Ketegangan di ruang rapat masih terasa. Kehadiran Chesbelle, meskipun anggun, tak mampu meredakan suasana. "Maafkan saya Archduke, saya terbawa emosi sedikit ketika ada yang membicarakan Adikku." Chesbelle berkata, suaranya terdengar sedikit lebih lembut dari biasanya. Seutas senyum tipis menghiasi bibirnya, namun matanya tetap tajam, mengamati reaksi para Archduke lainnya.
Alaric Ashbourne, yang selalu tenang dan bijaksana, mengangguk perlahan. Ia memahami emosi Chesbelle, ikatan keluarga yang kuat bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. "Aku mengerti, Archduchess," katanya dengan suara rendah dan tenang, namun tatapannya tetap tajam, mencerminkan kewaspadaannya. "Untuk sekarang mari fokus ke rapat ini." Ia melirik sekilas ke arah pisau yang melayang di tangan Chesbelle, sebuah peringatan halus agar Archduchess itu tetap mengendalikan diri.
Chesbelle hanya menanggapi dengan senyum tipis, lalu duduk di tempatnya. Suasana tegang masih menyelimuti ruangan, hanya diselingi oleh detak jarum jam antik yang berdetak perlahan. Tiba-tiba, pintu besar ruang rapat terbuka lagi, kali ini dengan sedikit tergesa-gesa. Archduke Alfredus Eusford masuk, ke dalam ruangan itu, kemudian mendapat tatapan dari Archduke lainnya.
"Maafkan saya yang mengumpulkan kalian semua di sini," kata Alfredus Eusford, suaranya tenang namun tegas. Ia menatap setiap Archduke dengan tatapan serius. "Tidak masalah, Archduke Eusford. Ini juga titah Raja, sebagai Archduke sudah keharusan jika dipanggil oleh Raja," Alaric Ashbourne berkata dengan tenang, mencoba menenangkan suasana.
"Apaan ini, Archduke Eusford? Kau yang mengusulkan rapat ini, kenapa kau yang datang terlambat?" Eldric Valemont berseru, suaranya terdengar tidak sabar dan sedikit marah. Ia menatap Alfredus dengan ekspresi tidak senang. "Jangan bilang kau hanya ingin membuat kita semua menunggu tanpa alasan yang jelas!"
Alfredus menelan ludah, "Maafkan saya, Archduke Valemont. Ada urusan yang harus saya selesaikan," jawabnya dengan suara pelan. Ia duduk di kursinya. Kini, mereka hanya menunggu kedatangan Raja Vampir, suasana hening menyelimuti ruangan, diselingi oleh detak jarum jam antik yang berdetak perlahan, menambah suasana mencekam.
Pintu ruang rapat terbuka lebar, mempersilakan masuk sosok yang paling ditunggu-tunggu. Raja Vampir, Vlemir Oberon Valerian, melangkah dengan langkah tenang dan berwibawa. Jubah hitamnya berkilauan di bawah cahaya lampu kristal, aura kekuatan yang luar biasa terpancar dari dirinya. Ia menyapu ruangan dengan tatapan tajam, mengamati setiap Archduke dengan seksama. Suasana tegang yang sebelumnya terasa, kini terasa lebih kental, dibumbui dengan rasa hormat dan sedikit ketakutan.
"Maaf atas keterlambatan saya," Vlemir berkata, suaranya berwibawa dan terdengar di seluruh ruangan. "Saya yakin kalian semua sudah mengetahui alasan mengapa saya memanggil kalian ke sini." Ia duduk di kursi kepalanya, tatapannya tetap tajam, mengamati reaksi setiap Archduke. "Alfred, jelaskan semuanya," perintah Vlemir, suaranya tenang namun tegas.
"Baiklah, Yang Mulia," jawab Alfredus, mengatur napas. "Ini tentang artefak kuno yang bisa mendeteksi keberadaan 'Itu'. Artefak itu baru saja bereaksi setelah tertidur selama lima tahun." Ia berhenti sejenak, mengamati reaksi para Archduke.
"Apa? Bukankah ini tandanya kelompok penghianat itu akan bergerak lagi?" Eldric Valemont berseru, suaranya penuh dengan kegelisahan. Ia tampak gelisah di kursinya, tangannya mengepal erat.
"Eldric, belum ada yang mengizinkanmu berbicara," tegas Vlemir, memotong ucapan Eldric. Tatapannya tajam, menunjukkan ketidaksukaannya terhadap sikap impulsif Eldric.
"Maafkan saya, Yang Mulia," kata Eldric, suaranya sedikit lebih pelan. Ia menundukkan kepala, menyadari kesalahannya. "Saya sedikit terkejut mendengar itu."
"Dimaafkan, Alfred," kata Oberon, kembali menatap Alfredus. "Lanjutkan." Suasana tegang kembali menyelimuti ruangan, semua mata tertuju pada Alfredus, menunggu penjelasan lebih lanjut.
"Baik, Yang Mulia," kata Alfredus, suaranya masih sedikit gemetar meskipun ia berusaha untuk tetap tenang. "Seperti yang dikatakan oleh Archduke Valemont, sepertinya kelompok penghianat Crimson Veil itu sudah mulai bergerak. Saya menyuruh bawahan saya untuk menyelidiki Linden, dan mereka terdeteksi di sana beberapa hari yang lalu. Mereka tampak sedang mempersiapkan sesuatu, tetapi detailnya masih belum jelas."
"Ini sangat buruk," kata Alaric Ashbourne, suaranya berat. "Karena tidak ada reaksi apapun selama ini, kita menganggap Crimson Veil sudah menyerah dengan rencana mereka." "Itu benar, Alaric," kata Vlemir, Raja Vampir, suaranya dalam dan berwibawa. "Aku juga terkejut mendengar laporan dari Alfred. Mereka membuat kehebohan beberapa tahun yang lalu, mengapa mereka tidak bisa hidup dengan tenang?". Ia menatap tajam ke arah Alfredus, seakan menuntut penjelasan lebih lanjut.
"Anu, maaf saya menyela Yang Mulia dan para Archdukes sekalian," kata Chesbelle, suaranya sedikit ragu-ragu. "Apa yang kalian maksud dengan 'itu'?" Ia menatap para Archduke dengan tatapan bingung.
Vlemir menatap Chesbelle sejenak, kemudian berkata dengan suara yang lebih rendah dan serius, "Oh? Archduchess Armananthe. Tidak masalah, kau baru saja mewarisi gelarmu, jadi wajar jika kau belum mengetahui semuanya. Yang kami maksud dengan 'itu'... adalah potongan jiwa Fallen Angel." Suasana di ruangan menjadi sangat tegang, semua mata tertuju pada Vlemir, menunggu penjelasan lebih lanjut.
"Fallen Angel? Bukankah itu... cerita dalam legenda?" tanya Chesbelle, suaranya masih bergetar karena terkejut. Matanya yang besar tertuju pada Vlemir, mencari penjelasan lebih lanjut. Ia masih belum sepenuhnya memahami situasi yang sedang terjadi. " Untuk apa Crimson Veil melakukan itu? Apa tujuan mereka?" Pertanyaan-pertanyaan itu terlontar dari bibirnya, menunjukkan rasa ingin tahunya yang besar dan kekhawatirannya yang terselubung.
"Ntahlah," jawab Vlemir, Raja Vampir, suaranya tenang namun penuh dengan kewibawaan. "Mereka hanya sekelompok yang menginginkan kekuatan berlebih, dan melakukan eksprimen dengan manusia sebagai objeknya tanpa memperdulikan konsekuensinya. Ambisi mereka membutakan mereka terhadap bahaya yang sebenarnya." Ia menatap tajam ke arah para Archduke, menunjukkan keseriusan situasi. "Kalau begini, ramalan Oracle itu benar-benar akan terjadi. Tentu saja selama mereka tidak menemukan Itu semua yang mereka lakukan akan sia-sia."
"Bukankah itu hanya potongan jiwa?" tanya Victor, suaranya tenang namun penuh perhitungan. Ia telah menyimak pembicaraan mereka dengan seksama, mengamati setiap reaksi dan ekspresi dari para Archduke. Pertanyaannya, meskipun sederhana, menunjukkan pemahamannya yang mendalam tentang situasi yang sedang terjadi.
"Itu benar, Victor," jawab Vlemir, Raja Vampir, suaranya berat. "Tetapi meskipun itu hanya potongan jiwa, penggabungannya bisa saja memicu bencana yang akan menghancurkan keseimbangan dunia. Jika hal itu terjadi, kejayaan ras vampir, bahkan eksistensi kita, akan berakhir. Kita tidak boleh membiarkan itu terjadi." Tatapannya tajam, menunjukkan tekadnya untuk mencegah bencana tersebut.
"Ngomong-ngomong, Alfred," kata Vlemir, Raja Vampir, suaranya tenang namun tajam. "Itu saja yang ingin kau sampaikan?" Tatapannya menusuk, menunjukkan bahwa ia masih menunggu informasi lebih lanjut.
"Tidak, Yang Mulia," jawab Alfredus, "Ada hal yang ingin saya tambahkan. Artefak itu mendeteksi keberadaan itu berada di Kota Narnia." Ia berhenti sejenak, menunggu reaksi para Archduke.
"Narnia? Bukankah itu tempat tinggalnya para manusia itu?" tanya Alaric Ashbourne, alisnya terangkat. Pertanyaan itu menunjukkan keheranan dan sedikit ketidakpercayaan.
"Itu benar, Archduke Ashbourne," jawab Alfredus. "Saya juga tidak mengerti kenapa itu berada di Narnia. Seharusnya tidak mungkin." Ia tampak bingung dan sedikit khawatir.
"Apakah itu ditemukan oleh para manusia itu?" tanya Sebastian Ravenshield, suaranya penuh dengan kekhawatiran. Pertanyaan itu menunjukkan kekhawatiran akan kemungkinan manusia terlibat dalam hal ini.
"Belum bisa dipastikan, Archduke Ravenshield," jawab Alfredus. "Bawahan saya masih melakukan penyelidikan di Narnia." Suasana di ruangan menjadi semakin tegang, semua mata tertuju pada Alfredus, menunggu informasi lebih lanjut.
Vlemir, Raja Vampir, menatap tajam ke arah Alfredus. Suasana di ruangan berat, dipenuhi oleh keheningan yang mencekam. Meskipun informasi tentang keberadaan potongan jiwa Fallen Angel di Narnia sangat mengkhawatirkan, sesuatu mengganjal di hati Vlemir. Ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar kebetulan.
"Ini sangat membingungkan," kata Alaric Ashbourne, suaranya berat dan penuh keraguan. "Karena tidak ada siapa pun yang tahu bentuk sebenarnya dari potongan jiwa Fallen Angel itu. Ini juga membuat pihak kita kesulitan." Ia menatap Vlemir dengan ekspresi khawatir, menunjukkan ketidakpercayaannya akan kemampuan Crimson Veil
"Itu benar, Alaric," kata Vlemir, Raja Vampir, suaranya berat dan penuh penekanan. "Untuk saat ini, kita hanya perlu berusaha sekuat tenaga untuk mencegah hal terburuk terjadi." Ia menatap tajam ke arah para Archduke, menunjukkan tekadnya untuk menghadapi ancaman tersebut.
"Tujuan ku mengumpulkan kalian di sini adalah untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk," lanjut Vlemir. "Tidak ada yang tahu apakah potongan jiwa Fallen Angel itu akan berada di pihak penghianat atau malah jatuh ke tangan kita. Untuk sekarang, persiapkan masing-masing pasukan dari masing-masing Archdukes. Tingkatkan kewaspadaan, dan pastikan setiap anggota pasukanmu siap untuk beraksi kapan saja." Ia menatap setiap Archduke secara bergantian, menunjukkan keseriusan perintahnya.
"Alfred," kata Vlemir, beralih kepada Alfredus. "Jika ada informasi tambahan, laporkan kepadaku segera." Kalau begitu, pertemuan ini kuakhiri sampai di sini. Pergilah dan laksanakan tugas kalian." Vlemir bangkit dari kursinya, menunjukkan bahwa pertemuan telah berakhir. "Baik, Yang Mulia," kata Alfredus, suaranya tenang namun menunjukkan tekad.
"Huh, para penghianat bodoh itu," gerutu Eldric Valemont, suaranya penuh dengan amarah terpendam. "Benar-benar melakukan hal yang tidak perlu. Mereka pikir bisa mendapatkan kekuatan dengan cara seperti itu? Mereka akan menyesal." Ia mengepalkan tangannya, menunjukkan kemarahannya yang membara.
"Tidak ada untungnya kau berteriak seperti itu, Archduke Valemont," kata Chesbelle, suaranya tenang namun tegas, menunjukkan ketidaksukaannya pada sikap Eldric. "Kau membuat telingaku sakit. Lebih baik kita fokus pada solusi, bukannya melampiaskan amarah." Ia menunjukkan sikap yang lebih dewasa dan terkendali dibandingkan Eldric, menunjukkan kepemimpinan yang lebih bijaksana.
"Apa katamu?" Eldric Valemont tampak terkejut dengan keberanian Chesbelle untuk menegurnya. Namun, Chesbelle mengabaikannya dan melanjutkan, "Kalau begitu, saya duluan, Archdukes sekalian." Ia memberi hormat singkat sebelum dengan anggun meninggalkan ruangan, menunjukkan sikapnya yang tenang dan percaya diri meskipun di tengah situasi yang tegang.
Chesbelle keluar dari ruangan rapat, diikuti oleh Eldric Valemont yang masih tampak kesal, dan kemudian Sebastian Ravenshield yang mengamati situasi dengan tenang. Di dalam ruangan, hanya tersisa Alfredus, Alaric Ashbourne, dan Victor. Alfredus hendak menyusul keluar, tetapi Alaric Ashbourne memanggilnya.
"Archduke Eusford..." Alaric Ashbourne memanggil Alfredus dengan suara rendah, menahannya agar tidak pergi. Tatapannya serius, menunjukkan bahwa ia ingin membicarakan sesuatu yang penting secara pribadi. Alfredus berhenti dan menoleh, menunjukkan kesiapannya untuk mendengarkan.
"Ada apa, Archduke Ashbourne?" tanya Alfredus, suaranya tenang namun menunjukkan rasa ingin tahu. Ia memperhatikan raut wajah Alaric yang serius, menunjukkan bahwa ini bukan sekadar percakapan biasa.
"Saya bisa memberi bantuan jika kau membutuhkan investigasi di Narnia lebih lanjut," tawar Alaric, menunjukkan kesediaannya untuk membantu. Ia tahu bahwa investigasi di Narnia akan sulit dan berbahaya, dan ia ingin menawarkan bantuannya untuk meringankan beban Alfredus.
"Saya menghargai bantuan Anda, Archduke Ashbourne," jawab Alfredus, menunjukkan rasa hormatnya. "Tapi untuk kali ini, serahkan kepada saya dan bawahan saya. Kami memiliki rencana sendiri untuk menyelidiki di Narnia. Saya percaya pada kemampuan tim saya." Ia menunjukkan rasa percaya dirinya pada kemampuan timnya.
"Kalau begitu, saya permisi," kata Alfredus, memberi hormat singkat kepada Alaric sebelum meninggalkan ruangan. Alaric mengangguk, menunjukkan pemahamannya. Setelah Alfredus pergi, Alaric juga meninggalkan ruangan, meninggalkan Victor sendirian di ruangan rapat yang kini sunyi.
"Narnia ya..." gumam Victor, suaranya pelan hampir tak terdengar, matanya menatap kosong ke arah pintu yang baru saja dilewati Alfredus dan Alaric. Sejenak ia terdiam, merenungkan informasi yang baru saja didengarnya. Kemudian, sebuah senyum tipis—licin dan penuh perhitungan—terkembang di bibirnya. "Yah, kurasa ada untungnya juga aku hadir hari ini," katanya, suaranya kini terdengar lebih jelas, dengan nada yang menyiratkan kepuasan rahasia. Ekspresi wajahnya, yang biasanya datar dan tak terbaca, kini memperlihatkan kilatan kecerdasan dan ambisi yang terselubung. Ia tampak sedang merencanakan sesuatu, sesuatu yang hanya ia sendiri yang tahu.
( To be continued)