Chereads / Chronicles of the Crimson Prophecy / Chapter 39 - ARC 2, 01

Chapter 39 - ARC 2, 01

Hari-hari berlalu di Akademi, setiap fajar menyingsing menandai dimulainya rutinitas Kai yang tak pernah berubah: menyerap konsep dari mana dan sihir dalam kelas teori, mencoba mantra baru di lapangan latihan, dan mengasah kekuatan fisiknya hingga keringat membasahi tubuh. Satu demi satu bab teori dalam buku-buku tebal terselesaikan, satu demi satu gerakan pedang semakin sempurna. Hingga akhirnya, tibalah saat yang dinanti-nanti: kelas Spesialisasi dasar.

Jarum jam di menara Akademi menunjukkan pukul sembilan pagi. Sinar matahari pagi yang lembut menyinari halaman akademi, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Namun, di dalam ruang kelas Alkemis, suasana berbeda tercipta. Para siswa, masing-masing, menunggu dimulainya kelas Spesialisasi Alkemi. Udara dipenuhi dengan aroma rempah-rempah dan ramuan-ramuan, menciptakan suasana magis yang mendebarkan.

"Wah, benar-benar wajah asing," gumam Kai saat memasuki ruang kelas Alkemi yang ramai. Ia mengamati sekeliling, mencoba mengenali beberapa wajah yang dikenalnya. Namun, sebagian besar siswa yang hadir tampak asing baginya.

Claire, satu-satunya orang yang dia kenal di kelas itu, menyapa Kai dari bangku di dekat pintu. "Yo Kai, kau juga baru datang? Aku juga baru pertama kali masuk ke kelas ini. Kelas spesialisasi Alkemis memang agak berbeda, pesertanya lebih sedikit dibandingkan kelas pertarungan."

"Oh ya, ngomong-ngomong wajah-wajah di sini asing ya," kata Kai, mengangguk setuju. Claire tertawa kecil. "Oh, itu karena kebanyakan tahun pertama masuk ke kelas pertarungan, jadi semua yang di sini adalah senior tahun kedua. Mereka yang memilih Alkemi memang lebih sedikit." Ia menunjuk ke arah beberapa bangku yang kosong. "Mungkin masih ada beberapa yang terlambat."

"Oh, ada juga dari tahun pertama," Claire melanjutkan, senyumnya melebar. "Dia dari kelas yang berbeda dari kita, namanya Aldric Hugo. Aku berkenalan dengannya ketika tes masuk. Dia cukup pendiam, tapi sepertinya cukup berbakat dalam Alkemi." Ia mengingat kembali pertemuan singkatnya dengan Aldric, seorang pemuda dengan rambut hitam dan mata tajam yang tampak fokus pada bukunya saat ini.

"Oh, kau tahu banyak ya?" tanya Kai, sedikit kagum. Ia sendiri belum sempat berkenalan dengan banyak siswa di akademi.

Claire tertawa kecil, suaranya riang. "Fufufu, ya begitulah. Aku sudah mengobservasi dulu sebelum masuk ke kelas Spesialisasi ini. Lagipula, informasi itu penting, kan?" Ia melirik sekeliling ruangan, seakan-akan memastikan tidak ada yang mendengar percakapan mereka.

"Yo Aldric, kau ternyata mengikuti kelas ini ya," sapa Claire, suaranya ramah dan ceria. Ia menunjuk kursi kosong di sampingnya. Aldric tersenyum tipis, rambut hitamnya sedikit menutupi dahinya. "Claire? Ya begitulah. Aku tidak berbakat di pertempuran, jadi inilah yang bisa kulakukan. Lebih cocok dengan kepribadianku, kurasa." Ia menunjuk ke arah Kai. "Ngomong-ngomong, siapa orang di sampingmu?"

"Oh, ini Kai," jawab Claire, memperkenalkan Kai kepada Aldric. "Dia teman sekelas ku." Tambahnya. Aldric mengulurkan tangannya kepada Kai. "Salam kenal, ya Kai. Aku Aldric Hugo. Senang bertemu denganmu." Ia mengamati Kai sejenak. "Ngomong-ngomong, kau terlihat seperti orang yang memilih spesialisasi pertarungan. Tidak disangka kau memilih Alkemi." Tanyanya penasaran.

"Yah, aku punya alasan tersendiri," jawab Kai, tatapannya sedikit menghindar. Ia tidak ingin mengungkapkan alasan sebenarnya kepada Aldric, setidaknya untuk saat ini. "Kau tidak salah kok, aku juga memilih spesialisasi pertarungan."

Aldric mengerutkan keningnya, seakan-akan tidak puas dengan jawaban Kai. "Oh? Benar-benar tidak disangka," katanya, suaranya sedikit curiga. "Biasanya seseorang Hunter hanya memilih satu spesialisasi. Memilih dua spesialisasi sekaligus sangat jarang terjadi, apalagi pertarungan dan Alkemi. Ada sesuatu yang kau sembunyikan?" Ia menatap Kai dengan tajam, seakan-akan ingin membaca pikirannya.

Aldric tertawa kecil. "Oh, begitukah. Kalau begitu mohon bantuannya untuk ke depan. Temannya Claire adalah temanku juga, kau boleh bersikap santai kepadaku. Kita bisa saling membantu dan berbagi informasi."

"Oh ya, kau juga," jawab Kai, mengangguk setuju. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari pintu, dan Lilia muncul di ambang pintu. Kai terperangah, ia sudah menyangka Lilia akan menjadi mentor kelas Alkemis tapi dia masih sedikit kaget dengan itu.

Lilia hanya melirik Kai sekilas, lalu mengalihkan pandangannya ke arah siswa lain. "Selamat pagi," katanya, suaranya datar dan tanpa ekspresi. "Kita mulai kelas." Suaranya yang dingin, walaupun hanya sepatah kata, cukup untuk membuat Kai kembali merasakan ketegangan yang pernah ia rasakan sebelumnya.

"Oh sebelumnya," Lilia memulai, suaranya masih datar, tetapi sedikit lebih lembut daripada biasanya. Ia memperhatikan Kai, Claire, dan Aldric. "Sepertinya kelas kita mendapatkan tambahan dari siswa pelatihan tingkat." Ia melirik ke siswa pelatihan tingkat kedua," Sebagai senior diharapkan bantuan kalian untuk membantu mereka bertiga kedepannya." Jelasnya.

"Alkemi bukanlah sekadar pencampuran ramuan," Lilia memulai, suaranya tenang namun tegas. "Ia merupakan seni transformasi, pengubahan materi dari satu bentuk ke bentuk lain. Memahami sifat dasar materi, interaksi antar elemen, dan keseimbangan energi adalah kunci keberhasilan dalam Alkemi. Kita akan mempelajari berbagai teknik, mulai dari ekstraksi bahan baku, identifikasi sifat kimiawi, hingga proses sintesis yang rumit. Disiplin dan ketelitian sangat penting dalam Alkemi. Kesalahan sekecil apapun dapat berakibat fatal." Lilia berhenti sejenak, memperhatikan reaksi para siswa.

"Belum terlambat jika ingin berubah pikiran, silahkan tinggalkan kelas jika ada yang berubah pikiran." Ia mengamati wajah-wajah mereka satu per satu. "Sepertinya tidak ada. Baiklah, tetaplah teguh pada pendirian kalian." Lilia melanjutkan, "Alkemi erat kaitannya dengan manipulasi Mana. Kalian akan belajar bagaimana menarik, mengalirkan, dan mengendalikan Mana untuk mempercepat atau memperlambat reaksi kimia, meningkatkan efektivitas ramuan, dan bahkan menciptakan reaksi yang unik. Pemahaman tentang sihir dan hukum alam sangat penting dalam Alkemi tingkat lanjut."

"Pemahaman tentang sihir dan hukum alam sangat penting dalam Alkemi tingkat lanjut." Lilia berkata, suaranya sedikit lebih lembut. "Dalam Alkemi, keseimbangan dan harmoni sangat penting. Kalian harus mampu menyeimbangkan berbagai elemen dan energi untuk menciptakan ramuan yang efektif. Ketidakseimbangan dapat mengakibatkan reaksi yang tidak terduga dan berbahaya. Kalian harus belajar merasakan aliran energi dan menjaga keseimbangan dalam setiap proses pembuatan ramuan. Ini membutuhkan kepekaan dan intuisi yang tinggi."

Dua jam berlalu begitu cepat, seakan hanya sekejap mata. Waktu terasa singkat, meskipun seluruh sesi hari ini terfokus pada teori-teori fundamental Alkemi. Lilia, dengan suaranya yang tenang namun tegas, menjelaskan secara detail berbagai konsep, mulai dari sifat dasar materi dan interaksi antar elemen hingga manipulasi Mana dalam reaksi alkimia. Ia menggunakan analogi dan contoh-contoh konkret untuk mempermudah pemahaman para siswa, serta menjawab setiap pertanyaan dengan sabar dan teliti. Penjelasannya yang padat dan sistematis membuat waktu terasa berlalu dengan cepat, "Baiklah, waktu untuk kelas teori hari ini telah berakhir. Sampai jumpa minggu depan." Penjelasannya yang padat dan sistematis membuat waktu terasa berlalu dengan cepat, ia meninggalkan para siswa dengan perasaan puas namun juga sedikit kelelahan karena menyerap begitu banyak informasi baru.

"Tidak kurasa Alkimia ternyata serumit ini." Kai menghela napas, mengusap dahinya yang sedikit berkeringat. "Sekarang aku mengerti kenapa lebih banyak yang memilih kelas pertarungan daripada Alkemi. Butuh waktu lama untuk menguasai semua teori ini."

Claire tertawa kecil. "Ahaha, ya begitulah. Tapi jika sudah memahami konsepnya tidak sulit kok, sama seperti konsep mana sihir. Awalnya memang rumit, tapi lama-lama akan terbiasa." Ia tersenyum menyemangati.

"Kau mengatakan itu karena sudah mempelajarinya sebelumnya, Claire." Kai menyindir, namun nada suaranya tidak sepenuhnya serius. "Aku masih butuh waktu untuk mencerna semua informasi ini." Aldric menambahkan dengan nada datar, "Mungkin saja kau belum cukup berusaha, Kai. Alkemi membutuhkan ketekunan dan ketelitian. Tidak cukup hanya dengan mengeluh."

"Aku juga tahu itu," Kai menanggapi sembari menatap Aldric tajam, "Kau terlihat seperti maniak otak."

"Begitukah? Terimakasih, aku anggap itu pujian," jawab Aldric, nada suaranya datar, tetapi senyum tipis masih terukir di bibirnya. "Itu berarti aku sangat berdedikasi pada apa yang ku pelajari."

"Tck...." Kai berdecak kesal, menatap Aldric dengan pandangan tidak suka. "Kau terlalu menggoda Kai, Aldric." Claire menyela, nada suaranya sedikit tajam. "Oh iya Kai, kau habis ini kau akan ke kelas pertarungan kan? Sepertinya kita berpisah disini untuk hari ini. Sampai jumpa lagi."

"Oh iya, kelas pertarungan akan dimulai satu jam lagi, jadi kupikir akan berkeliling akademi terlebih dahulu, apa kalian berdua akan langsung pulang?" Kai bertanya, mencoba meredakan suasana tegang. "Aku akan langsung pulang." Aldric menjawab singkat.

"Aku juga begitu, baiklah sampai jumpa Kai." Claire tersenyum ramah, lalu bersama Aldric meninggalkan kelas. Kai menyusul, tetapi baru beberapa langkah, ia dipanggil Lilia yang berdiri di samping pintu. "Oi, Kai.... sebentar. Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan denganmu mengenai progres belajarmu." Nada bicara Lilia terdengar formal, menunjukkan bahwa pembicaraan ini cukup penting.

"Ini," Lilia berkata, menawarkan sebuah botol kecil ke Kai. Botol itu tampak lebih kecil dari biasanya. "Ramuan penyamaran yang kuberikan beberapa hari yang lalu, bukankah itu tinggal sedikit?" Ia menatap Kai dengan tatapan penuh perhatian.

"Oh, itu benar," Kai mengakui, sedikit terkejut. Ia mengambil botol itu dari Lilia. "Bagaimana kau bisa tau itu?"

Lilia menghela napas pelan. "Itu mudah," katanya, nada suaranya lembut. "Aku memberikan ramuan itu satu bulan yang lalu, dengan takaran pemakaian setiap hari, maka akan habis dalam waktu sekitar satu bulan. Aku hanya khawatir jika kau kehabisan, kau akan kesulitan jika itu tidak ada bukan?"

"Oh, terimakasih." Kai menerima botol ramuan itu dengan hormat. "Tidak perlu berterima kasih," Lilia berkata, tatapannya tajam. "Bukankah ini alasanmu mengikuti kelas Alkemis?"

Kai hanya terdiam, kemudian meletakkan botol itu di kantungnya. Lilia menatapnya dengan tajam, tangannya tergenggam di pinggang. "Itu adalah ramuan terakhir yang kubuatkan untukmu," katanya, suaranya dingin. "Untuk kedepannya kau harus membuatnya sendiri." Ia menambahkan.

Lilia berjalan meninggalkan Kai, kemudian menoleh sebentar, tatapannya masih tajam. "Tentu saja secara privat denganku," katanya, suaranya masih dingin. "Ramuan ini hanya diketahui olehku dan Glaen. Jangan coba-coba mencari resepnya di tempat lain." Ia balik badan lagi dan berjalan menjauh dari Kai, meninggalkan Kai.

( To be continued)