnya menunjukkan ketidaksetujuan. "Mentor, saya sudah menemukan pasangan untuk duel kali ini," katanya, menunjuk ke arah Kai dengan tatapan yang tidak senang. "Kau junior yang sedikit menyebabkan ya, kau tidak bisa seenaknya mengambil alih duelku seperti ini!" Suaranya terdengar sedikit meninggi, menunjukkan kekesalannya.
Leon tersenyum tipis, tatapannya tetap tertuju pada Kai. "Tidak Senior, aku yang akan melawannya." Suaranya tenang, namun penuh keyakinan. Ia menatap Kai dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Apa?" Asher sedikit terkejut, menatap Leon dengan tidak percaya. Ia tidak menyangka Leon akan berani mengambil alih duelnya.
"Tidak apa senior," kata Kai, suaranya terdengar tenang. "Aku juga sempat berpikir akan berduel dengan orang itu. Dan juga, aku merasa dia mengawasiku." Ia menjelaskan alasannya, Asher masih terlihat ragu, menimbang-nimbang keputusan yang harus diambil.
"Yah, kalau begitu apa boleh buat." Asher menghela napas, menunjukkan sedikit keraguan. "Berhati-hatilah Kai, jika ingin menyerah angkat tanganmu. Dia sangat terkenal dengan orang yang benar-benar tergila dengan pertarungan. Jangan sampai kau terluka parah. Dia tidak akan berhenti sebelum salah satu dari kalian benar-benar tumbang." Asher memberikan nasihat tambahan, menunjukkan kekhawatirannya terhadap Kai.
"Terimakasih senior, tentu saja aku tidak akan menahan diriku," jawab Kai, suaranya terdengar mantap dan penuh tekad. "Aku akan memberikan yang terbaik." Ia menunjukkan tekadnya untuk berjuang, tetapi juga menunjukkan rasa hormat kepada Asher.
Mentor Adam mengamati Leon dan Kai dengan tatapan tajam, menilai ekspresi mereka. Ia mengangguk pelan, seolah-olah merasa puas. "Baiklah sepertinya sudah setuju," katanya, suaranya terdengar percaya diri. "Aku yakin kalian berdua akan memberikan pertarungan yang menarik. Kalian berdua adalah siswa terbaik di kelas masing-masing." Ia menunjukkan kepercayaan dirinya terhadap kemampuan kedua siswa tersebut. "Baiklah, siswa pelatihan tahun kedua Asher, dan siswa pelatihan tahun pertama Brad, silahkan maju ke depan," kata Mentor Adam, suaranya tegas dan jelas, menarik perhatian semua orang ke arah Kai dan Asher. Suasana menjadi penuh antisipasi.
Duel ini langsung disambut dengan sorak sorai dan bisikan dari para siswa yang berada di kelas itu. Beberapa berseru kagum, sementara yang lain berbisik-bisik penuh antisipasi, menebak-nebak siapa yang akan menang. Suasana menjadi semakin tegang dan ramai, menandakan dimulainya pertarungan yang sangat dinantikan. Mentor Adam mengamati reaksi para siswa dengan tenang, senyum tipis terukir di wajahnya. Suaranya yang berwibawa menggema di lapangan, menenangkan sedikit hiruk pikuk yang terjadi.
( To be Continued).